Viana |
Siang hari itu terasa panas sekali, khususnya bagi orang-orang dari kota besar seperti Pak Sumarga yang terbiasa dengan dinginnya AC ruangan, namun meskipun panas terasa sangat menyengat kulit Pak Sumarga tampak semangat sekali berjalan diiringi oleh dua orang pembantunya. Mereka menuju mobil Kijang yang teronggok di tepi jalan.
“Jo, kamu yang nyetir ya, kita langsung pulang saja sekarang” dengan wajah berseri Pak Sumarga memasuki mobil yang baru seminggu dibelinya