/'känflo?o?ns/
Noun (kata benda)
1. The junction of two rivers, esp. rivers of approximately equal width (Pertemuan dari dua sungai, terutama dengan lebar yang kurang lebih sama).
2. An act or process of merging (Sebuah kejadian atau proses penggabungan).
Disclaimers:
1. Cerita ini adalah fiksi. Adanya kemiripan dalam kehidupan nyata adalah sebuah kebetulan saja.
2. Semoga cerita ini ditanggapi secara dewasa dengan mengambil hikmahnya (kalau ada) dan menjauhi hal-hal yang buruk.
--@@@@--
Sandra |
Tak ada sekolah ataupun puskesmas. Satu-satunya akses keluar dari desa itu adalah jalan setapak yang harus ditempuh dengan kaki melalui hutan lebat ke desa “terdekat” yang masih berjarak 10 km. Pada suatu hari, seluruh penduduk desa itu dikejutkan oleh suara menggelegar yang meraung-raung di atas langit. Rupanya ada sebuah helikopter yang berputar-putar mengitari tempat itu. Penumpangnya adalah Pak Tanoto, seorang pengusaha kaya raya dari ibukota. Terkesan oleh keindahan suasana di tempat itu, tak lama kemudian ia membeli tanah luas di bagian atas desa itu. Di atas tanah yang luas itu segera dibangun sebuah villa yang megah dan mewah yang kehadirannya sungguh amat kontras dengan kesederhanaan kehidupan penduduk setempat di desa di bawahnya. Apalagi, tanah milik Pak Tanoto itu bahkan jauh lebih luas dibanding keseluruhan wilayah desa Sukamadu yang dihuni ratusan orang itu. Kini, bangunan megah villa itu menjadi tempat peristirahatan favorit Pak Tanoto dan keluarganya untuk mengatasi kejenuhan hati, pikiran stress, serta suasana bising yang penuh polusi di ibukota. Alamnya yang asri dan alami dengan hawa gunung yang segar, membuat pikiran stress hilang dengan sendirinya. Apalagi, selain suasana sekeliling yang begitu alami, letak villa itu sungguh strategis untuk membuat kenyamanan maksimal penghuninya. Villa itu dibandung di lereng gunung sehingga dari dalam kita bisa menikmati keindahan alam sekitar sejauh mata memandang. Oleh karena akses keluar yang amat terbatas (atau malah tak ada sama sekali menurut konteks kehidupan modern), maka dibuatlah lapangan untuk helipad di sebelah villa itu sebagai satu-satunya jalan akses keluar masuk. Dan, helipad yang dibuat itu tidak hanya berjumlah satu atau dua, tetapi delapan! Hal ini untuk mengantisipasi kebutuhan transportasi ketika acara-acara kekeluargaan besar yang bakal dihadiri oleh keluarga besar Pak Tanoto. Selain itu juga untuk kepentingan bisnis. Acara retreat tahunan para eksekutif kelas atas konglomerasi perusahaan yang dipimpinnya kini diadakan di villa mewah boss besarnya ini. Adalah suatu kehormatan besar bagi eksekutif yang diundang bermalam disini. Kadang villa itu juga digunakan sebagai tempat meeting tingkat tinggi dengan konglomerat-konglomerat papan atas baik lokal maupun konglomerat manca negara. Di sisi lain, Pak Tanoto juga memberikan balik ke alam lingkungan sekitar dan terutama kepada penduduk desa Sukamadu. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik villanya (atau mungkin lebih tepat disebut sebagai istana kecil daripada ‘sekedar” villa), ia membangun generator bertenaga besar yang tak hanya canggih namun juga ramah lingkungan. Karena generator itu adalah kombinasi dari pemanfaatan tenaga matahari, angin, dan panas bumi yang tersedia melimpah di alam sekitar. Selain untuk kebutuhan villanya, energi yang dihasilkan generator itu dialirkan ke rumah-rumah penduduk. Untuk memelihara villanya, tentu diperlukan puluhan pegawai yang tinggal di dalamnya serta bahan-bahan materi yang harus didatangkan dari luar. Oleh karena itu maka selalu rutin ada beberapa helikopter yang datang dan pergi mengangkut para pegawai yang bekerja secara shift per minggu serta bahan makanan, dll. Selain itu ia juga merekrut penduduk lokal yang bosan terus-menerus bertani, yang ingin bekerja mengurus villanya. Untuk itu dibangunlah jalan permanen yang menghubungkan antara vilanya dan desa di bawahnya yang berjarak sekitar 100 meter dengan berkelok-kelok mengikuti kontur tanah lereng gunung itu. Hal ini untuk memudahkan orang-orang yang ingin berjalan dari dan ke villanya. Di tepi jalan itu dibangun tiang-tiang listrik untuk mengalirkan listrik menuju ke pemukiman penduduk. Selain itu ia juga menyumbang banyak hal lain terhadap desa itu, seperti membangun sekolah, puskesmas, mendatangkan beberapa ahli pertanian untuk meningkatkan produktivitas desa itu, dan hal-hal lainnya. Sehingga kini kehidupan penduduk desa itu menjadi lebih mudah dan meningkat tarafnya namun keluhuran budaya setempat dan keramahannya masih tetap dipertahankan. Dengan ini semua maka tak heran kalau seluruh penduduk desa itu amat baik dan menghormati Pak Tanoto dan juga keluarganya, termasuk para pegawai villa tersebut.
--@@@@--
Di tengah lapangan helipad itu ada sebuah helikopter yang siap untuk berangkat. Sang pilot telah duduk di kursi pengemudi. Tak jauh dari sana sepasang pria dan wanita setengah baya yang tampan dan cantik dengan pakaian indah berjalan menuju helikopter itu. Mereka adalah Pak Tanoto dan Bu Lusiani, istri Pak Tanoto. Sebelum mencapai helikopter itu, Pak Tanoto menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah gadis muda berambut panjang dengan pakaian putih yang berjalan mengikutinya.
”Kamu sungguh yakin mau tetap disini?”
”Ya, aku mau disini dulu beberapa hari,” jawab gadis itu. “Dua hari ini pikiranku agak stress. Mudah-mudahan setelah disini beberapa hari nanti pikiranku jadi tenang kembali,” imbuhnya. Meski mengaku lagi stress, namun wajahnya terlihat begitu cantik rupawan. Membuat semua orang yang melihatnya jadi ikut senang hatinya.
“Sudah jangan terlalu dipikirkan,” kata Bu Lusiani yang terlihat begitu anggun cantik dan jauh lebih muda dibanding usia sebenarnya yang telah setengah baya. “Memang, pernikahan adalah hal yang amat serius. Apalagi buat gadis muda seperti kamu. Dulu Mama juga mengalami hal yang sama waktu Papamu ini melamar. Padahal kita sudah saling cocok dan pacaran juga sudah cukup lama. Hmm… mungkin itu adalah insting perempuan yang mengatakan kalau aku bakal jadi desperate housewife setelah married,” katanya sambil tersenyum cantik dan melirik ke arah suaminya. Gadis muda itu seketika ikut tersenyum mendengar itu. Senyuman yang tak kalah manis dengan mamanya. “Is it true Papa, that you’ve made her life desperate,” katanya dengan riang kepada Pak Tanoto.
“How can that possible?” kata pria yang disela dua wanita cantik di depannya itu dengan tenang. “Bagaimana mungkin mamamu bisa secantik sekarang ini kalau dia tidak bahagia dalam perkawinan? Look at her. Tell me, isn’t she really beautiful?”
Wajah Bu Lusiani langsung memerah mendengar pujian suaminya. Sesaat ia tak mampu berucap apa-apa. Sementara gadis itu tertawa geli.
“Yes, papa, I agree with you. She’s the most beautiful woman in the world.”
“Kamu ini selalu memihak ke Papa. Memang anak papa kamu ya,” kata Bu Lusiani kepada putrinya. Namun tak dapat disembunyikan kebahagiaan dalam dirinya karena dipuji terang-terangan oleh suaminya. Wanita mana yang tak suka dipuji oleh pasangannya?
“Dia juga anak mama. Kalau nggak, bagaimana bisa nurun kecantikan mamanya,” kata Pak Tanoto sambil memeluk bahu istrinya.
“Iih, papa memang pinter ngerayu. Sekali ngerayu dapet dua lagi,” kata gadis itu sambil agak cemberut. Namun sama seperti mamanya, ia juga senang mendengar pujian papanya itu.
Pak Tanoto tertawa terbahak-bahak mendengar kata-kata putrinya ini.
“Jangan menakut-nakuti anakmu gitu donk,” kata Pak Tanoto. “Kalo sampe dia percaya dengan omonganmu trus menolak married sama Ferry gimana?”
“Bagaimana bisa ditakut-takuti? Lha wong anakmu ini sudah cinta banget sama dia kok. Masa kamu sebagai papanya nggak tahu,” giliran Bu Lusiani menggoda putrinya.
“Tahu donk. Khan sama kayak mamanya yang jatuh cinta banget sama papanya.”
Gadis itu tertawa bahagia melihat kemesraan kedua orangtuanya.
“Meski kamu mencintai Ferry, tapi mungkin saat ini rasanya ada sesuatu yang nggak sreg. Hal ini normal saja, karena memang setelah ini hidup kamu dan juga dia akan berubah total. Jadi jangan terlalu dipikirkan. Nanti juga hal ini akan hilang sendiri,” kata Bu Lusiani menasehati putrinya.
“OK, Mama,” kata gadis itu sambil memeluk ibunya. “I’ll be all right. I promise.”
Sesaat Bu Lusiani membelai rambut panjang putrinya.
“See you next time, Papa,” kata gadis itu kemudian sambil memeluk papanya.
“Please call me later when you arrive.”
“And please call us when you’re ready to go back.”
Pak Tanoto mencium kening putrinya.
“I love you.”
“I love you too Mom, Dad.”
Beberapa saat kemudian, terbanglah helikopter itu membawa pasangan suami istri konglomerat itu. Sementara gadis itu memandang ke atas sambil melambaikan tangannya. Rambut panjangnya yang dibiarkan terurai kini jadi melambai-lambai terbawa angin dari baling-baling helikopter itu. Sementara daster putihnya juga ikut terdorong oleh angin, membuat lekuk indah tubuhnya tercetak cukup jelas. Apalagi dasternya terbuat dari bahan sutera yang halus sementara tubuhnya memang pada dasarnya cukup berisi. Setelah itu masuklah gadis yang rambutnya kini agak awut-awutan itu ke dalam. Apalagi kini ia merasa agak kedinginan. Namun hatinya bahagia melihat kemesraan orangtuanya barusan. Setelah married nanti, aku juga pengin punya kehidupan seperti papa dan mama, batinnya. Dan ia yakin, Ferry kekasihnya adalah pria yang tepat untuk dirinya.
--@@@@--
Gadis itu adalah Sandra, putri sulung Pak Tanoto dan Bu Lusiani. Usianya 23 tahun. Ia baru saja menyelesaikan kuliah Masternya di UC Berkeley, USA dengan nilai yang sangat memuaskan. Memang ia adalah seorang gadis yang cemerlang. Sebenarnya ia ditawari oleh banyak perusahaan besar di AS. Namun ia memilih untuk pulang membangun bisnis keluarga. Kini, ia bertanggung jawab mengurus dan membesarkan bidang bisnis baru yang sungguh merupakan sebuah tantangan yang amat menarik baginya. Kehidupan pribadinya pun juga cukup berhasil. Selama di Amerika, ia menjalin hubungan dengan pacarnya, Ferry, yang juga adalah seorang pria muda cemerlang dengan background yang kurang lebih setara dengan dirinya. Hubungan keduanya telah diketahui dan disetujui oleh kedua keluarga mereka. Bahkan orangtua Ferry baru saja secara resmi meminang dirinya. Rencananya mereka akan melangsungkan pernikahan akhir tahun ini. Sebagai seorang gadis muda, Sandra termasuk figur yang menjadi pujaan banyak pria. Wajahnya memang cantik menawan. Penampilannya selalu anggun dalam kondisi apa pun. Rambutnya panjang sedada. Kulit wajah dan tubuhnya begitu putih. Postur tubuhnya juga termasuk sempurna. Cukup tinggi untuk ukuran gadis Asia, langsing, dengan dada dan pinggul yang cukup berisi. Meski seorang putri konglomerat dengan segala kemewahan, ia selalu rajin menjaga kebugaran tubuhnya dan tentunya juga keindahannya. Olahraga adalah satu kegiatan yang selalu rutin dilakukan. Selain itu juga ia selalu merawat tubuhnya. Tak heran kalau ia selalu menjadi pusat perhatian semua orang terutama kaum lelaki di manapun ia berada. Selain kecantikan fisik dirinya, juga aura daya tarik serta kharismanya membuat ia selalu menjadi impian banyak lelaki yang melihatnya. Meskipun pintar, cantik, dan kaya, ia tak lantas menjadi sombong. Sebaliknya, ia selalu ramah kepada siapa pun termasuk kepada orang-orang yang di bawahnya. Tak heran kalau ia semakin menjadi buah bibir kekaguman orang banyak.
--@@@@--
Saat itu, Sandra baru saja mendapat telpon dari mamanya, kalau mereka telah tiba di rumah dengan selamat. Sesaat kemudian, ia memanggil Mbak Sari, salah satu pembantunya untuk datang ke kamarnya. Setelah itu pintu kamar dikunci. Lampu diredupkan menjadi agak remang-remang namun masih bisa melihat seluruh isi kamar. Sandra melepas dasternya. Lalu ia menanggalkan branya. Ia hanya tinggal memakai celana dalam saja. Celana dalam yang tipis sehingga isi dalamnya dapat terlihat jelas. Mata Mbak sari tak dapat menyembunyikan rasa kekagumannya. Meski sama-sama wanita, ia dapat merasakan daya tarik kewanitaan Sandra yang terpancar begitu kuat. Hmm, sungguh beruntung sekali pria yang bisa mendapatkan Non Sandra, batinnya. Wajahnya sungguh cantik. Rambutnya terurai bebas. Kulitnya begitu putih halus. Dan, ooh, tubuhnya begitu sempurna. Terutama payudaranya. Keduanya begitu kencang dan padat. Sama sekali tak ada yang menggantung atau sagging. Keduanya begitu simetris. Keduanya begitu indah. Apalagi kedua putingnya yang lingkarnya kecil namun menonjol ke depan nampak sungguh menggairahkan. Warnanya yang kemerahan terlihat begitu segar. Pahanya yang putih nampak sungguh mulus. Pinggulnya bulat menonjol. Dari balik celana dalam tipisnya, terlihat jelas bulu vaginanya yang tertata rapi yang begitu kontras dengan tubuhnya yang putih. “Non sungguh cantik,” kata Mbak Sari memuji tulus sambil menatap tubuh telanjang nona majikannya itu.
--@@@@--
Sementara Sandra sedang dipijit oleh Mbak Sari dengan tubuh hampir telanjang bulat. Saat itu ada sosok tubuh menuruni tebing curam dalam kegelapan malam. Bagaikan hantu, sosok itu terus berendap-endap turun tanpa bersuara. Ia tak menggunakan alat pembantu sama sekali. Tebing curam dengan batu-batu yang cadas dan keras itu dituruni dengan kedua tangan dan kakinya yang telanjang! Sementara di atas sana, tiba-tiba terdengar suara sirene dan lampu sorot berkekuatan tinggi bergerak kesana kemari.
“Kusno kabur! Kusno kabur! Ayo cari dia! Dia pasti turun melalui tebing itu. Ayo kejar!” Demikian teriakan orang-orang diatas sana.
“Tetapi, Pak. Tebing itu sungguh terjal dan kita tak mempunyai alat memadai. Apalagi langit begitu gelap…” kata salah seorang di atas sana. Sorot lampu makin banyak bergerak kesana kemari.
Membuat sosok itu menempelkan dirinya di tebing bagaikan cicak, Ia sama sekali tak berani bergerak.
“Ayo, tembak saja!” Dan, terjadilah suara desingan ratusan peluru yang ditembakkan ke bawah. Dan… aahhhh! Terdengar jeritan tertahan sosok itu. Rupanya ada satu peluru menyerempet bahunya.
“Ayo, tembak terus!”
Sosok itu kini jadi nekat. Daripada mati konyol kena peluru nyasar, mending nekat turun saja. Begitu sampai di dasar, aku akan selamat, batinnya. Dengan keyakinan itu, tanpa mempedulikan desingan peluru dan pancaran lampu sorot, ia terus menuruni tebing itu dengan beberapa luka gores akibat terkena batu-batuan cadas tebing itu.
--@@@@--
Mbak Sari kini telah meninggalkan Sandra sendirian di kamarnya. Sandra membuka penutup jendela kamarnya, sehingga dari tempat tidurnya ia bisa melihat jutaan bintang bertaburan di angkasa. Apalagi saat itu sedang tak ada bulan. Sehingga langit menjadi lebih gelap gulita. Sementara penutup jendelanya dibuka, kaca jendelanya tetap ditutup untuk mencegah udara luar masuk ke dalam. Kamar itu dilengkapi dengan penghangat ruangan. Sehingga sedingin apa pun udara di luar, suhu di dalam kamar tetaplah hangat. Sehingga kini Sandra malah bisa tidur tanpa mengenakan pakaian satu potong pun! Sementara ia tak khawatir akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan karena pintu kamarnya telah terkunci rapat dengan tiga jenis kunci pengaman yang berbeda. Sementara jendela kamarnya menghadap tebing curam sehingga tak mungkin ada orang dari arah sana. Apalagi, langit gelap di malam hari. Sementara sosok itu kini telah mendarat di tempat datar. Tubuhnya penuh luka-luka. Namun kini tak ada suara desingan peluru ataupun lampu sorot. Pandangan matanya tertuju ke sesuatu yang menarik perhatiannya. Ia menatap dengan tajam seolah mampu melihat dalam kepekatan malam. Dengan kedua langkah kaki yang diseret, bagaikan zombie ia terus berjalan menuju kesana dengan pandangan tajam seperti mata elang…
Siapakah dia?
Apa yang menjadi perhatiannya?
@@@@@@@@@@@@@
Fajar telah tiba. Matahari pagi mulai bersinar membuat langit berangsur menjadi kuning keemasan. Sejumlah awan yang diterpa sinar matahari membuat suasana langit semakin indah. Sandra telah bangun dari tidurnya. Ia berdiri di depan balkon kamarnya. Hatinya sungguh terkesan dengan pemandangan indah yang terhampar di depannya ini. Sementara kicau burung terdengar merdu saling sambung menyambung. Angin pagi yang segar menerpa wajahnya, memainkan sebagian rambutnya yang terurai kesana kemari. Meski agak kedinginan, Sandra tetap bergeming. Karena dibandingkan kehidupan kota besar yang selalu sibuk, macet, bising, penuh polusi, dengan tingkat stress tinggi, apa yang dirasakan sekarang ini adalah suatu kemewahan. Sungguh menarik namun ironis. Bagi kebanyakan orang apalagi penduduk desa ini, kehidupan keluarga Sandra sungguh tak terbayangkan kemewahannya. Namun sebaliknya, Sandra justru menemukan sebuah kemewahan yang tak ditemukan di kehidupan sehari-harinya di desa yang terpencil dan sederhana. Satu hal biasa yang terjadi setiap hari di desa terpencil itu merupakan sebuah kemewahan bagi gadis yang hidupnya bergelimang kemewahan. Langit yang berwarna keemasan sungguh serasi dengan keindahan alam pegunungan di sekitarnya. Hamparan hijau pepohonan di pegunungan yang sambung menyambung itu kini mulai diterangi sinar keemasan. Sementara di beberapa tempat, terutama yang belum terkena sinar matahari, terdapat sejumlah kabut yang menyelimuti. Yang lama akan digantikan oleh yang baru. Dalam hal ini kabut itu akan segera hilang sementara matahari akan semakin terik seiring dengan berjalannya waktu. Namun saat keduanya eksis pada masa transisi seperti saat ini, hasilnya adalah pemandangan surreal yang sungguh menakjubkan! Sandra menoleh ke tempat lain. Dilihatnya hamparan lembah yang cukup luas, yang nampak kontras dengan jajaran pegunungan di dekatnya. Di lembah itu terdapat dua sungai kecil yang sama besar dan berarus deras. Mata Sandra bergerak mengikuti aliran kedua sungai itu. Salah satu sungai berasal dari anak gunung di dekat lembah. Sementara sungai yang lain berasal dari arah yang berbeda. Kemudian kedua sungai itu mengalir sejajar untuk beberapa saat sebelum akhirnya keduanya bertemu dan bergabung menjadi satu.
“Aku dan Ferry adalah dua anak sungai itu”, batinnya, “awalnya kami berdua adalah dua sungai yang berbeda lalu bertemu dan mengalir bersama secara beriringan. Setelah itu akhirnya bergabung menjadi satu.”
Dipandanginya titik pertemuan kedua sungai itu untuk beberapa saat. That confluence, is the day when we get married. After that point, we’ll merge into one river.
“Setelah married… hidupmu, hidup kalian berdua akan berubah. Kalian bukan dua orang yang terpisah lagi, tetapi satu keluarga,” kata-kata mamanya terngiang di dalam batinnya.
Namun…. Semua ini rasanya berjalan terlalu cepat. Sepertinya aku belum siap untuk meleburkan diri ke dalam sebuah keluarga. No, nothing wrong with Ferry. He’s great. The greatest man I could ever get. And I love him so much. Tetapi.. semua ini terlalu cepat. Aku masih ingin enjoy sebagai diriku. Sebagai Sandra, bukan Mrs Xxxx. Kalau saja arus air bisa dikurangi kecepatannya, batinnya sambil memandang lekat ke partikel air yang mengalir deras. Pandangan Sandra kini tertuju ke kaki gunung yang masih berkabut itu. Wow, the mist is still there. It lingers! Sandra membayangkan dirinya adalah kabut tersebut. What a beautiful sight! Gadis cantik itu tersenyum memandang “dirinya” dengan takjub untuk beberapa saat lamanya. Tak jelas apakah ia juga menyadari kalau dirinya yang sesungguhnya juga merupakan satu pemandangan indah, bahkan mungkin berkali-kali lipat keindahannya. Apalagi saat itu ia hanya memakai daster putih tanpa apa-apa di baliknya.
--@@@@--
Penjara Pagarwesi merupakan penjara rahasia dengan sistem keamanan tingkat tinggi untuk menampung para tahanan yang penting dan berbahaya. Tak ada orang awam atau bahkan penduduk setempat yang tahu akan keberadaan tempat ini. Bahkan di kalangan aparat pun, hanya satuan khusus tertentu yang tahu akan penjara ini. Meski jaraknya hanya sekitar 20 km dari desa terdekat (dan 30 km dari desa Sukamadu), namun tempat itu begitu terisolasi karena berada di sebuah bukit yang dikelilingi oleh hutan lebat serta jurang dalam yang tak pernah ditempuh manusia. Selama ini jangankan manusia, bahkan burung pun tak mampu keluar hidup-hidup apabila hal itu tak diinginkan oleh para penjaga. Penjagaan yang super ketat ditambah dengan akses yang hanya mungkin lewat udara, membuat penjara itu begitu ketat dan terisolasi. Dan, kepercayaan berbau mistis di kalangan penduduk desa terhadap hutan yang tak boleh sembarangan dilalui itu membuat semuanya terkesan semakin misterius dan rahasia. Oleh karena tingginya tingkat kerahasiaan, bahkan helikopter Pak Tanoto yang merupakan konglomerat papan atas di negeri ini pun dilarang melewati daerah sekitar bukit itu. Mereka harus mengikuti jalur agak memutar melewati sisi lain pegunungan. Sehingga, meskipun sering keluar masuk ke daerah ini, tidak ada satu pilot pun yang tahu adanya penjara tersebut. Apalagi dengan rute yang dijalani, pandangan ke bukit itu jadi terhalang oleh gunung besar. Di penjara di atas bukit itu, seandainya ada tahanan yang mampu kabur dari penjagaan ia tak mungkin bisa keluar dari tempat itu hidup-hidup. Selain penjagaan super ketat, satu-satunya jalan keluar adalah menuruni tebing tinggi. Tanpa peralatan memadai, hal itu sama saja dengan bunuh diri. Setelah berhasil menuruni tebing, ia masih harus menembus hutan lebat dan pegunungan terjal sekitar 20 km untuk mencapai desa terdekat. Itu dengan catatan kalau orang tersebut tahu ke arah mana ia harus berjalan. Kesulitan itu masih ditambah dengan banyaknya ular berbisa, kalajengking, dan hewan-hewan beracun lainnya. Saat ini suasana di dalam penjara itu sungguh tegang. Ini bukan cuma sekedar kaburnya seorang napi kelas berat. Namun dengan menghilangnya Kusno, keangkeran penjara Pagarwesi menjadi ternodai.
“Kalo menurut pendapat saya, Kusno saat ini pasti sudah mampus,” kata pria berkumis tipis itu. “Tetapi, sebelum mayatnya ditemukan, kita tak boleh beranggapan seperti itu,” pria agak tua yang menjadi atasannya ini berkata.
“Saya ingin kamu mengerahkan anak buahmu turun ke bawah mencari Kusno bangsat itu. Sebelum matahari terbenam, Kusno harus sudah dibawa kembali disini…hidup atau mati!”
“Siap Pak,” kata pria berkumis itu sambil memberi hormat.
--@@@@--
Pada saat bersamaan, di dalam hutan lebat tak jauh dari sana...
Sosok tubuh hitam lusuh itu menghentikan langkahnya. Tubuhnya penuh dengan sejumlah luka gores dan dua luka tembakan. Ia mengambil beberapa dedaunan jenis tertentu yang kemudian digerus dengan batu dan dicampur dengan air. Kemudian dioleskannya ke luka-luka di tubuhnya. “Aaahh!” Ia mengerang kesakitan setiap kali lukanya tertoreh oleh campuran dedaunan itu. Namun ia tak mempedulikannya. Satu-persatu seluruh lukanya telah dioles oleh dedaunan itu. Setelah itu ia berjalan kembali tanpa mempedulikan luka-luka di tubuhnya. Sampai akhirnya ia sampai ke sungai kecil dengan arus cukup deras. Ia termenung sejenak. Dengan tenaganya yang luar biasa kini ia menyeret sebuah batang pohon besar yang telah mati di tanah. Namun, tiba-tiba… ular kobra! Di balik batang itu ada ular kobra yang terkejut dengan kehadirannya secara tiba-tiba. Ular itu mendesis dan memandang tajam ke arahnya. Bahasa tubuhnya mengatakan kalau ia sedang marah dan siap menyerang. Sementara ia juga memandang tajam ke arah ular tersebut. Ia tahu kalau ia lari atau menunjukkan rasa takut, maka naluri pemburu ular itu akan langsung menyerangnya. Untuk beberapa saat terjadi stand off yang menegangkan antara dirinya dan ular kobra itu. Namun beberapa saat kemudian, ular itu nampak surut mentalnya. Akhirnya ia beringsut pergi meninggalkan tempat itu. Setelah itu ia melanjutkan niatnya menyeret batang pohon itu dan didorongnya ke dalam sungai. Lalu ia duduk di atas batang besar yang terdorong arus air. Ia bergerak menjauhi tempat itu mengikuti arus sungai.
--@@@@--
Setelah puas menyaksikan keindahan alam sambil terbawa oleh lamunannya, Sandra akhirnya masuk ke dalam kamarnya lagi. Ia masuk ke kamar mandi sambil membawa pakaian lalu menutup pintunya. Beberapa saat kemudian ia keluar dengan wajah segar. Pakaian santai hijau yang dikenakannya terlihat indah. Dan ia nampak cantik dengan pakaian itu. Saat berjalan, kadang tercetak pinggul indahnya yang berisi di balik dasternya. Sementara keindahan di dadanya nampak lebih kentara lagi. Tonjolan indah di dadanya sedikit banyak menunjukkan bentuk indah payudaranya yang aman tersembunyi di balik daster dan bra yang melekat pada dirinya. Sandra keluar dari kamarnya yang berada di lantai dua dan berjalan menyusuri koridor berkarpet indah. Lalu ia berjalan cepat menuruni anak tangga marmer dengan pegangan kokoh di kedua sampingnya.
--@@@@--
Kusno |
--@@@@--
Kemunculan Sandra disambut dengan ramah oleh para pegawainya yang saat itu berada di sana. Satu persatu mereka menyapa gadis itu, diawali dari Pak Sartono sebagai kepala staf rumah tangga lalu berturut-turut disusul oleh yang lebih rendah jabatannya. (Berbeda dengan keluarga biasa dimana setiap pembantu mempunyai level yang sama, pembantu keluarga orang kaya levelnya berjenjang-jenjang. Diantara kaum pembantu pun, ada senioritas, pangkat, jabatan, pembagian tugas (tukang masak, tukang kebun, pembantu rumah tangga, dll) serta tentu saja… politik! Jadi tidaklah heran kalau mereka semua berlomba-lomba menyenangkan hati majikannya termasuk gadis ini). Namun rasa suka dan simpati mereka terhadap nona majikannya yang cantik ini memang terjadi secara tulus. Selain itu juga mereka semua menghormatinya. Tak dapat dipungkiri kalau seluruh pria normal (termasuk para pembantu cowok yang notabene adalah cowok juga) tentu mengagumi kecantikan dan merasakan tingginya daya tarik gadis ini. Namun mereka semua menghormati seluruh anggota keluarga majikannya terutama anak gadisnya. Sehingga mereka bahkan tak berani membayangkan hal-hal tak senonoh terhadap gadis muda ini. Bahkan kacung yang paling genit yang kadang suka menggoda pembantu perempuan pun, menjadi amat alim terhadap gadis ini seperti terhadap ibu atau kakak perempuannya sendiri. Ia bahkan tak berani memandang terlalu lama gadis ini lebih dari yang seharusnya. Sebaliknya Sandra pun juga tahu bagaimana bersikap dan menempatkan dirinya. Meskipun ramah terhadap siapa pun, ia tetap menjaga jarak terhadap pegawainya terutama pegawai pria. Demikian pula dalam hal berpakaian. Meski di dalam ruang privacy-nya ia suka berpakaian semaunya (atau bahkan tak memakai apa-apa), namun di depan mereka ia selalu berpakaian cukup sopan. Tentu ia selalu memakai bra dan tak pernah memakai pakaian yang terlalu terbuka. Memang pada dasarnya ia juga tak suka berpakaian seperti itu yang mengundang perhatian yang tak perlu. Sementara keanggunan dan pesonanya yang timbul dari dalam, membuat ia seperti seorang putri kaum ningrat kelas atas. Setelah menikmati breakfast yang lezat, Sandra mengakses Facebook-nya dengan iPad-nya sejenak. Meski desa itu tak ada telpon apalagi Internet, namun villa itu punya akses keduanya melalui satelit berkecepatan tinggi. Selain komunikasi dengan dunia luar yang cukup canggih, villa itu didekorasi secara mewah dan juga dilengkapi dengan segala macam home entertainment kelas tinggi. Villa itu juga dilengkapi dengan beberapa kolam jacuzzi, ruang fitness, kolam renang baik indoor maupun outdoor, dan lain sebagainya. Secara keseluruhan, villa itu punya belasan kamar tidur untuk anggota keluarga, belum termasuk tempat tidur para pegawai. Kamar Sandra termasuk salah satu yang terindah dekorasinya selain juga cukup luas dengan terdiri dari beberapa bagian. Kamar itu terletak di pojok bangunan dengan tingkat privacy paling tinggi. Sementara para pegawainya sebagian adalah penduduk lokal sebagian lagi didatangkan dari kota. Mereka bekerja secara shift tiap minggu. Sehingga paling tidak seminggu sekali ada helikopter yang datang dan pergi membawa mereka dan juga perbekalan untuk seminggu. Sandra kemudian berjalan-jalan di halaman luar. Disana, lagi-lagi para pegawainya satu persatu menyapanya dengan ramah. Kemudian ia melihat-lihat taman indah dengan aneka jenis tanaman hias itu dengan ditemani oleh tukang kebun yang dengan semangat menjelaskan banyak hal tentang berbagai jenis tanaman.
--@@@@--
“Lapor Pak. Jejak Kusno tak terlihat.”
“Apakah anak buahmu sudah mencarinya sampai ke dasar?”
“Betul Pak. Dan sama sekali tak terlihat jejaknya,” kata pria berkumis itu berbohong. Karena sebelum sampai dasar, ia menyuruh anak buahnya kembali. Menurutnya hal itu tak perlu dan cuma membuang waktu saja. Karena ia punya ide lain disamping yakin kalau Kusno telah mati jatuh ke dasar jurang. Sementara atasannya berkeras untuk menemukan mayat Kusno kalau ia memang telah mati.
“Maaf Pak. Menurut saya kita tidak perlu mencari ke dalam hutan. Selama ia tak dapat mencapai pemukiman penduduk, cepat atau lambat ia akan mati di dalam hutan juga,” katanya. “Dan, selama ia tidak mencapai pemukiman, bagi kita tak terlalu masalah juga apakah dia hidup atau mati bukan?”
“Hmmm….,” pria itu merenung sejenak memikirkan hal itu. “Lalu apa rencanamu?”
“Menurut saya, sebaiknya kita secepatnya bergerak ke desa pemukiman penduduk dan menunggu disana beberapa saat. Begitu ia muncul langsung kita sergap.”
“Lalu desa mana yang akan kau datangi?”
“Di dekat sini ada dua desa. Desa Sukawangi dan Sukamadu. Desa Sukawangi lebih dekat dari sini. Oleh karena itu menurut saya kita fokus kesana dulu.”
“Baiklah, kalau begitu, Letnan Zulkifli, laksanakan rencanamu. Helikopter akan segera mengangkut kalian kesana.”
“Siap, Kapten.”
Zulkifli salah perhitungan. Memang betul jarak desa Sukawangi lebih dekat. Namun Kusno tak menuju kesana. Zulkifli kalah segalanya. Ia tak tahu ada sungai yang mengalir menuju ke arah Sukamadu dan ia tak tahu kalau Kusno memanfaatkan sungai itu untuk menuju kesana tanpa mengeluarkan tenaga sedikit pun. Sementara para pemburu itu mencari di tempat yang salah, yang diburu sedang tertidur pulas memeluk batang pohon yang “go with the flow” mengikuti aliran sungai….
--@@@@--
Sore itu Sandra memutuskan untuk turun ke desa Sukamadu tempat para penduduk desa itu tinggal. Ia begitu segar dan cantik meski memakai celana jins dan baju atasan sederhana tanpa make up wajah apa pun. Disana lagi-lagi ia menjadi pusat perhatian. Kembali semua orang bersikap ramah dan menyambut dirinya dengan penuh semangat. Sandra menyempatkan diri berbincang-bincang dengan mereka semua. Saat ia berhenti di salah satu rumah (atau tepatnya gubuk tinggal) mereka, para penduduk yang lain pada berdatangan kesana. Ia bagaikan seorang selebritis. Anak-anak kecil pada mengerubutinya pengin main ataupun sekedar menyapanya. Sementara para orangtua juga tak mau kalah ikutan menyambut gadis ini sambil menawarkan segala macam buah atau makanan yang ada. Bahkan mereka rela memberikan semuanya kepada gadis ini seandainya ia menghendakinya. Inilah kebaikan sekaligus keluguan para penduduk desa itu yang berbeda kontras dengan gaya hidup orang-orang kota. Membuat Sandra cukup terkesan dengannya. Gadis-gadis muda dan para ibu juga ingin mengajaknya berbincang-bincang. Sementara para pemuda berlomba-lomba untuk menyapa dan mendapat perhatian dari gadis cantik itu. Hati mereka seketika berbunga-bunga saat mendapat respon. Bait nyanyian “nona manis yang punya kita semua”, betul-betul berlaku disini. Meski begitu, tak ada tindakan, ucapan, bahkan pandangan tak senonoh terhadap dirinya. Oleh karena itu Sandra pun juga tak keberatan berbincang-bincang dengan mereka. Malah ia menyempatkan untuk mendatangi dan mengobrol dengan empat pemuda desa yang sedang berkumpul di depan balai desa. Bisa dibayangkan, sungguh pemandangan yang tak lazim terjadi. Seorang gadis putri konglomerat kaya dari ibukota yang putih cantik dan high class duduk di lantai bersama empat pemuda desa yang sederhana. Dari penampilan dan pakaiannya saja sudah terlihat jelas perbedaan di antara mereka. Meski potongannya terlihat sederhana, namun semua yang melekat di tubuh Sandra adalah barang bermerk terkenal dengan harga mahal. Sementara keempat pemuda itu hanya memakai sarung dan celana pendek lusuh dengan kaus oblong yang telah berlubang-lubang. Dua diantaranya malah bertelanjang dada. Dalam kehidupannya sehari-hari, sungguh tak mudah ia berdekatan dengan sembarang pria. Namun kini ia dengan bebas bercakap-cakap dengan ramah bahkan sempat tertawa bersama mereka.
--@@@@--
Petang hari, Kusno akhirnya mendarat. Di depan ia mendengar suara air terjun. Sebelum jatuh terbawa arus sungai, ia dengan cepat melompat ke pinggir sambil tak lupa membawa batang kayu itu ke darat. Ia tak ingin batang kayu itu jatuh menimpa sesuatu di bawah nanti. Setelah itu ia menanggalkan seluruh pakaian yang masih melekat di tubuhnya. Kemudian menceburkan diri ke sungai yang dingin itu. Setelah beberapa hari tak mandi dan membersihkan badan, kini ia membersihkan seluruh badannya. Campuran dedaunan yang pagi tadi dioleskannya itu betul-betul mujarab. Saat ini luka-lukanya telah hampir mengering dengan cepat.
--@@@@--
Sementara Kusno sedang mandi bugil di sungai, saat itu Sandra sedang asyik berendam di kolam jacuzzi. Sementara cowok keras itu menutup tubuhnya dengan kedua tangannya dan menggigil menahan dinginnya air sungai di kala petang hari, Sandra dengan telanjang bulat telentang di tengah kolam jacuzzi-nya menikmati hangatnya air. Saat Kusno keluar dari sungai, terlihat tubuhnya yang hitam kasar penuh dengan tato dan goretan luka. Sementara Sandra begitu putih mulus dan indah sempurna. Sungguh kontras sekali perbedaan peristiwa yang dialami oleh dua anak manusia yang berbeda segalanya itu pada saat yang bersamaan di dua tempat berbeda. Akankah akan terjadi pertemuan dalam hidup mereka berdua? Seandainya terjadi, apakah pertemuan itu berlangsung singkat tanpa makna atau akan terjadi turbulensi hebat dalam kehidupan mereka berdua? Pagi-pagi sekali Sandra telah keluar dari kamarnya. Ia duduk di taman seorang diri, menatap lukisan hasil karya maha agung yang tak terhingga luasnya itu.
“Pagi, Non.” Tiba-tiba ada suara memecah keheningan suasana.
“Eh, Mas Karjan. Kok pagi-pagi sekali sudah mulai kerja?” sapa Sandra yang tersadar dari lamunannya dan menoleh ke tukang kebun itu.
Ia melihat Karjan membawa sejumlah barang perkakas.
“Saya memang biasa mulai kerja jam segini, Non,” jawab tukang kebun itu menjawab gadis majikannya.
“Memang biasa Mas Karjan tidur jam berapa,” tanya Sandra lagi.
Dalam hati ia berpikir orang ini bangun pagi-pagi tiap hari untuk bekerja, sementara dirinya bangun pagi hanya untuk menikmati pemandangan indah. Memang kehidupan kadang tak adil. Dan, kehidupan penduduk di desa bawah lebih berat lagi dibanding tukang kebun ini.
“Oh, saya biasa tidur jam 12 malam, Non.”
“Omong-omong, Mas Karjan nggak kedinginan?” tanya Sandra melihat pegawainya itu hanya memakai kaus singlet.
“Oh, nggak Non. Seperti ini mah sudah biasa.” Pemuda itu terlihat senang. Ternyata gadis selevel Sandra masih memperhatikan orang kecil seperti dirinya.
“Wah hebat mas. Padahal aku yang sudah pake jaket gini masih merasa kedinginan,” kata Sandra sambil memegang bagian depan jaketnya.
“Yah, maklum orang kampung Non. Sudah biasa hawa dingin seperti ini. Tapi Non kalo lama disini nanti juga bakal terbiasa,” jawab Karjan.
“Omong-omong, rencana sampai kapan disini Non?”
“Wah, belum tahu juga,” kata Sandra.
“Kalo Non tinggal lama disini, kita juga senang Non.”
“Lho kenapa, Mas?”
“Ya, gimana ya… Pokoknya senang aja Non. Kalo ada majikan, hasil kerja kita ada yang menikmati. Kira-kira begitu Non,” kata Karjan sambil menganggukkan kepala dan tersenyum.
Sandra juga ikut tersenyum mendengarnya. Kemudian Sandra bertanya tentang keluarganya, istri dan anaknya. Untuk beberapa saat lamanya ia berbicara dengan Karjan. Tak lama kemudian pegawainya itu pamit dari hadapannya. Sandra kembali tenggelam dalam pikirannya. Kehidupan pernikahannya nanti mungkin bakal indah seperti halnya yang terjadi pada kedua orangtuanya. Namun ada hal-hal tertentu yang akan hilang dalam kehidupan perkawinan. Seperti misalnya, ia tak yakin apakah ia masih bisa dengan tenang menikmati alam seperti saat ini setelah menikah kelak. Mungkin ia bakal disibukkan oleh banyak urusan rumah tangga. Sandra memikirkan kemungkinan pengunduran tanggal pernikahan. Meski masih akhir tahun, namun tekanan telah mulai dirasakannya sekarang. Tapi, itu akan menimbulkan kesan kurang baik dan membuat sejumlah orang bertanya-tanya. Mungkin Ferry bisa memahaminya. Namun bagaimana dengan calon mertuanya? Dan, tentu beberapa kerabat pasti akan menggunjingkannya. Ah, sudahlah, buat apa memikirkan hal-hal yang belum terjadi. Mending menikmati saja apa yang ada saat ini, apa yang bisa dilakukan saat masih single. Ia bersyukur dengan keadaannya sekarang. Saat ini ia masih cukup bebas melakukan banyak hal yang ingin dilakukan dan yang ingin dirasakannya.
--@@@@--
Sandra berjalan turun menuju ke desa. Disana ia bertemu tiga wanita desa yang usianya sekitar 25-30. Melihat kedatangan Sandra, mereka langsung menyapa.
“Pagi-pagi begini, Mbak-mbak pada mau kemana?” tanya Sandra dengan ramah.
“Kita mau ke sungai, mau cuci baju Non,” jawab salah satu wanita itu. (Sebenarnya Sandra tak ingin dipanggil “Non” oleh mereka. Namun sebagian penduduk sana yang bekerja di villa Sandra ikut-ikutan memanggil “Non” seperti pegawai lainnya. Sehingga sekarang semua penduduk desa itu memanggil dirinya “Non”).
“Oh. Aku boleh ikut, Mbak?” tanya Sandra dengan tertarik.
“Tentu saja. Mari, Non.” Mereka semua gembira gadis dari kota yang cantik ini mau berjalan bersama mereka.
Dan mereka semakin senang saat di sungai Sandra ikut membantu pekerjaan mereka. Awalnya mereka tak mau merepotkan gadis ini. Namun justru Sandra yang sedikit memaksa karena ia ingin merasakan pengalaman yang unik ini. Gila! Kalau teman-teman gua tahu pasti mereka menganggap aku gila. Tapi… kapan lagi bisa merasakan pengalaman seperti ini, merasakan gimana hidup sebagai wanita desa. Kalau sudah married mana bisa begini, batin Sandra dengan geli turun ke sungai dan membasuh kain cucian orang desa. Sementara mereka bertiga memperhatikan Sandra sambil kadang tertawa geli.
#######################
Setelah itu…
“Maaf Non. Sekarang kami mau.. mandi dulu, hihihi,” kata perempuan yang paling muda itu lalu melepas kembennya. Dan hal itu lalu diikuti oleh temannya.
Sehingga ketiga perempuan itu kini telanjang bulat tanpa apa-apa di tepi sungai. Sambil tertawa cekikikan dan agak malu di depan Sandra, mereka masuk ke dalam sungai dan mandi. Sandra sungguh terkejut melihat mereka dengan spontan membuka seluruh penutup tubuhnya di alam terbuka seperti itu. Sementara mereka dengan santainya membilas tubuh, justru Sandra yang merasa agak khawatir. Ia menoleh ke kiri kanan memeriksa apakah ada orang yang mengintip mereka. Apalagi air sungai begitu jernih dan bersih. Siapa pun yang ada di dekat situ pasti dapat melihat tubuh mereka. Sandra yang begitu penasaran dan tak dapat menahan rasa ingin tahunya berjalan kembali ke tepi sungai menghampiri mereka.
“Mbak, mandi di kali seperti ini, nggak takut ada yang ngintip apa ya?”
“Hah? Siapa yang mengintip, Non?” tanya mereka dengan wajah kebingungan.
“Yah, nggak tahu,” jawab Sandra juga agak bingung. “Mungkin ada orang yang kebetulan lewat?”
“Oh, nggak mungkin Non. Semua orang di sini tahu kalau tempat ini bagian khusus perempuan. Jadi nggak ada orang yang kemari jam segini.”
Sandra jadi semakin heran. Sungguh aneh. Di kota, kalo ada orang yang tahu jadwal mandi para perempuan, bisa dipastikan kaum lelaki akan berbondong-bondong datang mengintip. Namun disini justru kebalikannya. Dengan mengetahui jadwal mandi para perempuan, kaum lelaki justru nggak ada yang datang kemari.
Sandra masih penasaran. “Tapi bagaimana kalau ada orang yang sengaja mencuri kesempatan? Yang diam-diam datang kemari?”
“Itu nggak mungkin Non. Nggak ada laki-laki yang berani kemari karena semua orang tahu pagi hari adalah waktu kami mandi di sungai.”
“Tapi bagaimana kalau ada yang melanggar?” tanya Sandra terus penasaran.
“Kalau ada yang berani melanggar aturan, maka orang itu akan mendapat hukuman berat. Dan mengganggu perempuan adalah pelanggaran amat besar. Oleh karena itu, nggak ada yang berani melanggar, Non.”
“Tapi siapa yang memberi hukuman, Mbak?” tanya Sandra keheranan. Karena ia tak melihat ada polisi atau semacamnya di desa ini.
“Yang memberi hukuman ya alam semesta, Non.”
Sandra makin kebingungan.
Tiba-tiba, ide gile muncul di benaknya. “Mbak, memang bener nggak bakal ada orang lewat ya?”
“Aku boleh ikut mandi juga?” Bahkan dirinya tak percaya mulutnya bisa mengeluarkan kata-kata itu!
“Non mau ikut mandi disini juga?”
“Iya Mbak. Soalnya kok kayaknya asyik,” jawab Sandra sambil tersenyum.
“Boleh saja kalau Non mau,” jawab mereka sambil tertawa cekikikan di antara mereka.
Sandra melepas jaketnya. Baju atasnya dilepasnya. Kemudian celana panjangnya. Mungkin aku ini sudah gila… Tapi yah, biarlah aku jadi cewek gila sebentar, batin Sandra dengan hati berdebar melepas bra-nya. Kemudian celana dalamnya juga diloloskan dari tubuhnya. Dengan telanjang bulat Sandra berjalan menuju ke sungai. Sinar matahari pagi yang menerpa tubuhnya yang begitu putih membuat dirinya semakin kemilau. Tiga wanita desa itu memandangi Sandra tak berkedip. Baru pertama kali ini mereka melihat kulit seputih ini. Sementara wajah Sandra yang sungguh cantik dan tubuh yang hampir sempurna membuat mereka semua terkagum-kagum menyaksikan tubuh gadis ini.
“Iiih, Non bagus banget tubuhnya. Kulit Non putih banget ya,” kata mereka membandingkan tubuh mereka sendiri dengan tubuh Sandra.
“Wah, halusnya,” kata salah seorang sambil secara refleks memegang bahu Sandra.
Sementara teman-temannya juga ikut-ikutan. Dan mereka tertawa-tiwi melihat gadis kota yang dikaguminya ini ikutan telanjang dan mandi bersama mereka. Sandra yang tak pernah merasakan telanjang bulat di alam terbuka, sungguh mengalami euforia. Dengan gembira ia mandi dan berenang kesana kemari di sungai tersebut. Ia merasa begitu menyatu dengan alam. Ketiga wanita desa itu tertawa-tawa menyaksikan tingkah Sandra yang seperti anak kecil. Kini mereka yang harus menunggu Sandra. Saat mereka bertiga telah selesai mandi dan kembali berpakaian, Sandra masih sedang asyik berenang-renang di sungai. Beberapa saat kemudian, mereka berempat berpisah. Sandra kembali naik ke villanya, sementara mereka bertiga kembali ke rumah masing-masing. Sandra menyuruh mereka untuk merahasiakan peristiwa barusan dan mereka menyanggupinya. Namun diam-diam mereka berjanji akan melakukannya lagi esok harinya. Ternyata benar, tak ada orang yang berani mendatangi. Dan, mandi telanjang di alam terbuka sungguh pengalaman yang tak terkirakan, batin Sandra dengan gembira.
--@@@@--
Shower itu mengucurkan air hangat. Suaranya kecipakan saat mengenai tubuh Sandra yang telanjang bulat. Ia sedang mandi di kamar mandi mewah di dalam kamarnya. Dibilasnya rambutnya dengan kedua tangannya. Payudaranya yang begitu kencang sungguh indah sekali. Putingnya menonjol merah di tengah dadanya yang putih. Payudara itu bergerak-gerak tiap kali ia menggerakkan tangannya. Rambut kemaluannya menempel jadi satu karena basah. Tubuhnya sungguh putih mulus. Seandainya ada pria yang melihat dirinya saat itu, siapa pun dia, hampir dipastikan bakal runtuh imannya. Karena Sandra sungguh seorang gadis cantik yang begitu sexy menggairahkan! Tapi tentu tak mungkin ada orang yang melihat dirinya saat itu. Ia sedang berada di kamarnya sendiri, yang selalu dikuncinya. Dan ini adalah rumahnya. Sandra masih merasakan euforia peristiwa pagi tadi. Dalam kehidupannya sehari-hari Sandra berada dalam lingkungan yang serba teratur dan monoton. Ia selalu menjaga citranya sebagai anak baik, sebagai gadis alim, sebagai gadis muda kelas atas yang harus pandai membawa diri dan mengontrol emosi serta kelakuannya. Namun kejadian tadi seperti membangkitkan jiwa bebasnya. Saat dimana tak ada aturan yang mengekangnya. Tak ada orang-orang yang membatasi ruang geraknya. Tak ada norma-norma kaku yang mengungkungnya. Saat dimana ia bisa bebas lepas sesuai keinginan hatinya. Sungguh jarang dalam hidupnya ia mengalami hal seperti ini. Dengan statusnya sebagai putri konglomerat kaya, hampir segala sesuatunya selalu pasti dan under control. Segala sesuatunya dalam keadaan terkontrol sesuai dengan kemauannya. Namun pagi tadi ia berada pada situasi yang tak menentu, agak out of control. Meski ia yakin dan percaya dengan omongan tiga wanita itu, namun tak ada jaminan 100% bahwa tak ada orang yang bakal datang dan melihat dirinya telanjang bulat. Ia merasakan ketegangan dan kehebohan internal yang sulit dilukiskan dengan kata-kata, namun juga rasa aman. Ini yang amat penting. Kalau tidak aman, ia tidak akan berani melakukannya. Tapi, omong-omong tentang situasi yang chaotic dan out of control… tiba-tiba tubuhnya menegang saat teringat sesuatu! Ada saat-saat tertentu dimana keadaan berbalik. Saat hal-hal tertentu terjadi diluar kemauannya. Saat ia dipermainkan oleh keadaan. Bahkan saat dirinya berada dalam situasi rentan. Saat ia berada dalam situasi yang memalukan… tapi sekaligus menegangkan. Pikiran Sandra terbayang-bayang …..Saat itu ia berumur 16 tahun. Ia masih kelas 1 SMA. Ia dan Mama sedang di dalam department store. Si mbak penjaga toko datang menyerahkan sebuah bra kepadanya.
”Ini yang ukuran 34C,” katanya.
Sandra memegang bra itu dengan hati agak berdebar. Ukuran dadaku bertambah terus, batinnya. Kini aku telah menjadi gadis dewasa. Sandra termasuk gadis yang agak terlambat masa akil baliknya. Ia baru mendapat menstruasi pertama umur 14 tahun. Saat itu tubuhnya masih belum berkembang. Dadanya masih rata. Sementara teman-temannya sudah mulai tumbuh. Namun setelah itu berangsur-angsur tubuhnya berkembang menjadi tubuh gadis dewasa. Termasuk juga ukuran dadanya. Kini untuk pertama kalinya ia akan memakai bra berukuran 34C. Ukuran payudara seorang gadis dewasa! Hatinya merasa exciting namun sekaligus gelisah dan nervous dengan perkembangan tubuhnya.
“Ruang gantinya dimana? Ada nggak yang dengan pintu terkunci bukan tirai seperti ini?” tanya Mama.
“Oh, ada. Di sebelah sana, ” kata si mbak menunjuk ke ruang ganti yang agak jauh.
“OK kamu coba dulu deh. Mama liat-liat baju disini,” kata Mama kepada Sandra.
Saat berjalan menuju ruang ganti, ia melihat bra berenda tipis yang agak tembus pandang. Melihat itu ia tergoda untuk mencoba memakainya. Seberapa sexy diriku, rasa ingin tahunya muncul. Setelah memastikan tak ada orang yang melihat, terutama Mama, diam-diam dicarinya yang berukuran 34C lalu dibawanya ke ruang ganti. Setelah mencoba bra yang seharusnya, kini dengan hati berdebar dikenakannya bra tipis itu. Dilihatnya di cermin, bra tipis itu tak mampu menyembunyikan payudara indahnya yang terlihat telah tumbuh sempurna. Putingnya yang pinky menyembul menembus bra tipis itu. Kini ia seolah berdiri telanjang tanpa memakai bra. Ia menatap tubuhnya yang putih bersih itu untuk beberapa saat. Ia tersenyum geli. Kemudian dikenakannya baju luarnya. Setiap ia melangkah atau bergerak, payudaranya ikut bergerak-gerak karena bra tipis itu tak sanggup menyembunyikan payudara ranumnya. Membuat payudaranya nampak jelas dan mencolok perhatian. Pada saat-saat tertentu kedua putingnya bisa terlihat dengan amat jelas menyembul keluar. Hatinya berdesir, jantungnya berdetak keras. Look, how sexy you are, hihihi. Di dalam kamar ganti, gadis itu tersenyum –senyum geli melihat pantulan dirinya dalam cermin. OK, enough playing. Sekarang waktunya keluar. Dilepasnya baju luarnya untuk memakai branya yang lama. Tiba-tiba ruangan menjadi gelap! Apa yang terjadi? Hatinya langsung diliputi rasa takut. Ia merasa jangan-jangan ada orang yang sengaja berbuat iseng kepadanya. Oleh karena itu, buru-buru ia langsung memakai pakaian luarnya dan segera keluar. Rupanya seluruh department store itu gelap gulita. Seluruh lampunya mati. Sementara terdengar suara-suara panik dari sejumlah pengunjung.
“Ada apa ini?” tanya Sandra yang kebingungan dalam kegelapan.
“Listriknya mati,” terdengar suara cowok di dekatnya.
“Tiba-tiba mati,” imbuhnya.
Listrik tiba-tiba menyala kembali. Dan saat itu Sandra melihat cowo yang bicara di dekatnya itu adalah cowok berseragam SMA. Sebelumnya ia melihat cowok ini bersama dua temannya sedang memegang-megang BH dan celana dalam wanita yang terpasang di manekin sambil tertawa-tawa dan berkata-kata jorok. Kini dua temannya tak terlihat namun cowok yang kelihatannya dua tahun lebih tua darinya itu terus memandangi dirinya. Sandra sadar kalau dirinya kini bukan anak kecil lagi. Ia telah menjadi seorang gadis cantik. Tak heran kalau cowok berambut gondrong bertampang preman ini memandangi dirinya. Apalagi kulitnya begitu putih bersih beda jauh dengan cowok itu yang berkulit coklat gelap. Namun cowok itu tak hanya memandang wajahnya, justru matanya lebih sering menatap ke dadanya. Tanpa sungkan-sungkan dengan kurang ajar cowok itu terang-terangan memandang ke arah dadanya. Sandra berjalan balik ke kamar ganti saat cowok itu masih terus menatap dadanya.
Di dalam kamar ganti, muka Sandra langsung pucat. Keringat dingin langsung mengucur. Rupanya ia nggak ngeh kalau dirinya masih memakai bra yang tembus pandang itu! Terlihat payudaranya yang bergerak-gerak setiap dirinya bergerak. Saat ia menekan baju luarnya, seketika kedua putingnya menyembul. Apakah cowok tadi melihat seluruh payudaraku? Tanyanya berulang-ulang dengan hati berdebar. Apakah cowok itu melihat puting dadaku menembus tercetak jelas? Dengan perasaan tak menentu, Sandra memakai branya dan baju luarnya kembali. Lalu ia buru-buru keluar meninggalkan kamar ganti. Dikembalikannya bra tipis itu di tempatnya. Namun saat ia melakukan itu, cowok itu melihatnya! Mata cowok itu menatap ke bra tipis itu, lalu memandang wajah Sandra. Kemudian memandang dadanya. Saat pandangan mereka beradu, Sandra sungguh merasa malu. Ia tahu cowok itu melihat bahwa bra yang baru ditaruhnya itu cukup tipis sampai-sampai tembus pandang. Sandra tahu kalau cowok itu juga ngeh kalau ia barusan memakai bra tipis itu. Hatinya berdebar keras. Ia tak tahu sejauh mana cowok itu mampu melihat payudaranya. Mungkin dia nggak ngeliat karena waktunya juga tak terlalu lama, katanya mencoba menghibur diri. Tapi kalau sampai cowok itu melihatnya, artinya – aduh OMG – cowok itu telah melihat dadaku. Ia adalah cowok pertama yang melihat payudaraku setelah tumbuh sempurna! Aduh, amit-amit! Ia merasa malu sekali. Apalagi cowok itu kini terus memandangi dada Sandra. Seolah penasaran ingin melihat lebih jelas atau lebih lama lagi. Segera ia mengajak Mama buru-buru pergi dari sana secepatnya. Mata Sandra menerawang jauh. Badannya menegang. Ia telah melihat dadaku. Cowok berandalan itu telah melihat payudaraku dengan jelas, batinnya sambil tangannya menggerayangi sekujur tubuhnya. Ia tak dapat melupakan ekspresi wajah mupeng cowok itu. Cowok geng berandalan itu sedang menatap puting dadaku yang keluar menembus baju. Ia pasti telah melihatnya dengan jelas. Apalagi bajuku berwarna terang. Sandra membatin sambil mengeluh. Payudaranya yang putih mulus telah dilihat oleh cowok hitam bertampang preman itu, batinnya sambil menyentuh bagian-bagian sensitif tubuhnya. Mulut Sandra sedikit menganga. Pandangannya kosong dan jauh. Diraba-rabanya payudaranya. Cowok itu menggerayangi diriku. Oooh, dia berbuat tak senonoh terhadap diriku. Namun aku tak berdaya. Kini kedua tangan hitam cowok itu bahkan meraba-raba pangkal pahaku. Dan aku tak mampu menepisnya… Aku tak kuasa menghalanginya. Ooohh…. Ooohhhh….. Perlahan Sandra beringsut turun ke bawah sampai terduduk di lantai. Disentuh-sentuhnya kedua putingnya berwarna kemerahan itu. Tubuh Sandra menggeliat-geliat. Makin lama makin liar. Vaginanya digesek-geseknya. Puting payudaranya dimainkan dengan jari-jarinya. Sandra mengerang-erang. Badan cowok yang hitam itu menindih tubuhku yang putih mulus. Dan kini, aduuh, ia memasuki diriku…. Penis hitam cowok itu masuk dan menghunjam-hunjam di dalam diriku. Aahhhh….aaahhh…. Tubuhku berguncang-guncang. Penis perkasa cowok itu terus menerus keluar masuk tak henti-henti di dalam diriku…. Ooohhh…. Ooohhh….. Aaahhhh…. Tubuh Sandra menggelinjang. Mulutnya kini mengeluarkan desahan-desahan erotis.
Air shower itu terus mengucur sambil mengeluarkan uap panas. Namun, gadis mulus berkulit putih itu sama sekali tak mempedulikan shower yang masih menyala itu. Sandra kini sedang larut total tenggelam di alam fantasi liarnya. Tubuh Sandra menggelinjang-gelinjang. “Air” yang kini dirasakan adalah cairan berlendir yang terus menerus keluar dari liang vaginanya. Tubuh Sandra terus menggelinjang-gelinjang di lantai kamar mandi itu. Jari-jarinya memainkan klitorisnya dan puting payudaranya bergantian. Suara desahan dan rintihan erotisnya makin lama makin liar. Di sana ia mengalami orgasme berkali-kali. Dan malamnya Sandra baru keluar dari kamarnya setelah lewat pukul 7 malam. Total enam jam lamanya ia berada di kamar. Sandra adalah seorang gadis cantik dengan daya tarik yang amat tinggi. Penampilannya selalu menawan dan bercita rasa tinggi. Baik itu di pesta, acara-acara sosial, maupun kegiatan sehari-harinya. Selain itu, sikapnya yang anggun ditambah dengan wajahnya yang cantik innocent membuat citra gadis alim melekat kuat pada dirinya. Apalagi memang selama ini perilaku Sandra juga amat mendukung hal itu. Tak pernah sekalipun terdengar omongan-omongan yang bernada miring terhadap dirinya. Yang ada hanyalah puji-pujian terhadap dirinya. Membuat ini semua semakin menaikkan nilai dirinya. Selain cantik, pintar, dan kaya, Sandra boleh dikata cukup beruntung mempunyai keluarga yang cukup harmonis. Kedua orangtuanya rukun-rukun saja. Sementara ia juga cukup dekat dengan kedua orangtua dan saudaranya. Melihat keadaan Sandra saat ini, tentu tak seorang pun yang menyangka kalau gadis itu pernah mengalami krisis kepercayaan diri dimana dirinya merasa “kurang memenuhi syarat” menjadi seorang wanita. Gadis secantik ini merasa kurang “wanita” dibanding wanita lain? Sungguh aneh tapi nyata namun hal itulah yang terjadi di saat pra-remaja dan juga ketika usia puber. Saat itu hubungan dengan orangtuanya tak sedekat saat ini. Selain itu juga ia termasuk “terlambat” tumbuh. Ia baru mendapat menstruasi pertama saat berumur 14 tahun. Dan di saat teman-temannya telah mengalami pertumbuhan fisik menjadi gadis dewasa, pada dirinya masih belum ada tanda-tanda kesana. Tubuhnya baru mulai tumbuh tak lama setelah menstruasi pertamanya. Setelah itu baru berangsur-angsur tubuhnya berkembang secara sempurna yang mencapai puncaknya saat berumur 16 tahun. Kini Sandra telah menjadi gadis muda yang kecantikannya hampir sempurna. Tak ada yang meragukan hal itu. Namun siapa tahu, mungkin saja di bagian paling dalam dirinya masih tersisa perasaan kurang pada dirinya. Sehingga di sela-sela sikapnya yang selama ini alim dan innocent, kadang ia melakukan hal-hal tertentu untuk memperlihatkan daya tarik kewanitaannya dan membuktikan ke-sexy-an tubuhnya.
--@@@@--
Meski saat ini ia cukup dengan dengan keluarganya termasuk mamanya, namun saat itu ia kurang dekat dengan orangtuanya. Waktu itu keluarganya belum seberhasil sekarang. Kedua orangtuanya sibuk bekerja. Dan ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan pembantunya. Bahkan pengenalannya akan tubuh wanita dewasa serta hal-hal yang berhubungan dengan sensualitas wanita justru datang dari pembantunya. Saat ia berumur 9 sampai 13 tahun, ia begitu dekat dengan pembantu wanitanya yang bernama Suti. Suti adalah seorang janda muda yang saat itu berusia awal dua puluhan. Wajahnya termasuk cantik dan kulitnya cukup bersih untuk ukuran pembantu. Bentuk tubuhnya juga cukup menarik. Namun yang terutama, Suti punya sensualitas tinggi sebagai seorang wanita. Dari caranya berpakaian, berdandan, bersikap, dll membuat banyak lelaki menoleh bahkan menggoda dirinya. Dari Sutilah, Sandra mengetahui tentang hal-hal kewanitaan, seperti menstruasi, masa puber, dan lain-lain. Dari Suti pula ia mengenal keindahan dan sensualitas tubuh seorang wanita dewasa. Dari Suti juga Sandra melihat betapa daya tarik seorang wanita mampu memikat banyak pria. Bahkan dari Suti pula, ia mengetahui tentang adanya hubungan seksual antara pria dan wanita. Tak jarang Suti bercerita tentang kehidupan di desa termasuk kebiasaan mandi di sungai sementara harus menghindari diintip oleh para lelaki iseng. Bahkan ia juga kadang bercerita tentang kehidupan perkawinannya termasuk saat malam pengantin dan masa-masa pengantin baru. Pada masa-masa itu memang Sandra amat dekat dengannya. Apalagi pembawaan Suti amat sangat easy going dan pembantu itu bersikap baik juga terhadapnya. Bahkan ia sering memuji-muji dirinya sebagai gadis cilik yang cantik. Bahkan pembantunya itu telah “meramalkan” kalau besar nanti, dirinya akan tumbuh menjadi gadis yang amat cantik dan menarik, serta tentu saja… sexy! Sementara sikapnya yang seenaknya sungguh jauh berbeda dibanding mamanya atau keluarganya. Bahkan Suti tak malu-malu berganti pakaian atau bahkan telanjang bulat di depan dirinya. Semua itu mungkin menjadi hal-hal kontras yang menarik dirinya. Saat pergi keluar rumah dimana kadang Sandra ikut bersamanya, Suti suka memakai rok yang agak pendek yang memperlihatkan sebagian paha mulusnya. Sementara atasannya yang tanpa lengan memperlihatkan keindahan bahunya dengan bagian dadanya yang terlihat cukup menonjol. Ditambah dengan wajah yang lumayan dan kulit cukup bersih, tak heran kalau banyak tukang ojek, kuli bangunan, dll yang bersuit-suit menggodanya. Bahkan kadang ada yang berani mencoleknya. Meskipun terlihat seakan marah, namun sebenarnya ia senang dengan perhatian yang ditujukan kepadanya. Dan Sandra pun bisa merasakan hal itu. Tentu semua ini terpatri dalam diri Sandra di usia pra remajanya. Apalagi dirinya juga ikut menjadi pusat perhatian tersendiri. Saat itu pun telah terlihat cikal bakal daya tariknya. Sebagai gadis belia pra remaja yang cantik dan manis ditambah dengan kulitnya yang putih terang dan statusnya sebagai anak majikan yang tentunya amat jarang berinteraksi dengan kaum laki-laki dari kalangan bawah, membuat mereka semua seakan kompak dengan diam-diam merasa gemas terhadap dirinya. Selain cara pandang dan kata-kata verbal ditambah kadang ada yang iseng mencolek tangannya, tak ada pelecehan yang terjadi pada diri Sandra. Karena jelek-jelek, Suti selalu melindunginya apabila ada lelaki yang mulai berani iseng terhadap Sandra. Meskipun agak-agak genit, namun dalam hal-hal tertentu Suti cukup galak juga sehingga mereka juga tak berani berbuat banyak.
Sementara itu disisi lain Sandra punya perasaan kalau diam-diam Suti suka memasukkan pria ke dalam rumahnya bahkan tidur di dalam kamar pembantunya itu. Karena ada saat-saat tertentu dimana Suti bersikap agak aneh dan sama sekali tak ingin diganggu. Kamarnya pun dikunci dan jendelanya ditutup rapat. Apalagi ia pernah satu kali melihat seorang kuli bangunan ada di dalam rumah saat siang hari sedang berbicara dengan Suti. Karena saat itu bahkan hampir saja dirinya yang sedang telanjang dilihat oleh kuli itu kalau ia tak cepat-cepat menutup pintu. Dirinya selamat dari tatapan mata lelaki itu, namun setelah itu hatinya sungguh berdebar setiap kali mengingat hal itu dan berandai-andai apabila saat itu kuli itu melihat dirinya telanjang. Saat berumur 13 tahun, terjadi perubahan cukup besar terhadap kedua orangtuanya, terutama mamanya. Rupanya sadar kalau putrinya telah tumbuh jadi gadis remaja, dan setelah menghadiri sebuah seminar keluarga dimana ia sadar akan perlunya pengawasan terhadap putrinya, kini mamanya berubah lebih menjadi ibu rumah tangga dibanding wanita bisnis. Apalagi saat itu keadaan ekonomi mereka telah maju pesat sehingga kini tak perlu repot-repot sibuk bekerja. Sadar dengan cara berdandan, cara berpakaian, serta daya tarik Suti yang termasuk tinggi untuk ukuran pembantu, hal pertama yang dilakukannya adalah memberikan uang pesangon cukup besar kepada Suti dan mempersilahkan pembantu itu keluar dengan hormat. Apalagi ia rada takut suatu saat suaminya bakal tergoda (atau bisa jadi mungkin hal itu sudah pernah terjadi). Apa pun itu semua, adalah lebih baik mengeluarkannya secepat mungkin. Kini, tak ada Suti yang bersikap nyeleneh. Sebaliknya, berkat didikan mamanya, Sandra tumbuh menjadi gadis anggun yang berkelakuan baik dan alim. Namun, betulkah semua yang dilihat dan dirasakan saat bersama Suti telah hilang dalam dirinya begitu saja? Atau, di balik keanggunan seorang gadis elit dan dibalik kealiman dirinya ada hal-hal yang tak terlihat terjadi pada diri Sandra?
#####################
Di toko buku di dalam mal kelas atas…
Gadis berseragam putih abu-abu itu sedang sendirian melihat-lihat di stand majalah. Beberapa cowok dan pria setengah umur yang kebetulan lewat disana semuanya menoleh menatap dirinya. Wajahnya memang cantik. Kulitnya putih bersih. Rambutnya indah sebahu. Bentuk tubuhnya juga cukup indah. Di balik rok abu-abunya yang sedikit di atas lutut, pinggulnya nampak kelihatan cukup menonjol. Di bagian punggungnya, terlihat tali bra yang dipakainya menembus baju seragam putihnya yang agak tipis. Membuat gadis berwajah cantik innocent itu nampak sedikit sexy. Beberapa lelaki iseng melayangkan pandangan nakal menatap ke dada gadis ini. Dan, darah para lelaki itu seketika berdesir melihat dua tonjolan indah di dada gadis ini. Pada saat itu,
“Sandra?!” seorang ibu setengah baya mendekati gadis ini dan menyapanya.
“Eh, Tante Rini… Apa kabar tante? Sudah lama Sandra nggak ketemu tante,” gadis itu menoleh dan seketika menyapa ibu ini sambil tersenyum manis.
“Oh, ternyata bener kamu Sandra! Aduh Sandra… Tante sampe hampir pangling. Kamu sudah besar ya sekarang. Tapi untungnya wajah kamu nggak terlalu berubah jadi Tante masih rada-rada ingat,” kata Tante Rini.
Sandra agak tersipu karena suara keras Tante Rini membuat mereka berdua (atau tepatnya dirinya) menjadi pusat perhatian semua orang. Apalagi Tante Rini memandangi dirinya dengan takjub.
“Wah, kamu sudah jadi gadis cantik sekarang,” kata Tante Rini sambil memandangi sekujur tubuh Sandra. Bagi Tante Rini yang telah sepuluh tahun tak bertemu, tentu kini telah terjadi perubahan besar pada dirinya. Kini ia telah menjadi gadis dewasa. Terbukti dengan sepasang payudaranya yang terlihat menonjol indah. Apalagi dengan seragam putih yang tipis, bra-nya agak terlihat tembus pandang.
“Sekarang umur berapa kamu? Kelas berapa?”
“Delapan belas tahun, tante. Kelas 3.”
“Wah, hebat! Kamu betul-betul cantik sekali.”
Sandra tersenyum sambil agak tersipu.
“Ini kamu sendirian?” tanya Tante Rini agak keheranan.
“Sama mama, tante,” jawab Sandra. “Tapi mama lagi ke toilet jadi aku lihat-lihat disini sambil nunggu.”
“OK, tante tunggu disini. Sudah lama juga nggak ketemu mama kamu.”
Setelah itu mereka bertiga mengobrol sebentar sebelum akhirnya Tante Rini meninggalkan mereka.
Kemudian Sandra dan mamanya naik ke atas pindah dari satu butik ke butik lain mencoba beberapa gaun untuk Sandra. Sementara itu ada dua cowok berambut gondrong yang diam-diam berjalan terus menguntit kemana pun Sandra pergi sejak dari toko buku itu. Mungkin terpesona oleh kecantikan Sandra (dan juga mamanya, karena keduanya sama-sama cantik meski berbeda generasi), sehingga mereka terus mengikuti kemana pun Sandra pergi sambil tertawa-tawa dan berbicara diantara mereka. Dari kejauhan mereka terus memandangi pinggul dan dada gadis berkulit putih bening itu.
“Gila, mantap bener tuh cewek.”
“Bening banget lagi.”
“Pasti orang tajir neh. Belanja terusss.”
“Gak dapet anaknya, dikasih nyokapnya pun juga gak nolak.”
“Lebih asyik lagi kalo bisa goyang dua-duanya, gan.”
Saat mereka duduk istirahat sambil minum di food court, dua cowok itu juga duduk tak jauh dari sana. Saat itu Sandra sedang duduk dengan kedua kali agak dimiringkan, menghadap ke arah dua cowok itu. Kedua cowok itu terus memandangi Sandra yang kebetulan duduk menghadap mereka. Dan, sesaat kemudian mereka melongo sambil menatap sedikit ke bawah. Karena kedua kaki Sandra agak terbuka. Di hadapan mereka terpampang paha mulus Sandra. Namun,mereka jadi makin terbengong-bengong lagi. Karena rok abu-abu gadis cantik kelas atas ini semakin tertarik ke atas sementara kedua kakinya makin terbuka. Kini mereka tak berkedip menatap celana dalam hitam di antara kedua kaki putih mulus gadis cantik berseragam SMA itu. Cukup lama mereka dapat menikmati pemandangan indah itu. Karena Sandra yang sedang asyik mengobrol, sepertinya tak menyadari kalau celana dalamnya diintip oleh dua cowok gondrong itu. Sampai akhirnya, Sandra memindahkan posisi kakinya sehingga kini jadi tertutup rapat-rapat. Kedua pemuda itu kini penasaran ingin melihat lagi. Namun, tak peduli sebesar apa rasa penasaran mereka, gadis itu betul-betul menutupi dirinya rapat-rapat. Tak lama kemudian mereka meninggalkan tempat itu dan turun ke bawah menunggu di lobi. Beberapa saat kemudian, datanglah mobil Alphard hitam model terbaru menjemput mereka. Sebelum menutup pintunya, Sandra menoleh ke dua cowok yang masih mengikutinya itu dan, untuk sesaat ia tersenyum kepada mereka. Sesaat kemudian, melajulah mobil itu meninggalkan mal itu dan mereka berdua yang hanya bisa menatap perginya sang bidadari tanpa daya.
--@@@@--¬
Petang itu tiba-tiba sebuah helikopter mendarat di villa di atas bukit itu. Kedatangan Letnan Zulkifli dan tiga orang bawahannya langsung disambut oleh Pak Sartono sebagai kepala staf villa itu. Beberapa menit sebelum helikopter itu mendarat telepon berdering memberitahukan kedatangan mereka. Namun mereka sama sekali tak tahu alasan mereka datang kemari yang sangat mendadak dan agak memaksa ini.
“Selamat malam, Pak. Maaf kami mengganggu,” kata Zulkifli sambil memberi tanda hormat. Setelah dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu, akhirnya Zulkifli menceritakan semuanya.
“Begini Pak, saat ini ada seorang buronan kami yang melarikan diri di daerah sini. Dan maksud kedatangan kami adalah untuk mengecek apakah beberapa hari terakhir ini Bapak ataupun semua orang disini melihat adanya seorang laki-laki tak dikenal ini?” tanyanya sambil menunjukkan foto seorang laki-laki muda berkulit sawo matang kehitaman yang bertampang menyeramkan, berambut gondrong, dan berbadan kekar dengan sejumlah tato di tubuhnya.
“Usianya 25 tahun,” kata Zulkifli sambil menunjuk foto Kusno.
“Oh jadi begitu keadaannya. Namun sampai sekarang kami sama sekali tak pernah melihat orang ini. Begitu pula dengan pegawai-pegawai yang lain. Tapi nanti kalau ada yang melihat orang ini, tentu Bapak akan langsung kami hubungi,” kata Pak Sartono dengan sopan.
“Hmm, begitu ya. Tapi bagaimana Bapak bisa begitu yakin mengatakan tak ada yang melihat dia,” tanya salah satu anak buah Zulkifli dengan pandangan menyelidik. “Memang berapa orang total yang tinggal di dalam rumah ini?” tanyanya lagi.
“Karena kalau ada yang melihat, pasti dia sudah lapor ke saya, Pak,” jawab Pak Sartono agak kurang senang. “Saya adalah kepala rumah tangga villa ini sekaligus orang kepercayaan pemiliknya. Semua pegawai disini tunduk kepada saya. Sementara boss saya adalah Pak Tanoto, konglomerat yang terkenal itu,” kata Pak Sartono sambil menegakkan tubuhnya.
“OK, OK, saya mengerti,” jawab Zulkifli berusaha menenangkan situasi. “Namun, maafkan kami kalau kami ingin berbicara dengan semua pegawai disini. Karena ini adalah bagian dari prosedur pemeriksaan kami,” kata Zulkifli dengan nada yang halus namun tanpa kompromi.
“Baiklah,” jawab Pak Sartono sambil bangkit berdiri. Kemudian ia memanggil seluruh pegawai disana.
Ternyata memang semuanya tak ada yang pernah melihat orang di foto itu. Namun Zulkifli tak menyerah begitu saja.
”Maaf Pak, bolehkah kami memeriksa seluruh villa ini? Sekali lagi, mohon maaf, ini adalah bagian dari prosedur pemeriksaan,” kata Zulkifli yang seketika membuat raut wajah Pak Sartono terlihat kesal. Apalagi sejak tadi cara bertanya keempat tamu ini begitu menohok. Seolah-olah mereka berusaha menyembunyikan seorang pesakitan. “Kami semua adalah para pegawai Pak Tanoto seorang konglomerat kelas atas itu, Pak. Buat apa kami berkata bohong kepada bapak-bapak demi seorang pesakitan?” kata Pak Sartono kesal.
Namun akhirnya ia pun tak dapat berbuat apa-apa karena Zulkifli dan rekan-rekannya tetap memaksa untuk memeriksa. Akhirnya, Sartono dan beberapa yang lain menyertai mereka berempat memeriksa ruangan-demi ruangan. Sampai akhirnya mereka sampai di depan kamar Sandra….
“Maaf. Bapak-bapak tak bisa masuk ke ruangan ini,” kata Pak Sartono dengan tegas.
“Kenapa,” tanya Zulkifli langsung curiga.
“Karena ini adalah kamar yang ditempati oleh Non Sandra, putri Pak Tanoto.”
“Memang kenapa?” jengek salah seorang anak buah Zulkifli yang berkumis lebat.
“Memang kenapa?” Tiru Pak Sartono dengan sinis. “Karena sungguh satu perbuatan yang amat tidak sopan, masuk dengan tanpa permisi ke kamar yang sedang dihuni oleh seorang gadis muda. Bapak mengerti itu?”
“Eh, bapak jangan bersikap sok jagoan disini,” jawab polisi berkumis lebat itu dengan nada emosi.
“Tenang, tenang,” kata Zulkifli. “Jadi maksud bapak, anak perempuan Pak Tanoto yang bernama Sandra saat ini berada di dalam kamar ini?” tanyanya.
“Betul, Pak.”
“Kenapa Pak Sartono tidak mengatakan hal itu dari tadi? Kalau itu terjadi, tentu kami tak memaksa ingin masuk tanpa permisi ke kamarnya,” kata Zulkifli yang membuat Pak Sartono menjadi tenang kembali.
“Tentu lebih baik kalau kami bisa berbicara dengannya di luar saja. Oleh karena itu, sudikah Bapak memanggilnya keluar sekarang?” lanjut Zulkifli.
“Jadi bapak ingin menanyai Non Sandra mengenai tahanan yang kabur dari penjara?” tanya Pak Sartono seolah tak percaya dengan pendengarannya.
“Ya,” jawab Zulkifli tegas. “Kami harus melakukan itu. Semua kemungkinan bisa saja terjadi.”
“Betul sekali. Lagipula, kamar ini satu-satunya yang belum diperiksa. Bisa jadi orang yang kami cari sedang bersembunyi disini,” kata polisi berkumis lebat itu.
“Apa?! Jadi anda menuduh Non Sandra, anak gadis konglomerat terkenal Pak Tanoto, menyembunyikan seorang laki-laki tak dikenal, seorang buronan, di dalam kamarnya?! Kata-kata Bapak sungguh kurang ajar sekali!” jawab Pak Sartono dengan tajam.
“Kalau ada yang seharusnya bapak lakukan, maka itu adalah menjaga supaya tahanan itu tidak kabur, bukan mencela martabat seorang gadis baik-baik seperti ini,” seru Pak Sartono dengan tajam.
“Apa? Kurang ajar sekali kamu!” bentak si kumis itu dengan wajah marah.
“Sudah, tenang, tenang,” kata Zulkifli menengahi. “Maafkan kata-kata anak buah saya yang kurang berkenan barusan. Namun, bisakah Pak Sartono memanggil anak majikan bapak itu keluar sebentar saja. Karena selain merupakan bagian dari prosedur. Juga, hal ini demi kebaikan gadis itu sendiri untuk memastikan bahwa dirinya dalam keadaan aman. Karena siapa tahu saat ini ia sedang disandera oleh Kusno,” kata Zulkifli. “Oleh karena itu, tolong Bapak panggil dia sebentar saja.”
“Hmm, baiklah,” kata Pak Sartono akhirnya. “Mari kita tunggu di bawah saja, sementara saya menelpon Non Sandra,” katanya lagi sambil melangkah turun.
“Baiklah kami turun. Namun kami harus berdiri di tempat dimana kami bisa mengawasi pintu kamarnya.“
Segera Pak Sartono memutar telpon internal ke kamar Sandra. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Tak ada jawaban…
“Non Sandra tidak menjawab,” kata Pak Sartono sambil terus mencoba.
“Ayo kita dobrak saja kamar itu!” kata si kumis tak sabar.
“Tunggu! Kita tunggu beberapa menit,” kata Pak Sartono.
“Betul sekali, Pak. Sebaiknya ditunggu sebentar. Mungkin Non lagi mandi,” kata Bik Sari.
Mendengar kata “mandi” hidung si kumis jadi bergerak-gerak. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena sementara ini Zulkifli atasannya juga setuju untuk menunggu.
Beberapa saat kemudian, telepon itu akhirnya dijawab.
“Baik. Non Sandra bilang akan turun menemui bapak-bapak beberapa menit lagi.”
Tak lama kemudian, pintu kamar Sandra terbuka. Dan muncullah Sandra dengan rambut terurai dan pakaian rumah santai berupa daster terusan dari kain halus. Gadis cantik itu berjalan menuruni tangga sambil tersenyum manis. Keempat tamu itu memandang dengan penuh terkesima. Gadis itu tak memakai riasan apa pun. Namun kecantikan yang memancar dari dalam dirinya sungguh begitu terasa. Si kumis lebat itu memandangi sekujur diri gadis cantik yang berjalan turun ini dari atas ke bawah. Seketika nafsu birahinya bangkit. Gadis ini begitu putih bening. Apalagi dengan bentuk tubuh yang terlihat indah dengan sepasang payudara yang cukup menonjol di balik daster halusnya.
“Maafkan saya kalau Bapak-bapak agak lama menunggu. Karena tadi saya sedang mandi,” kata Sandra dengan ramah dan tersenyum manis kepada mereka.
Dan mereka tentu tak melewatkan kesempatan untuk berjabat tangan (baca: memegang tangan gadis feminin ini), terutama si kumis. Kini, mereka berempat yang tadinya bersikap agak kaku bahkan garang, sekarang jadi begitu ramah dan lembut terhadap Sandra. Rupanya Sandra juga sama sekali tak pernah melihat sosok pria di foto itu. Sebaliknya, malah dirinya langsung merinding melihat tampang garang foto itu. Si kumis jadi semakin memuncak nafsu birahinya berada pada jarak dekat dengan gadis muda ini. Kini semakin jelas ia melihat keindahan tonjolan payudaranya dan daya tarik seksualnya secara keseluruhan. Bahkan, aroma wangi tubuh gadis itu juga tercium oleh hidung belangnya. Kini ia mencari-cari peluang untuk bisa ngelaba gadis ini, atau syukur-syukur malah bisa menidurinya. Kapan lagi dapat kesempatan menikmati gadis sebening ini. Apalagi saat ini dirinya di atas angin. Gadis berkulit putih ini begitu feminin dan sexy menggairahkan, sementara dirinya kekar dan kuat. Ditambah lagi, mereka adalah “aparat” yang punya hak untuk “memeriksa” gadis ini. Lalu seandainya ada yang berani melawan, ia bisa dengan mudah menuduh mereka menyerang “aparat hukum”. Apalagi mereka berempat datang membawa senjata. Jadi ia yakin bisa “menundukkan” gadis ini.
“Sandra, kalau kamu melihat orang itu, cepat-cepat beritahu “abang” ya,” katanya dengan sok akrab sambil tangannya berusaha menyentuh bahu Sandra.
Namun, Sandra dengan sigap menggerakkan tubuhnya sehingga bahunya tak sempat tersentuh tangan kasar si kumis. Penasaran, ia berusaha memegang tangan Sandra. Namun lagi-lagi ia kecele. Malah kini Sandra “kabur” dengan berjalan menuju sofa dan duduk disana. Sambil menyilangkan kakinya, dasternya - yang meski panjangnya sedikit diatas lutut - menutup rapat bagian bawah tubuhnya. Gadis itu masih tersenyum manis dengan elegan menghadapi semua itu. Si kumis semakin bernafsu. Namun, mungkin malu menunjukkan belangnya secara terang-terangan di depan orang banyak, ia tak berani mendekati gadis itu secara fisik. Tapi mulutnya berkata,
”Sandra, abang ingin memeriksa kamar Sandra. Untuk itu, mari kita naik ke atas sekarang!”
“Apa?!” Sandra tak menduga kalimat sekurang-ajar itu bisa keluar dari mulut si kumis ini. Di depan orang banyak lagi. Wajahnya agak pucat pasi. Ia menyadari posisi dirinya yang agak gawat. Sebagai seorang gadis tentu dirinya tak ingin dilecehkan.
Selama ini, di balik citranya sebagai gadis baik-baik, ia memang terkadang melakukan perbuatan eksibisionisme di saat-saat tertentu. Namun itu hanyalah “kenakalan atau keisengan” dirinya saja. Dan yang penting, semua itu berjalan dalam situasi dimana ia mampu mengontrol keadaan. Semuanya selalu berjalan dengan aman. Tak pernah berjalan tak terkendali melewati batas yang tak diinginkannya. Namun kini situasi sungguh berbeda. Saat ini ia di tempat terpencil. Mereka adalah “aparat hukum yang punya wewenang (dan membawa senjata)”. Kini hukum yang berlaku adalah “hukum semau-maunya mereka”, bukan hukum yang berlaku secara umum. Lalu kini apa yang bisa dilakukannya untuk menyelamatkan dirinya selain berpasrah?
Di saat yang genting itu, tiba-tiba Zulkifli langsung menimpali. ”Maksud anak buah saya ini, Dik Sandra, kami ingin memastikan buronan yang kami cari itu tidak menyusup di rumah yang besar ini. Oleh karena itu seluruh ruangan harus diperiksa. Dan saat ini semuanya telah kami periksa kecuali kamar Dik Sandra.”
“Namun, setelah melihat kondisi disini, rasanya kok tak mungkin ada orang asing bisa menyusup kemari tanpa diketahui para penghuni yang berjumlah sebanyak ini. Oleh karena itu, saya rasa untuk saat ini kamar Dik Sandra tak perlu diperiksa,” kata Zulkifli tegas.
Sandra langsung tersenyum mendengar itu. Memang sejak tadi ia merasa bahwa Zulkifli ini terlihat bersikap hati-hati dan sopan terhadap dirinya, berbeda dengan anak buahnya. Sungguh beruntung bagi dirinya bahwa yang menjadi komandan adalah Zulkifli. Sebaliknya, si kumis langsung kecewa. Apalagi atasannya seperti sengaja menekankan kata anak buah. Memang diluar jam operasi hubungan sehari-hari mereka cukup akrab. Namun saat bertugas ada kalanya atasannya itu bersikap tegas dan menunjukkan otoritasnya sebagai komandan, seperti yang terjadi saat ini.
”Terima kasih atas pengertiannya,” kata Sandra dengan manis. “Terus terang, sebenarnya saya juga kurang nyaman kalau kamar saya harus diperiksa. Karena memang tak ada orang lain selain saya sendiri. Apalagi selama ini tak pernah ada pria yang masuk ke kamar saya kecuali ayah saya sendiri. Bahkan yang membersihkan kamar saya juga selalu pembantu wanita,” kata Sandra yang sikap percaya dirinya kini telah pulih dalam dirinya. Ia bangkit berdiri dan melipat kedua tangannya di dadanya saat berbicara itu.
“Ah ya, ya. Tentu saja saya mengerti akan rasa ketidaknyamanan Dik Sandra itu,” kata Zulkifli mengamini gadis itu. “Oleh sebab itulah maka akhirnya kami mengurungkan pemeriksaan itu,” kata Zulkifli dengan nada bicara maupun sikap yang sopan.
Di hadapannya, saat gadis muda yang cantik itu melipat tangannya, sebagian keindahan dua gundukan payudaranya jadi semakin jelas. Apalagi Sandra memakai daster rumahan yang bahan kainnya agak tipis dan cenderung mengikut kontur lekukan dadanya. Meski darah maskulin mereka jadi berdesir merasakan keindahan femininitas Sandra, namun tak ada satupun yang berani membuat pandangan kurang ajar di hadapan gadis itu secara terang-terangan.
“Namun bapak-bapak tak perlu khawatir,” kata Sandra sambil tersenyum. “Tak mudah bagi orang luar menyusup ke mari apalagi masuk ke kamar saya. Karena semua kamar di bangunan utama ini dilengkapi pengamanan ekstra ketat dan sistem alarm yang cukup kompleks. Dan mengenai kamar saya, jendela balkon menghadap langsung ke jurang, membuat pemandangan dari jendela sungguh indah namun mustahil dimasuki orang asing. Apalagi tanpa membunyikan alarm yang ada. Jadi saya berani memastikan kalau orang yang bapak cari itu tak mungkin bersembunyi disini apalagi di kamar saya. Kecuali… kalau bapak-bapak mencurigai saya dengan sengaja menyembunyikan orang itu di kamar saya!” kata Sandra sambil tersenyum dengan penuh percaya diri menatap mereka berempat satu persatu.
“Oh, tidak, tidak. Dik Sandra jangan salah mengerti. Kami sama sekali tak berani untuk berpikir ke arah sana,” kata Zulkifli dengan cepat.
Tak lama kemudian pertemuan itu berakhir. Sandra naik ke atas masuk ke dalam kamarnya. Sementara malam itu mereka berempat menginap disana karena esoknya harus bertugas memeriksa situasi di desa. Sandra menyetujui permintaan mereka itu. Karena ia sendiri juga sebenarnya cukup waswas mendengar berita adanya tahanan kelas berat yang kabur tak jauh dari tempatnya. Apalagi villanya sungguh begitu mencolok keberadaannya disini. Keberadaan mereka akan membuat villanya jadi semakin aman, meski ia juga cukup yakin dengan sistem keamanan villanya. Ia tahu adanya system alarm yang terhubung ke pusat pemantau lewat satelit dan gelombang radio. Disisi lain, ia merasa Zulkifli, sang komandan, cukup bisa dipercaya untuk tak membuat situasi jadi kurang mengenakkan bagi dirinya. Namun kini ia tak ingin berlama-lama tinggal di villa mewahnya yang terisolasi dari dunia luar ini. Oleh karena saat ini hari telah gelap dan berkabut cukup tebal, malam ini ia akan tidur disini. Namun besok pagi akan ada helikopter yang akan datang untuk menjemputnya.
Sementara itu, urusan detil tentang urusan akomodasi mereka malam ini diserahkan ke Pak Sartono. Tentu mereka ditempatkan di bangunan annex yang terpisah dari rumah induk tempat kamar Sandra berada. Di dalam kamarnya, setelah Pak Sartono meninggalkan mereka untuk istirahat, si kumis langsung nyeletuk ke atasannya.
“Wah Bos, sayang “barang bagus” seperti itu dilewatkan begitu aja.”
“Huh. Apakah nafsu birahimu telah membuat matamu buta dan otakmu tak berjalan? Kau tahu khan siapa gadis itu? Dia adalah anak konglomerat kelas atas. Bokapnya orang terkenal dan punya kuasa. Bahkan bukan tak mungkin dia kenal baik dengan jendral-jendral atasan kita. Lalu sekarang kau ingin mengganggu anak gadisnya?! Sudah gilakah kamu? Katakanlah sekarang kita berhasil memperkosa gadis itu. Tapi setelah itu.... apa akibatnya?? Dengan saksi sebanyak ini..kalau cuma dipecat masih bagus. Salah-salah kita dan keluarga kita bakal menanggung akibatnya seumur hidup. Apakah kamu mau seperti itu?”
“Dan perlu diingat, ini rumah bos penguasa kaya. Bisa jadi di dalam ada banyak jebakan batman yang kita nggak tahu. Khan dia tadi juga bilang, rumah ini ada sistem alarm yang canggih. Jangan-jangan, sebelum kau mampu melaksanakan niatmu, sudah ada satu regu pasukan yang mendatangi kemari!”
“Seandainya kita berurusan dengan orang biasa dan tak ada saksi sebanyak ini, mungkin aku bisa mempertimbangkan niatmu menggarap cewek itu. Karena sebenarnya.. hmm… aku pun juga tadi sempang mupeng dengan Sandra yang putih mulus dan menggairahkan itu. Tapi, gadis itu terlalu keras tulangnya untuk kita makan. Jadi kita mau tak mau harus menjaga sikap kita dan hormat kepadanya.”
“Itu pula sebabnya kenapa aku tadi menengahi saat kau bersitegang dengan pembantu kepala yang sok itu. Bagaimanapun ia adalah orang kepercayaan bos gede. Sebaiknya kita jangan menyalahi orang-orang atas. Ingat, kita ini cuman prajurit kroco yang menjalankan perintah di lapangan.“
“Mengerti kamu?”
“Ya aku mengerti. Tapi… kita khan tetap harus memeriksa kamarnya sesuai prosedur,” kata si kumis berusaha membela diri.
“Aah, sebenarnya itu khan cuman akalmu saja supaya bisa masuk ke kamarnya. Sekarang coba pikir pake nalar, mungkinkah Kusno bersembunyi di kamar gadis itu? Impossible! Pertama, aku yakin saat ini Kusno bangsat itu masih di tengah hutan. Aku tahu dia pemuda tempaan alam yang kuat dan tahan banting, namun tetap saja tak mungkin ia bisa secepat itu kemari. Kedua, seandainya ia mampu mencapai daerah ini, tentu tak mudah menyusup ke rumah ini dengan jumlah penghuni sebanyak ini. Ketiga, katakanlah – entah dengan cara bagaimana - ia mampu masuk kesini, kecil probabilitasnya ia bisa dengan tepat memilih kamar Sandra sebagai tempat persembunyiannya. Keempat, anggap saja ia secara kebetulan memilih kamar gadis itu dan sembunyi disana, menurutmu, mungkinkah gadis itu tadi bisa keluar dengan leluasa menemui kita? Tentu gadis itu telah disanderanya. Kecuali… kalau diatas semua probabilitas tipis yang aku sebut tadi, ada hal yang hampir mustahil terjadi dimana gadis itu sengaja menyembunyikan Kusno di dalam kamarnya. Menurutmu, mungkinkah hal itu terjadi? Mungkinkah gadis muda cantik dari keluarga konglomerat kaya menyembunyikan seorang napi kelas berat dengan tuduhan teroris dan makar di kamar tidurnya???? Kalau ia memasukkan pacarnya di dalam kamarnya, itu masih masuk akal. Tapi orang seperti Kusno? Sungguh tak mungkin. Mana mungkin gadis sehebat dia mau dengan cowok seperti Kusno. Bahkan untuk berteman pun, kurasa ia tak sudi. Jangankan berteman, kesempatan mereka berdua bertemu pun juga amat mustahil mengingat besarnya jurang perbedaan kehidupan mereka.”
“Ada satu kemungkinan besar dan tiga kemungkinan kecil yang bisa terjadi saat ini,” lanjut Zulkifli. Pertama, Kusno telah mampus!. Tiga kemungkinan kecil itu - kukatakan kecil karena aku tak percaya saat ini Kusno telah sampai di daerah sini, namun masih cukup akal untuk terjadi adalah: Pertama, salah satu pegawai disini sengaja menyembunyikan Kusno, entah mungkin kerabat atau simpatisan atau apa. Namun tadi kita telah memeriksa seluruh ruangan dan menanyai mereka semua dan aku tak melihat adanya hal-hal mencugakan. Kedua, Kusno bersembunyi di salah satu rumah penduduk desa, untuk ini besok menjadi tugas kita untuk memeriksa dan mengingatkan mereka. Ketiga, saat ini Kusno sedang bersembunyi di hutan di sekitar sini. Lagi-lagi ini adalah tugas kita, bila perlu kita minta bantuan tambahan dari markas karena ia adalah orang berbahaya. Tapi apa pun itu, yang pasti konsentrasi kita bukanlah di rumah ini apalagi terhadap gadis pemiliknya,” kata Zulkifli kepada anak buahnya terutama si kumis.
“Memang teori kemungkinan dari Letnan Zulkifli ini cukup meyakinkan dan masuk diakal,” kata si kumis mengomentari komandannya. “Namun aku punya satu teori kemungkinan lain yang mungkin saja telah terjadi.”
“Apa itu?”
“Terlepas dari bagaimana caranya, Kusno berhasil masuk ke dalam kamar Sandra. Dan Kusno menggagahi gadis itu namun gadis itu dibuatnya ketagihan. Sehingga kini Sandra menyembunyikan Kusno di dalam kamarnya supaya ia bisa setiap saat digauli oleh Kusno.”
“Heh! Sudah gilakah kamu?! Itu khan pikiranmu aja yang selalu mengarah ke masalah esek-esek. Coba dipikir dengan kepalamu yang diatas bukan yang dibawah, seberapa besar kemungkinan itu terjadi? Lagipula, profil Sandra sungguh tak cocok dengan gambaranmu tadi. Dia tak terlihat seperti cewek jablay yang ketagihan seks. Bahkan wajahnya terlihat seperti gadis baik-baik. Lain cerita kalau kita ngomong tentang janda kembang yang telah agak berumur dengan tampang genit.”
“Ya bisa saja Bos, kalau dianya “kepatil” sama batang keperkasaan Kusno. Meski awalnya cewek baik-baik, tapi kalo berhasil kena dipuaskan, bisa saja setelah itu jadi ketagihan. Lagipula, tampang alim belum tentu perbuatannya juga alim. Contohnya tuh, yang katanya solehah tapi ketangkep basah telanjang dada di mobil baru-baru ini.”
“Aaah.. sudah, sudah. Omonganmu melebar kemana-mana ke hal-hal yang ga ada hubungannya.”
“Dan omong-omong bos, aku agak curiga dengan sikap gadis itu tadi. Sepertinya ada hal yang disembunyikan dari kita.”
“Oh ya? Jadi karena itu lalu kau ingin “memeriksa” dirinya”? cibir Letnan Zulkifli ke anak buahnya. “Menurutku satu-satunya hal yang disembunyikan gadis itu darimu adalah tubuh berharganya, dimana kau tadi berusaha menjamahnya dengan mesum. Hehehehe.”
“Ah, sialan. Tapi bukan itu bos, maksudku…”
“Sudah, sudah, stop! Pokoknya besok dan beberapa hari ke depan fokus kerja kita ke beberapa point yang aku sebut tadi. Sementara kita pantau juga keadaan disini. Kalau memang perlu dan ada bukti yang mengarah ke sana, kita tindak lanjuti penyelidikan dalam rumah ini termasuk terhadap Sandra sekalipun. Tapi semua itu harus berjalan menunggu instruksi dariku. Mengerti?”
“Siapp.”
“OK, boss.”
“Nah, sekarang sudah malam. Ayo kita istirahat dulu.”
“OK deh. Tapi aku “mesti ke kamar mandi dulu” bentar, hehehe,” kata si kumis sambil berjalan keluar menuju kamar mandi.
“OK, tapi jangan lama-lama ya karena aku juga mau kesana, heheheh.”
“Wah ternyata diam-diam bos kita mupeng juga rupanya. Hahahaha…..,” jawab si kumis mengejek balik bosnya sambil berjalan keluar untuk melepas hajatnya.
--@@@@--¬
Pada saat yang sama di dalam kamar lain (yang jauh lebih besar, indah dan mewah)…
Sandra sedang tiduran sambil berbaring. Ia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Perlukah aku mengatakan hal itu, tanyanya dalam hati. Barusan, ada sesuatu yang tak dikatakannya kepada mereka! Bukannya ia sengaja mau menyembunyikannya namun ia hanya tak ingin mengatakan kepada mereka karena dua alasan. Pertama, ia merasa muak dengan sikap si kumis yang terlihat berusaha menggunakan pendekatan kekuasaan untuk ngelaba dirinya. [Sandra, kalau kamu melihat orang itu, cepat-cepat beritahu “abang” ya]. Ditambah dengan kata-katanya yang sok akrab dengan menyebut “abang” segala, membuatnya semakin enek. Sore tadi ia telah melihat buronan itu! Namun sikap si kumis membuatnya malah tak ingin mengatakannya. Enak bener gua kasih tau, lu cari sendiri saja sono, pikirnya tadi. Toh ia bisa dengan gampang ngeles kalau seandainya ketahuan. Bisa saja ia bilang kalau ia tak terlalu memperhatikan wajah orang itu atau mengira ia adalah penduduk desa sana. Lagipula toh juga bukan kewajibannya untuk mengenal wajah setiap pemuda desa situ. Namun sesungguhnya, ia tahu persis orang yang dilihatnya sore tadi adalah buronan yang fotonya ditunjukkan kepadanya barusan. Tanpa harus melihat fotonya pun, ia juga tahu kalau orang itu bukanlah pemuda desa situ, meskipun tak ada perbedaan signifikan dari segi fisik, perawakan, ataupun warna kulit antara orang itu dengan cowok-cowok desa situ. Karena wajah orang itu begitu sangar dengan pandangan mata tajam menakutkan terutama saat menatap dirinya. Apalagi saat itu hanya dirinya dan orang itu di tengah-tengah hutan yang suasananya sungguh menakutkan dirinya. Dan inilah yang menjadikan alasan kedua dirinya tak ingin menceritakan pertemuan singkatnya dengan buronan itu kepada mereka barusan.
--@@@@--¬
Sore itu Sandra berjalan menuruni villanya menuju ke desa. Ia bertemu dengan beberapa orang yang seperti biasa selalu menyapanya. Namun setelah itu ia berjalan sendirian ke air terjun Putrimadu yang letaknya sekitar 20 menit perjalanan dengan menyusuri jalan setapak di tengah hutan. Ia telah beberapa kali ke tempat itu sehingga ia cukup hafal dengan jalannya. Saat itu cuaca cukup cerah dengan sinar matahari sore menerangi pepohonan di sekitarnya. Sesampainya disana, Sandra mencelup kakinya di dalam air sungai kecil hasil limpahan air terjun itu yang meskipun dingin namun terasa segar. Suasana sekitar begitu alamiah, membuat Sandra merasa menyatu dengan alam sekitarnya. Langit begitu biru dengan sejumlah awan disana sini. Suara air terjun yang membahana dengan gagah namun tak berisik bercampur dengan suara burung-burung yang berkicau dan beterbangan. Matahari sore memancar kuning keemasan menerpa pepohonan hijau yang rimbun. Di bagian dinding tebing terdapat lumut-lumut hijau tumbuh dengan subur. Membuat semuanya jadi begitu berwarna warni. Saat itu Sandra berniat merendam seluruh tubuhnya. Ia membayangkan betapa nikmatnya sensasi saat air dingin yang bersih dan segar menerpa seluruh tubuhnya. Namun ia tak membawa pakaian ganti. Tentu tak mungkin ia pulang dengan pakaian basah melekat di tubuhnya. Selain dingin juga hal itu akan mengundang perhatian banyak orang dan tak pantas dilihat terutama oleh para pemuda desa. Kondisi lingkungan yang aman dan nyaman membuat orang terkadang ingin melakukan hal-hal “gila” yang tak terduga. Demikian pula dengan Sandra saat itu. Kini ia tergoda untuk mandi dengan telanjang bulat di alam bebas! Selain hal itu memecahkan masalahnya saat pulang, juga saat ini keadaan cukup aman dengan tak ada orang disini. Apalagi posisi air terjun itu sungguh cocok untuk menyembunyikan diri seandainya ada orang datang. Air terjun itu cukup tinggi dengan sekelilingnya dipenuhi hutan lebat dan tebing tinggi. Hanya ada satu jalan masuk yaitu yang dilewatinya tadi. Dari dalam sini ia bisa memantau seandainya ada orang datang. Asalkan ia selalu berendam tubuhnya di dalam air, ia bisa mengetahui kedatangan orang itu sebelum orang itu ngeh kalau dirinya telanjang bulat. Pada saat itu ia bisa langsung bersembunyi di balik tebing dan langsung memakai pakaiannya karena ia akan menaruh pakaiannya di balik tebing yang tersembunyi dari pandangan orang. Lagipula, berdasarkan pengalamannya selama ini jam segini tak ada orang datang, apalagi laki-laki. Karena air terjun itu lebih diperuntukkan untuk kaum wanita. Untuk kaum pria ada air terjun lain yang cukup jauh dan arahnya berlawanan. Sementara itu, tak ada orang di dalam hutan lebat di sekitar sana. Sandra melihat ke sekelilingnya untuk memastikan lagi tak ada orang di sekitarnya. Dengan hati berdebar bercampur tegang dengan adrenalin meningkat, ia mulai melepas jaket luarnya. Disusul dengan baju atasannya, kaus dalamnya, celana jins-nya, kemudian bra dan celana dalamnya. Dengan tubuh polos bugil, Sandra berjalan ke genangan air yang bening dan bersih itu, yang sebening dan sebersih kulit tubuhnya. Sampai akhirnya ia membenamkan seluruh tubuhnya ke dalam air itu. Sambil berenang-renang, ia selalu secara rutin melihat ke arah jalan masuk memastikan tak ada yang tiba-tiba muncul dan memergokinya telanjang, terutama laki-laki. Setelah beberapa saat kemudian, kini ia mulai berani keluar dari permukaan air dan berdiri di bawah air terjun. Merasakan saat air terjun itu mengenai kepala dan punggungnya. Untuk beberapa saat lamanya tubuhnya yang putih mulus berada di atas permukaan air. Rambutnya yang panjang basah menempel di punggung dan dadanya. Bulu-bulu vaginanya juga menyatu menempel karena air. Puting payudaranya yang kemerahan jadi semakin perky menonjol oleh karena udara dingin.
Setelah itu Sandra kembali ke dalam air dan duduk bersila di atas batu besar di bawah air. Bagian bawah tubuhnya di dalam air. Tubuhnya dari pinggang ke atas berada di atas permukaan. Sandra betul-betul telanjang dada terhadap alam sekitarnya. Payudaranya yang putih terlihat begitu kencang dan indah dengan kedua puting kemerahan menonjol ke depan bagaikan buah cherry di atas ice cream vanilla yang sungguh lezat menggiurkan. Lalu ia bahkan semakin nekat. Dengan penuh euphoria ia berteriak-teriak sambil tubuhnya telentang menghadap ke atas. Seandainya ada orang disana atau di dalam hutan menghadap ke arahnya, tentu orang itu bisa melihat seluruh tubuhnya tak memakai apa-apa. Sementara Sandra terus berenang-renang dengan gaya punggung seperti itu tanpa memakai apa-apa sambil kadang diselingi dengan “duduk semedi” di atas batu dengan pinggang ke atas di atas permukaan air, atau secara total telanjang bulat berdiri di luar air sungai itu. Hal itu dilakukannya berulang-ulang. Semuanya dengan menghadap ke arah jalan masuk.
Saat itu Sandra sedang telentang di atas air, dengan kedua kakinya sengaja dibentangkan lebar-lebar. Toh tak ada orang juga, batinnya. Malah ia sengaja menghadap ke arah jalan masuk. Seandainya tiba-tiba muncul orang, bisa dipastikan ia akan langsung melihat dirinya telanjang bulat dengan frontal termasuk liang vaginanya! Tiba-tiba… ada perasaan tak enak menyeruak dalam dirinya. Seketika ia menutup kedua kakinya dan merendam seluruh tubuhnya di dalam air. Ia menoleh ke belakang dan melihat ke arah sekelilingnya. Entah kenapa, tiba-tiba ia merasa seperti ada yang menatap atau mengawasi dirinya. Meski ia tak melihat ada satu orang pun disana. Kini ia merasa telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan alam semesta terhadapnya dengan mengekspos dirinya secara berlebihan di alam terbuka. Dengan peraaan waswas, Sandra menyudahi “petualangannya” itu. Setelah memastikan tak ada orang berjalan masuk, Sandra keluar dari dalam air berjalan ke balik tebing dimana ia menaruh pakaiannya. Dengan cepat ia berusaha mengeringkan tubuhnya semaksimal mungkin. Lalu dipakainya kembali atribut pakaiannya satu persatu dengan rambut masih basah. Namun ia tak terlalu peduli. Yang penting kini ia harus segera berjalan keluar untuk menuju ke desa dan balik ke villanya. Hanya selang tak sampai semenit ia berjalan, pada saat itu ia melihat orang itu muncul di kelokan di depannya. Awalnya ia mengira orang itu adalah salah satu pemuda desa. Namun ia tak pernah melihat orang ini sebelumnya. Apalagi, seharusnya tak ada seorang laki-laki datang kemari. Dalam hati ia bersyukur telah menyelesaikan acara gilanya barusan tepat pada waktunya. Seandainya ia telat 5 menit saja dan orang ini masuk ke air terjun itu… ah, hatinya jadi berdebar dibuatnya. Namun, rasa lega Sandra tak berlangsung lama. Ia kembali diliputi rasa waswas saat bertatapan dengan orang itu. Wajahnya begitu garang menakutkan. Sorotan matanya begitu tajam. Dan orang itu hanya memakai celana pendek saja tanpa baju. Badannya coklat kehitaman dengan penuh goresan luka dan juga tatto. Ia sama sekali bukan penduduk sini, batin Sandra dengan ngeri. Ia lebih cocok sebagai seorang penjahat bengis yang kabur dari tahanan. Hati Sandra bergidik ngeri apalagi orang itu kini sedang menatap dirinya sekujur tubuh. Saat itu ia hanya berdua dengan orang ini di dalam hutan. Sandra memaksakan untuk tersenyum dengan kontak mata singkat sambil bergegas berjalan melewati orang itu. Dan pandangan mata cowok itu yang menatap dirinya seketika membuat bulu kuduk Sandra langsung berdiri.Tiba-tiba ia sadar. Ia tahu kalau orang itu barusan telah mempergokinya telanjang bulat! Saat itu mungkin ia sedang sembunyi di dalam hutan sambil melihat dirinya dalam polos! Ia merasa amat malu, khawatir, takut, dan marah menjadi satu. Kenapa dirinya sebodoh itu. Orang ini telah melihat dirinya sejak dari awal tadi! Pandangan matanya telah menunjukkan itu semua. Karena pandangannya begitu liar dan tajam, jauh melebihi cowok SMA yang melihatnya memakai bra tembus pandang di mal saat ia SMA dulu. Kini mungkin orang ini turun ke bawah datang kemari untuk memperkosanya! Kini ia harus kabur secepatnya! Untuk itu ia langsung meninggalkan cowok itu. Ia sempat menoleh ke belakang, takut kalau cowok itu mengejarnya. Cowok itu tak mengejarnya. Namun berdiri disana sambil menatapnya dengan tajam. Segera Sandra berlari dengan perasaan campur aduk tak karuan. Sementara ia mendengar cowok itu yang mentertawakan dirinya. Tentu saja cowok itu mentertawakan dirinya, karena barusan telah melihat dirinya tak memakai apa-apa!
--@@@@--
Sandra masih merasakan tingginya tingkat ketegangan dalam dirinya itu saat membayangkan itu, meski saat ini ia berada pada tempat aman yaitu di kamarnya sendiri. Ia masih teringat betapa rasa ketegangan itu baru mulai berangsur hilang ketika ia telah dekat dari desa dan melihat sejumlah penduduk desa. Setelah itu, ia langsung balik ke villanya dan menenangkan dirinya dengan berendam di jacuzzi hangat di kamar mandinya. Oleh karena itu ia tak mendengar saat ada ketukan di pintu kamarnya.
“Never again.. Never again..” katanya berkali-kali. Namun kini balik ke pertanyaan semula, apakah aku harus menceritakan kalau telah bertemu dengan orang mengerikan itu? Tentu tak mungkin menceritakan semuanya apa adanya. Sebaiknya aku mengatakannya, batinnya. Dan ia mulai menyusun hal-hal yang akan dikatakannya besok tanpa harus menceritakannya “terlalu detail”.
Pada saat itu, tiba-tiba ia seperti mendengar ada suara di dalam kamar mandi.
“Apakah itu?” Tanyanya dengan waswas.
Sandra turun dari ranjangnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk memastikan tak ada hal-hal yang mencurigakan disana. Namun sebelum dirinya sampai ke kamar mandi, rupanya sumber suara itu telah muncul di hadapannya! Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka, dan muncul seorang cowok menakutkan yang tak memakai apa-apa kecuali handuk putih miliknya yang menutup bagian bawah tubuhnya. Kusno! Kusno sedang tiduran di bawah pohon sambil berusaha berpikir apa langkah selanjutnya. Saat itulah sayup-sayup terdengar suara wanita yang berteriak-teriak. Sebagai orang yang terbiasa dalam lingkungan kekerasan, dirinya langsung waspada namun juga heran. Segera ia bangkit berdiri untuk menyelidikinya. Sebelum belakangan ini berurusan dengan dunia kekerasan, Kusno adalah seorang yang dibesarkan dari tempaan alam dan terbiasa hidup susah. Sejak kecil ia telah keluar masuk hutan, menjelajahi gunung, berurusan dengan binatang buas, dan hidup di alam bebas. Semua ini membuat intuisi dan seluruh panca indranya amat tajam, jauh melebihi orang kebanyakan. Bahkan hampir setara dengan naluri hewan liar. Sehingga tak susah bagi dirinya untuk menemukan sumber suara yang agak aneh itu. Dengan tepat, ia berjalan menuju ke arah air terjun itu. Saat itu ia melihat seorang gadis muda berjalan menuju ke arahnya. Kusno menatap Sandra dengan tajam. Bahkan seorang pemuda tempaan alam yang kokoh seperti dirinya pun sempat goyah. Seumur hidupnya tak pernah ia melihat gadis secantik itu. Namun keberadaannya di hutan seorang diri sungguh terasa aneh. Tak perlu orang yang jenius untuk menilai kalau Sandra jelas-jelas bukan penduduk desa. Bahkan orang dengan kapasitas otak terbatas seperti Kusno, yang lebih terbiasa bertindak berdasarkan naluri hewannya, tahu akan hal itu. Ia pun juga heran dengan munculnya seorang gadis sekaliber Sandra yang begitu aneh disini. Dipandanginya gadis itu dari atas sampai bawah saat melewatinya. Sesaat kemudian, ia memalingkan diri untuk memandang gadis yang mengusik pikiran dirinya itu. Saat itu secara kebetulan Sandra juga menoleh ke belakang, sehingga untuk sesaat ia kembali bertatapan dengan gadis yang baginya sungguh luar biasa cantik itu. Ia melihat gadis itu buru-buru kabur. Diam-diam diikutinya gadis itu dari jauh sampai hampir menuju desa. Kemudian ia kembali ke air terjun. Disana ia menemukan “bukti” kalau gadis ini sebelumnya berada disini karena ia bahkan bisa mencium bau harum tubuhnya yang masih tersisa. Ia tahu dimana gadis itu tinggal, karena hanya ada satu-satunya bangunan besar di sekitar situ yang terlihat begitu mencolok dari kejauhan. Naluri tingkat bawahnya menuntun dirinya untuk memburu gadis itu
Saat hari berubah petang, ia telah sampai di lereng jurang yang diatasnya terdapat villa mewah yang gemerlap bercahaya di tengah kegelapan alam sekitar. Meski jurang itu cukup tinggi dan curam, tak susah bagi dirinya untuk memanjatnya. Meski salah sedikit taruhannya nyawa melayang, Kusno sama sekali tak takut atau ragu memanjat jurang itu tanpa peralatan apa pun. Kusno memilih bagian dengan cahaya paling terang dan balkon yang paling indah. Itu adalah kamar Sandra! Akhirnya ia sampai di balkon jendela yang menonjol dari kamar tersebut. Sebelum membuka jendela dan masuk ke dalam, ia melompat keluar dari balkon dan berjalan lima langkah menyusuri tembok dan mengintip melalui jendela kecil untuk memeriksa keadaan dalam ruangan. Kusno langsung terkesiap! Rupanya itu adalah kamar mandi. Di situ ada seseorang yang sedang mandi di pancuran shower. Ia tak bisa melihat jelas karena ada kaca pemisah di ruang shower yang mengembun, membuat pandangannya terhalang. Namun jelas terlihat kalau sosok yang sedang mandi itu adalah sosok gadis muda! Meski detailnya terhalang oleh kaca berembun, ia dapat melihat tubuhnya yang putih mulus dengan rambut agak panjang. Hati Kusno bergejolak, jantungnya berdebar-debar, darah kejantanannya langsung bangkit melihat itu semua. Apalagi masih terbayang-bayang wajah gadis itu yang begitu cantik luar biasa. Seliar-liarnya dirinya, ia masih seorang laki-laki normal. Tiba-tiba terdengar suara helikopter yang semakin mendekat. Sialan! Maki Kusno sambil melihat ke sumber suara itu. Pasti mereka datang untuk mencariku. Ia menimbang apakah akan pergi meninggalkan tempat itu ataukah malah masuk ke dalam. Akhirnya ia nekat masuk ke dalam. Dengan amat cekatan dan hati-hati, dibukanya jendela balkon itu dengan keahlian seorang pencuri membuka kunci. Beruntung baginya, saat itu tak ada alarm yang diaktifkan karena perkiraan situasi yang aman tentram. Sehingga tanpa kesulitan ia berhasil masuk ke dalam. Kini ia telah masuk di dalam kamar tidur Sandra! Begitu masuk, Kusno langsung takjub melihat kemegahan dan keindahan kamar itu yang bagi orang seperti dirinya bagaikan mimpi saja. Namun hal itu segera terlupakan dan darah Kusno seketika berdesir melihat pintu kamar mandi yang terbuka dan suara kucuran air shower masih berbunyi. Ia bisa saja langsung masuk ke dalam dan menyaksikan secara langsung gadis itu mandi di depannya. Namun ia menahan diri. Saat ini keselamatan dirinya lebih penting. Ia tak ingin kehadirannya disini mengundang perhatian yang tak perlu. Apalagi ada suara telepon yang berkali-kali berdering, membuat ia semakin bersikap hati-hati. Suara air shower terhenti. Ia langsung bersembunyi di celah sempit antara lemari pakaian besar dengan sudut tembok persis sebelum gadis itu berjalan keluar dari kamar mandi menuju ruang tempatnya berada, yaitu ruang dimana tempat tidur gadis itu berada. Di tengah suasana lampu kamar berwarna kuning yang cukup terang, ia sekilas melihat gadis itu hanya memakai handuk saja dan sedang memunggunginya. Darah mudanya berdebar-debar. Bahu telanjangnya yang putih sungguh mempesona dirinya. Juga figur indah tubuhnya di balik kain handuk. Apalagi dirinya jarang berhubungan dengan wanita dan boleh dikatakan hampir tak pernah berinteraksi dengan gadis kelas elit dengan kulit putih bersih seperti yang dilihatnya saat ini. Saat itu telepon kembali berdering. Kali ini gadis itu mengangkatnya.
“Halo, Pak Sartono,” suara gadis itu terdengar sungguh merdu di telinga Kusno.
“Siapa… malam-malam begini?” suara gadis itu dengan nada heran.
“Baiklah… aku akan turun menemui mereka..” kata gadis itu yang kini berjalan ke arahnya. Kusno menahan napas… karena gadis itu semakin mendekati ke posisinya bersembunyi.
Dan semakin dekat dimana pintu lemari persis di sebelahnya terbuka dan ia dapat melihat kaki gadis itu saat ia berdiri di dekatnya. Namun gadis itu tak melihatnya dan ia tak bisa melihat bagian tubuhnya yang lain karena terhalang oleh pintu lemari.
Suara gadis itu begitu jelas dan dekat sekali. “Tapi suruh mereka tunggu sebentar….”
Degg! Jantung Kusno berdetak keras karena dilihatnya handuk putih jatuh luruh di kaki gadis itu!
“Sekitar 5-10 menit lagi baru aku bisa turun ke bawah.”
(Ya, tentu kau tak mungkin turun sekarang dengan keadaanmu seperti saat ini, gumam Kusno dalam hati).
Telepon itu dimatikan. Kusno melihat ujung tangan putih halus melemparkan handset telpon itu ke atas ranjang. Jarak mereka semakin dekat. Hanya kurang dari semeter saja. Kini ia dapat melihat lebih banyak bagian kaki gadis itu. Juga ia dapat merasakan tarikan napas gadis itu dan mencium wangi harum tubuhnya. Kusno menahan napas dengan hati berdebar-debar melihat paha bagian bawah gadis ini. Paha mulus itu berada dalam jangkauan tangannya. Seandainya mau, ia dapat lansung memegangnya. Sementara Sandra yang sedang telanjang bulat tak sadar kalau ada seorang buronan tahanan yang bersembunyi di kamarnya, yang hanya berjarak sepenggal tangan saja dari dirinya. Hanya karena pintu lemari itulah maka pria itu tak dapat melihat tubuh mulusnya dalam keadaan polos. Dengan santai Sandra memakai celana dalam, lalu bra, dan terakhir dasternya, yang semua gerak-gerik dan bayangannya dapat “dirasakan” oleh Kusno. Setelah itu ia menutup pintu lemari sambil berjalan menjauh untuk merapikan rambut dan wajahnya sejenak. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka dan gadis itu meninggalkan Kusno dalam keadaan tegang serta full ngaceng!
--@@@@--
Kini, gadis yang barusan membuatnya terangsang hebat itu berdiri di depannya! Sementara handuk yang sebelumnya dipakai gadis ini kini melilit di pinggangnya menutupi bagian bawah tubuhnya.
“Siapa kau? Apa yang kau lakukan disini?!” tanya gadis itu dengan terkejut dan seperti ketakutan oleh dirinya.
“Aku cuman orang biasa,” jawab Kusno sambil memandangi Sandra,” Tapi kamu betul-betul cantik sekali, Nik,” lanjutnya tanpa tedeng aling-aling.
(*Nik adalah kependekan dari Nonik - istilah di tempat asal Kusno terhadap anak gadis majikan yang belum menikah).
Sandra semakin marah mendengar ucapan yang keluar dari dari seorang cowok rendahan seperti ini. Baginya, ini adalah suatu penghinaan karena cowok ini tak layak mengatakan itu kepadanya. Namun, ia juga merasa takut karena kini hanya mereka berdua saja di dalam ruang tertutup.
“Kamu adalah buronan yang dicari polisi itu khan,” lanjut Sandra. “Bagaimana kamu bisa ada disini!”
Dirinya sungguh penasaran, bagaimana orang ini bisa tiba-tiba menyusup ke kamar tidurnya.
“Ya. Betul. Aku memang lari dari penjara,” jawabnya sambil terus memandangi wajah cantik Sandra. “Tapi itu semua karena sebenarnya aku nggak bersalah.”
Sandra tak peduli apakah Kusno bersalah atau tidak. Ia ingin cowok itu segera pergi dari sini secepatnya.
“Keluar kamu!” bentaknya dengan marah.
“Oh?!” seru Kusno. “Kenapa, Nik? Aku kesini khan juga karena undanganmu tadi.”
“Oh ya, namaku Kusno. Namamu sapa, Nik,” tanya Kusno sambil mengulurkan tangannya.
Sandra makin marah dengan jawaban Kusno. Apalagi dari tadi pandangan cowok itu begitu kurang ajar menatap dirinya lekat-lekat. Dan omongan cowok itu juga kurang ajar sekali. Ia masih belum gila untuk mengundang cowok hina seperti ini ke kamarnya! Selain marah juga ia takut dan malu. Dalam dirinya ia yakin kalau cowok ini tentu telah melihat dirinya telanjang bulat sore tadi dan kini entah bagaimana caranya ia datang kemari untuk memperkosanya! Membayangkan dirinya ditiduri oleh cowok seperti ini membuat bulu kuduknya seketika bergidik ngeri. Boro-boro itu. Berjabatan tangan dengan cowok ini pun ia ogah!
“Keluar kamu! KELUAR!!” bentak Sandra keras dan menolak menjabat tangan Kusno karena ia tak sudi bersentuhan dengan cowok rendahan ini.
“Oooh, jadi kamu menghina diriku ya. Mentang-mentang kaya, mentang-mentang elit, mentang-mentang Nonik, trus menghina orang rendahan seperti aku ya,” dengus Kusno yang menjadi marah dengan perlakuan kasar serta menghina dari gadis ini. Rasa sukanya yang tak berbalas bahkan ditolak mentah-mentah kini berbuah sakit hati.
“Kalau kau tak keluar sekarang juga, akan kupanggil polisi kemari!” ancam Sandra.
“Ok, aku keluar sekarang,” kata Kusno dengan tenang. Diluar dugaan ia menuruti perkataan gadis itu dan berjalan menuju pintu. “Tapi, omong-omong… apa kata orang-orang itu kalau melihat aku keluar dari kamar tidurmu dengan memakai handuk saja, hehehe.”
“Tunggu!” buru-buru Sandra mencegahnya. Kini ia jadi serba salah.
”Kenapa Nik? Sekarang kamu minta aku tinggal disini? Hehehe.”
“Pakai dulu bajumu,” kata Sandra dengan muka merah.
“Baiklah. Aku akan memakai celanaku disini sekarang juga. Heheheh,” kata Kusno seketika melepas handuknya.
“Jangan!” Namun ucapan Sandra itu tak ada gunanya. Handuk itu langsung turun ke bawah membuat Kusno kini berdiri telanjang bulat menghadap frontal ke arah Sandra!
Sandra seketika memalingkan muka tak ingin melihat tubuh laki-laki dewasa yang telanjang bulat di depannya. Sementara Kusno justru berjalan-jalan dengan santai di depan gadis itu seolah ingin mengejeknya. Sandra yang di dalam hati sebenarnya begitu marah dan terhina, hanya bisa berdiam dan menunduk saja. Ia sama sekali tak berani melihat ke depan. Dalam hati ia berharap semoga tak ada hal lebih buruk lagi yang akan terjadi pada dirinya. Kusno menjadi agak gusar melihat Sandra hanya menunduk saja sama sekali tak menanggapi dirinya. Kini ia akan menunjukkan kekuasaannya terhadap gadis yang telah menghinanya barusan.
“Ayo, liat kesini Nik!” perintahnya kepada Sandra.
Hampir menangis rasanya Sandra saat mendengar itu. Seumur-umur belum pernah ia diperintah secara kasar seperti ini. Apalagi oleh orang rendahan seperti Kusno yang levelnya bahkan lebih rendah dibanding kacungnya yang paling rendah. Dan yang paling parah, gadis elit seperti dirinya dipaksa untuk melihat tubuh bugil cowok itu! Tentu Sandra tak sudi melakukan itu. Namun Kusno kemudian mengancamnya.
“Kalo kamu tetap nggak mau liat kesini, Nik, maka akan aku belejetin seluruh pakaianmu!” kata Kusno dengan tajam.
Mendengar itu mental Sandra seketika langsung runtuh. Daripada dirinya ditelanjangi… akhirnya dengan amat sangat terpaksa Sandra mengangkat wajahnya. Ia memaksakan diri untuk melihat tubuh telanjang Kusno yang coklat gelap dan kasar, termasuk batang kejantanannya yang hitam besar dan berbulu lebat yang telah berdiri tegak.
“Kamu suka ya Nik sama kontolku ini. Kok dari tadi ngeliatin terus,” ejek Kusno.
Puas hatinya telah berhasil membalas impas penghinaan gadis ini tadi dengan memaksanya melakukan sesuatu diluar kemauannya.
“Awas, kalo kamu berani menoleh sedikit aja, akan kutelanjangi kamu,” ancam Kusno sambil terus berjalan mondar mandir di dalam kamar. “Dan kalau kamu berani melawan, aku nggak akan ragu-ragu untuk memperkosamu!” ancam Kusno dengan bengis.
Sandra yang sungguh merasa terhina dipaksa melihat cowok bugil itu, ditambah rasa takut yang luar biasa akan kemungkinan dirinya diperkosa oleh cowok rendahan itu, akhirnya timbul keberaniannya. Sungguh paradoks yang menarik. Seseorang bisa timbul keberaniannya saat merasakan rasa takut yang luar biasa. Dan itulah yang terjadi pada diri Sandra saat ini. Apalagi pada dasarnya ia adalah seorang gadis kelas atas dengan harga diri tinggi. Tentu ia tak ingin dirinya dihina seperti ini oleh seorang cowok. Apalagi dijadikan pelampiasan nafsu birahi seorang cowok rendahan. Di saat Kusno agak lengah, ketika cowok itu sedang berjalan-jalan sambil tersenyum-senyum dan mendongakkan kepalanya, tiba-tiba Sandra langsung bergerak cepat berlari ke arah pintu. Karena lengah, reaksi Kusno jadi agak terlambat. Selain itu juga ia tak menyangka gadis ini tiba-tiba timbul ketegarannya untuk berani memberontak. Namun, Kusno adalah seorang pemuda tempaan yang baik fisik maupun mentalnya telah terbiasa menghadapi situasi kritis. Bagaikan seekor harimau yang akan menerkam rusa, ia segera berlari untuk menyergap Sandra dan menghalangi gadis itu keluar. Bagi dirinya ini bukan hanya sekedar mencegah Sandra kabur namun ini adalah persoalan hidup dan mati baginya. Apabila gadis ini berhasil kabur, tentu ia akan berteriak minta bantuan. Apabila itu terjadi, dirinya sungguh dalam bahaya besar. Bisa-bisa nyawanya bakal melayang karena ia tahu para polisi itu sama sekali tak segan-segan untuk langsung menembaknya. Itu pula sebabnya mengapa barusan ia terus bersumbunyi saat Sandra melepas handuk mandinya dan telanjang bulat di dekatnya. Sebagai seorang laki-laki normal, tentu ia juga terangsang hebat berada pada situasi seperti saat itu. Apalagi ia telah melihat sendiri betapa cantiknya gadis itu. Namun ia tahu, kalau gadis itu sampai melihatnya, pasti ia akan melaporkannya. Sementara kalau ia mengikuti nafsu birahinya dengan langsung menggagahi gadis itu, mereka yang di bawah pasti akan segera mendatangi kamar ini karena mereka telah menunggu gadis ini untuk segera muncul. Apabila itu terjadi, akan susah bagi dirinya untuk melarikan diri. Karena konsentrasinya pasti terpecah antara nafsu birahi untuk menikmati tubuh mulus Sandra dengan penyelamatan dirinya. Sebagai makhluk tempaan alam yang levelnya hampir mendekati binatang buas, akhirnya naluri survival-nya berbicara jauh lebih kencang ketimbang nafsu birahinya. Ia terus bersembunyi karena gadis yang sedang telanjang bulat di dekatnya itu bagaikan predator yang mengancam keselamatan dirinya. Lagi-lagi satu paradoks menarik! Seorang napi yang bengis, kasar, dan pemberani malah takut menghadapi gadis muda yang lembut, cantik, dan sexy yang tak memakai selembar pakaian pun!
Kini Sandra, yang kali ini berpakaian lengkap, kembali mengancam keselamatannya. Dengan kecepatan luar biasa yang didasari oleh insting “membunuh atau dibunuh”, ia melesat sekuat tenaga untuk bagaimanapun caranya harus mencegah gadis ini keluar. Namun kali ini ia kalah cepat! Mungkin karena terdorong oleh rasa takut luar biasa yang kemudian menjelma menjadi keberanian luar biasa, Sandra beberapa langkah lebih cepat mencapai pintu kamarnya. Dengan segera ia memutar kuncinya dan membuka pintu kamarnya. Klik!! Di saat yang amat genting itu Sandra lupa akan satu hal penting! Sebagai seorang gadis muda dan putri majikan, kamarnya (dan juga beberapa kamar lainnya) mempunyai sistem pengaman kombinasi yang berlapis. Apabila ada orang berniat jahar dari luar, sungguh tak mudah dan memerlukan waktu agak lama untuk bisa mendobrak masuk. Sebaliknya, untuk membukanya dari dalam juga memerlukan prosedur yang sedikit lebih lama dari kunci kamar biasa. Saat Sandra membuka pintu kamarnya, pintu itu masih terkunci! Rasa panik yang melanda diri Sandra membuat ia lupa untuk men-scan ibu jari kanannya. Malah ia beberapa kali mencoba membuka-buka gagang pintu yang tak kunjung terbuka itu. Di saat ia lalu teringat dan men-scan jarinya, dimana kemudian terdengar suara “bip” dan lampu LED hijau kecil menyala… terlambat!!! Tangan hitam Kusno telah meremas tangannya di gagang pintu, menghalangi Sandra membuka pintu. Sandra berteriak histeris! Dirinnya diliputi rasa ketegangan luar biasa. Namun peristiwa yang berlangsung cepat dan begitu membangkitkan adrenalin ini merupakan antiklimaks bagi dirinya. Kusno berhasil mencegah dirinya kabur. Bahkan pemuda itu telah menyergap dirinya dan dengan kasar mendorongnya masuk menjauhi pintu kamarnya… pintu keluar jalan menuju kebebasannya. Sungguh ironis! Sistem keamanan yang dirancang sedemikian canggih untuk melindungi keselamatannya kini justru berbalik melawan dirinya. Seandainya itu adalah pintu kamar biasa, saat ini Sandra tentu telah berada di luar. Sementara kini ia harus menghadapi laki-laki menakutkan yang sedang marah ini.
“Bangsat kamu!” desis Kusno dengan amat marah. Dan, plakkk.. plaakkk! Ditamparnya pipi Sandra dua kali! “Kamu berani melawan! Pengin mati kamu ya!”
Mata Sandra merah basah dan berair. Hatinya begitu sakit sekali. Bahkan papanya sendiri pun tak pernah menampar dirinya. Namun ada ketakutan lebih besar dalam dirinya. Ia sadar kini dirinya betul-betul dalam kekuasaan laki-laki ini. Ia tahu ruang kamarnya adalah kedap suara. Sehingga menjerit sekeras apapun suaranya tak akan terdengar. Kini ia hanya berharap supaya Kusno mau mengasihani dirinya.
“Am-ampun, maafkan aku, Mas,” kata Sandra dengan begitu memelas.
Seumur hidupnya, ia belum pernah bersikap memohon-mohon seperti ini kepada siapa pun. Kini gadis putri konglomerat itu harus bersikap mengiba-iba terhadap orang yang tingkatannya jauh lebih rendah dari dirinya. Hmm, betapa ironis! Dan tanpa disadari, itu juga sebuah kesalahan fatal menghadapi orang seperti Kusno. Bagi manusia dengan naluri buas seperti Kusno, saat itu ia bagaikan rusa tak berdaya di depan seekor harimau kelaparan. Ditambah sebelumnya ia telah membuat marah pemuda itu dimana naluri “membunuhnya” masih menyala-nyala. Dan diperkuat lagi dengan belum hilangnya wangi harum semerbak tubuhnya serta bayangan kemulusan dirinya dalam benak pemuda itu ketika sedang bersembunyi di dekatnya tadi. Sebenarnya sejak awal tadi Kusno sama sekali tak berniat untuk melampiaskan nafsu birahinya apalagi memperkosa Sandra. Mungkin ia adalah orang yang liar, buas, ganas, seorang penjahat, pembunuh, residivis, teroris, pembuat makar, atau apa pun namanya, namun ia sama sekali bukan seorang penjahat seksual. Barusan ketika ia sengaja telanjang di depan Sandra dan memaksa gadis itu melihatnya bukan dikarenakan ia memiliki hasrat seksual terhadap gadis itu. Namun hal itu semata-mata untuk menunjukkan kekuasaannya terhadap gadis itu serta untuk menghinanya. Namun kini, melihat sikap pasrah total gadis itu yang sebelumnya dianggapnya sebagai ancaman bahkan predator bagi dirinya, ditambah dengan kombinasi emosi yang berkecamuk dalam dirinya, dirinya kini bagaikan singa kelaparan yang ingin membalas menaklukkan “predatornya”. Yang diburu kini menjadi pemburu. Yang diancam kini menjadi pengancam. Yang hampir menjadi korban kini mencari korban. Yang hampir ditaklukkan kini berniat menaklukkan.
Kusno memandangi wajah cantik Sandra. Nafsu birahinya merayap naik dan menjalar di dalam dirinya. Setelah ancaman bagi keselamatan dirinya telah dieliminasi kini naluri dasar berikutnya yang bekerja, yaitu gairah laki-laki terhadap perempuan cantik. Apalagi bagi cowok seperti Kusno, adalah peluang amat langka untuk dapat mencicipi gadis seperti Sandra. Kusno menatap ke payudara Sandra yang terlihat padat berisi di balik dasternya.
“Wow, kamu cantik banget ya Nik.”
Sandra bukanlah gadis bodoh. Naluri kewanitaannya juga sadar akan perubahan dalam diri Kusno. Ia tahu dirinya kini dalam posisi yang jauh lebih gawat dibandingkan saat-saat sebelumnya. Terutama gawat bagi kehormatan dirinya sebagai seorang gadis. Perlahan-lahan Sandra melangkah mundur menjauhi Kusno. Sementara Kusno berjalan mendekati Sandra.
“Buka bajumu, Nik!” perintah Kusno dengan sorot mata tajam menatap dada Sandra.
“Jangan, Mas,” pinta Sandra memohon sambil kedua tangannya secara refleks menutupi bagian depan dirinya.
“Ayo buka!” seru Kusno tak mau tahu.
“Jangan, Mas. Kalau Mas nggak mengganggu saya, Mas mau duit berapa saja akan aku kasih,” kata Sandra berusaha mengiming-iming Kusno dengan uang.
“Aku nggak pengin duitmu. Aku pengin menikmati kemulusanmu. Ayo cepat buka!”
Sandra betul-betul kehilangan akal. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia sama sekali tak melihat ada jalan keluar dari kesulitannya saat ini. Ia tak tahu lagi bagaimana caranya menyelamatkan diri dari orang ini. Ia benar-benar tak berkutik menghadapi orang ini. Karena orang ini betul-betul semaunya sendiri. Ia sama sekali tak peduli akan aturan-aturan yang ada atau hal-hal sosial lainnya. Terhadap si kumis tadi, ia masih bisa menggunakan pengaruh status sosialnya. Namun terhadap orang ini, semua itu sama sekali tak berjalan. Keringat dingin mengucur di leher Sandra padahal udara saat itu termasuk cukup dingin. Ia bersandar di tembok. Kini ia tak bisa kemana-mana. Sementara Kusno tanpa sungkan sungkan lagi kini matanya menggerayangi memandang sekujur tubuhnya.
“Kamu mau lari kemana, Nik,” kata Kusno dengan senyum mengejek sinis.
“Mas, jangan Mas. Jangan ganggu aku,” pinta Sandra memohon kepada Kusno.
“Sekarang kamu memohon-mohon, padahal tadi sombongnya setengah mati. Huh! Makanya jadi cewek jangan sombong,” dengus Kusno. “Mentang-mentang orang kaya, trus menghina orang seenaknya. Sekarang rasain kamu. Kini kamu harus melayani aku. Biar tahu rasa kamu.”
“Aduuh, ampun deh Mas. Tapi tolong jangan ganggu aku. Apalagi aku.. aku masih perawan, Mas. Dan sebentar lagi aku akan menikah,” kata Sandra berharap semoga Kusno masih punya rasa kasihan dengan tidak merusak dirinya.
“Wah, bagus! Malah lebih bagus itu. Jadi aku bisa mencicipi keperawanan nonik-nonik seperti kamu ini, hehehe.”
“Dan suamimu…. Hehehe, biar dia mendapatkan bekasku. Hahahahaaa.”
“Ayo, sekarang kamu milih mana, aku buka bajumu dengan paksa dan kuperkosa dengan kasar atau kamu mau secara sukarela!”
“Aku hitung sampai tiga.. Kalo sampe tiga kamu nggak mau buka bajumu sendiri, bajumu akan kurobek-robek dan kamu aku perkosa!”
Dalam hati Sandra sungguh menyesal. Ia menyesal mengapa sore tadi berbuat nekat dengan “melanggar hukum alam”. Kini ia sadar, setinggi-tinggi dirinya, tetap ada hukum-hukum alam yang harus diikuti sebagai anak manusia. Namun, penyesalan selalu datang terlambat.
“Satu!”
Sandra mengeluh. Seandainya tadi kubiarkan mereka memeriksa kamarku, tentu aku tak berada pada situasi fatal seperti ini, batinnya. Bahkan seandainya si kumis itu ingin menggangguku sekalipun, bagaimana pun ia masih lebih gampang “di-manage” dibandingkan orang ini.
“Dua!”
Sungguh paradoks yang ironis! Atau ironi yang paradoksial! Dirinya, yang notabene adalah anak majikan pemilik tempat ini dan kamar tidurnya merupakan kamar yang tak sembarang orang bisa masuk, kini bagaikan seorang tahanan yang tak bisa kemana-mana di kamar mewahnya yang kini serasa menjadi penjara baginya. Sebaliknya, Kusno yang sebenarnya adalah seorang tahanan dan orang rendahan kini malah dengan bebas menjadi raja semalam yang mampu menguasai dan memaksa gadis seperti dirinya menuruti seluruh keinginan dan melayani segala nafsu hewaninya. Kamar yang serasa seperti penjara bagi pemiliknya justru seakan menjadi istana semalam bagi tahanan itu.
“Tig…
Tangan Sandra akhirnya meraih kancing retsletingnya di punggung. Dan… sambil memejamkan mata, sreeettt…. Terdengar suara retsleting yang terbuka saat tangannya turun sampai ke pinggangnya. Kemudian…. dikeluarkannya kedua tangannya dari daster itu. Nampak bahunya yang telanjang yang begitu putih mulus. Dengan masih memejamkan matanya, sambil menggigit bibirnya, diturunkannya dasternya di depan Kusno sampai akhirnya seluruh daster itu turun ke bawah di lantai. Mata Kusno begitu terbelalak menyaksikan kemulusan tubuh Sandra. Kulitnya begitu putih halus. Wajahnya sungguh cantik. Dan bentuk tubuhnya yang hanya memakai pakaian dalam sungguh menggairahkan. Payudaranya begitu padat kencang berisi di balik bra hitam. Celana dalam hitamnya sungguh sexy menggoda. Penis Kusno menegak kuat dengan gagah. Kedua tangannya mulai meraba-raba tubuh mulus Sandra.
“Muluuss, Nik” gumamnya sambil tangannya menggerayangi sekujur tubuh nonik itu.
Yang pertama disasar tentu sepasang payudara Sandra. Dipegang-pegangnya, diraba-rabanya, dan diremas-remasnya gunung kembar indah yang begitu putih halus indah itu. Lalu tangannya menggerayangi sekujur bahu dan tangan Sandra, perutnya, punggungnya, pantatnya. Pantat Sandra diremas-remas. Lalu tangannya berpindah ke depan. Paha mulus Sandra betul-betul habis digerayangi oleh kedua tangan hitam Kusno. Terakhir, tangan kanannya meraba-raba celana dalam hitam Sandra. Tangannya digesek-gesekkan di celana dalm hitam halus itu. Kemudian tangannya menyusup masuk ke dalamnya. Dirasakannya bulu-bulu halus gadis itu. Dan, dijamahnya bagian paling rahasia dari gadis itu.
“Enak ya, Nik, hehehe,” kata Kusno saat tangannya bergerak-gerak di dalam celana hitam gadis itu, menggesek-gesek liang vaginanya. “Terangsang kamu ya. Heheheh.”
Bibir hitam Kusno mulai menciumi wajah cantik Sandra. Kedua pipi halusnya habis dikecupi Kusno. Kemudian, akhirnya bibir Kusno menemukan “lawannya”, yaitu bibir Sandra yang dengan penuh nafsu diciuminya sampai bersuara “capp.. ciapp...ciaphh”. Sandra hanya bisa pasrah membiarkan bibirnya dilumat Kusno. Sementara tubuhnya digerayangi tangan hitam kotor Kusno. Sementara pemuda itu sungguh memanfaatkan kesempatan. Tak tanggung-tanggung, seluruh bagian tubuhnya terutama bagian-bagian tertentu yang membangkitkan nafsu birahinya telah habis diraba-raba, diremas-remas, serta digrepe-grepe. Bahkan Sandra tak kuasa berbuat lain selain melayani saja ciuman penuh nafsu dari Kusno terhadap dirinya. Bagaikan hewan kelaparan, bibir Kusno menyapu seluruh bibir Sandra, mengecupi serta mengenyot-ngenyotnya. Lidah Kusno menyapu bibir Sandra, memaksa gadis itu untuk membuka mulutnya. Sehingga kini lidah Kusno bermain-main di dalam mulut Sandra, untuk “berkenalan” sambil “bersilat lidah” dengan Sandra.
“Gila, kamu betul-betul nafsuin banget, Nik,” kata Kusno sesaat setelah melepaskan ciumannya. "Sekarang coba, pengin liat aku susunya nonik-nonik itu seperti apa." Tangan Kusno meraih kaitan bra di punggung Sandra. Kusno langsung melepaskan kaitannya dan segera dilepaskanlah bra hitam itu untuk menelanjangi payudara Sandra.
“Wow! Suitt. Suitt.” Kusno mengeluarkan siulan iseng seperti saat tukang becak melihat cewek cantik.
Bedanya, pemuda ini kini melihat payudara telanjang Sandra dengan amat jelas gamblang dan persis di depan mata.
“Susumu benar-benar mantap, Nik,” kata Kusno sambil meremas-remas keduanya.
Sandra hanya bisa diam saja membiarkan cowok itu meraba-raba serta menggerayangi payudara indahnya.
“Wow! Putingmu merah. Asyik, Nik. Enak dimain-mainin.” Kedua ibu jari Kusno menggerak-gerakkan kedua puting Sandra yang berwarna kemerahan begitu menggairahkan. Sambil memainkan sepasang gunung kembar Sandra, Kusno kembali melumat bibir gadis cantik itu. Sementara bagian bawah tubuhnya terutama penisnya yang sedari tadi telah super ngaceng didempet-dempetkan di paha mulus Sandra. Kusno melepas kain penutup terakhir pada tubuh Sandra. Langsung Kusno meraba-raba bulu-bulu halus vagina Sandra. Bulu-bulunya yang halus dan rapi serta agak jarang begitu kontras dengan bulu kemaluannya sendiri yang keriting, panjang-panjang, banyak dan tak teratur. Memang keduanya sungguh kontras perbedaannya. Sandra begitu cantik dan terlihat nyata kalau ia dari keluarga elit. Sementara Kusno wajahnya begitu garang, bengis, dan sungguh cocok sebagai seorang preman / penjahat / tahanan / atau sejenisnya. Kulit Sandra begitu putih bening, mulus, dan terawat. Kusno terlihat lusuh, dengan kulit coklat gelap serta badan penuh goresan atau tatto. Tubuh Sandra begitu indah, sexy menggairahkan. Kusno berbadan kekar berotot. Buah dada Sandra sungguh indah, kencang, padat berisi dengan putingnya yang kemerahan menonjol di puncaknya. Sementara Kusno yang sejak tadi terus memandangi serta menjamah-jamah gunung kembar gadis mulus itu nampak batang kejantanannya yang hitam besar menegak keras sepanjang waktu. Sandra berusaha menahan diri ketika Kusno dengan penuh nafsu mengenyoti kedua payudaranya. Dengan ganas dan liar payudara indah miliknya diremas-remas dan diemut-emut oleh mulutnya yang agak tonggos.
“Susumu enak diemuti, Nik,” kata Kusno disela-sela aksinya menjantani Sandra.
Puting kemerahan gadis itu disedot-sedot dan dimainkan dengan lidahnya, dikecop-kecop dengan suara keras. Tangannya meraba-raba dan menggesek-gesek vagina gadis itu. Hanya karena teringat ucapan gadis itu kalau dirinya masih perawan saja ia tak memasukkan jari-jari tangannya ke dalamnya. Karena, ia akan menggunakan “jari spesialnya” untuk menembus vagina Sandra dan merenggut kegadisannya. Sesaat kemudian, Kusno mendorong Sandra dan membawanya ke ranjang besar… yaitu tempat tidur Sandra sejak ia masih gadis. Dan, ranjang itu jadi bergoyang-goyang akibat pergumulan dua sejoli yang berlawanan jenis dan berbeda segalanya itu, termasuk juga…..berbeda keinginan. Di bawah langit yang menderu-deru serta hujan lebat yang sesekali diselingi suara petir menggelegar dan cahaya kilat, ranjang itu terus bergoyang-goyang. Sayup-sayup, terdengar suara teriakan Sandra yang kemudian hilang ditelan gemuruh suara di luar sana. Hanya kamar itu - lengkap berikut semua perabotannya yang super mewah dan artistik saja – yang menjadi saksi bisu dari semua perbuatan Kusno terhadap Sandra malam itu. Begitu ganas. Buas. Dan liar….
--@@@@--
Esok harinya saat dirinya bangun, hari telah menjadi terang. Sama sekali tak ada tanda-tanda kekeruhan suasana langit malam kemarin. Langit begitu cerah dengan sinar matahari pagi berwarna keemasan yang agung. Namun hati Sandra sungguh tak menentu. Ia tak dapat melupakan apa yang terjadi malam kemarin. Satu malam yang begitu mencolok dalam lembar hidupnya yang bakal mengubah arah hidupnya. Bagaikan sebuah sungai yang aliran airnya tenang namun tiba-tiba membelok drastis dan bergabung dengan sungai lain yang arusnya amat deras dan penuh turbulensi. Sementara suasana di kamarnya begitu sunyi sepi. Hanya ia seorang diri disana. Ia bangkit dari tempat tidurnya dengan tak mengenakan apa-apa. Dibukanya jendelanya. Dari jendela itu, Sandra menatap ke dua sungai yang bergabung menjadi satu itu. Ia menatap lekat-lekat ke titik pertemuan keduanya. The Confluence. Kini semuanya rasanya sungguh berbeda. Tiba-tiba ia sadar akan satu hal. Ada hal-hal tertentu yang tak dapat dikembalikan lagi. Seperti kedua sungai itu. Begitu butir-butir air sungai mencapai titik pertemuan, The Confluence, air tersebut tak dapat balik lagi. Begitu melewati The Confluence, air tersebut tak bisa tidak selain harus mengikuti arah arus mengalir. Saat berjalan balik, Sandra melihat bayangan dirinya dari cermin besar, dengan noda darah terlihat begitu jelas di pangkal pahanya. Ya, memang ada hal tertentu yang tak dapat dikembalikan lagi, gumam Sandra dengan getir.
“Selamat pagi, Non.”
“Selamat pagi, Non.”
Satu persatu mereka menyapa gadis majikannya itu saat melihat Sandra muncul. Sementara Sandra hanya menanggapi sapaan hormat mereka dengan senyum pendek dan berlalu meninggalkan mereka. Ia tak berada dalam mood untuk berkata-kata apalagi beramah-tamah dengan siapapun. Sementara ia sedang larut dalam pikirannya. Satu pertanyaan yang mengganggu pikirannya sejak tadi. Sekarang apa yang harus kulakukan? Dirinya bertanya terus menerus. Setelah apa yang terjadi malam kemarin… kini aku harus bagaimana?? Saat di kamar mandi barusan, Sandra membiarkan seluruh tubuhnya diguyur air shower yang mengucur deras, dari ujung rambutnya sampai ke ujung kaki. Ia diam tak bergerak di bawah pancuran air itu. Seolah ingin memastikan dirinya betul-betul bersih dari semua noda serta kotoran yang ada pada dirinya. Cukup lama ia berdiri diam seperti itu dengan mata terpejam. Butir-butir air membasahi sudut matanya. Namun butir-butir lembut itu segera hilang diterjang air deras yang mengucur dari pancuran dan menyatu dengannya. Selanjutnya, semuanya jatuh ke lantai dan masuk ke saluran pembuangan yang kotor. Semuanya sungguh sulit dipercaya. Sebelumnya ia adalah seorang gadis yang, ibaratnya, hidup di atas awang-awang. Semua orang memuji dirinya, mengagumi, dan menghormatinya. Namun cowok jahanam itu telah merenggut semua itu darinya. Kini ia jatuh terhempas di tengah-tengah lumpur kehinaan. Hanya kurang dari dua belas jam lalu, ia masih seorang gadis terhormat. Namun kini??? Sandra tersenyum getir. Hanya dalam waktu singkat, cowok jahanam itu telah merampas kehormatan dirinya selama dua puluh tahun lebih. Tak hanya itu, ia juga harus mengalami penghinaan selama berjam-jam. Bahkan hampir semalam suntuk lamanya dirinya dipaksa melayani nafsu bejat cowok bajingan itu.
“Hehehehe… kalo di desaku dulu ada yang namanya wayang semalam suntuk, Nik. Nah, sekarang kita juga harus maen wayang-wayangan semalam suntuk. Hahahahaha.”
Kata-kata itu masih jelas terngiang di benaknya.
Dan selanjutnya, yang terjadi adalah rentetan penghinaan yang dilakukan cowok itu terhadapnya. Apa yang ada pada dirinya, semuanya direnggut oleh cowok itu… tubuhnya, kehormatannya, harga dirinya, semuanya…tanpa sama sekali memikirkan akibatnya bagi dirinya. Dan setelah mengambil semua yang berharga, sebelum hari menjadi terang, cowok jahanam itu meninggalkan dirinya begitu saja. Sementara dirinya yang terkulai lemah di ranjang hanya bisa menatap kosong………….
--@@@@--
Bagaikan orang gila, Sandra kini tersenyum-senyum dan tertawa-tawa sendiri. Senyum getir dan tawa yang pahit. Setelah itu ia menumpahkan seluruh emosi yang berkecamuk dalam dirinya. Dengan kalap ia meraung-raung dan memukul-mukul dinding sambil berteriak keras-keras bercampur tawa dan tangis bersamaan. Selama ini dirinya memang bukan gadis dengan pikiran yang super lurus. Kadang suka timbul juga pikiran nyeleneh dalam dirinya. Namun, bayangan dan fantasi liar di dalam benak sungguh berbeda dengan kejadian liar saat betul-betul terjadi secara nyata! Apa yang terjadi kemarin malam sungguh terlalu intens, ganas, brutal, dan liar bagi dirinya. Jauh melebihi fantasi paling liarnya sekalipun. Hanya karena dinding kamarnya yang kedap suara saja, maka tak ada pegawainya yang mengetahui kegilaannya saat itu.
--@@@@--
Sandra berjalan di taman indah yang di depannya terpampang pemandangan indah alam pegunungan yang luar biasa. Ia terus berjalan sampai ke ujung taman, dimana ia tak bisa melangkah lebih jauh lagi karena ada pagar yang sepinggang tingginya. Sementara di luar itu adalah lembah luas dengan jurang yang cukup dalam. Gadis itu berdiri melamun cukup lama disana sambil sesekali menatap ke lembah curam di depannya.
“Apa yang harus kulakukan sekarang?” gumamnya terus menerus.
Sungguh satu hal yang ironis. Pembangunan villa ini adalah sebuah proyek besar bagi keluarga mereka. Setelah selesai terbangun, villa ini menjadi salah satu icon kebanggaan mereka. Papanya sering menjadikannya tempat berlibur dan menjamu rekan bisnis penting maupun acara tahunan konglomerasi yang dipimpinnya. Sementara bagi dirinya, disediakan kamar mewah dan indah yang bagaikan kamar putri bangsawan saja. Namun justru ketika berada di villa kebanggaannya inilah ia mengalami penghinaan yang luar biasa. Villa yang dirancang sedemikian rupa dengan tingkat kemewahan tinggi serta keamanan canggih ternyata tak mampu menjaga satu hal yang paling berharga di dunia ini, yaitu kehormatan anak perempuan pemiliknya!
By: Jagbar
Kamis, 29 Januari 2015
Karya Pengarang Lain
0 Response to The Confluence
Posting Komentar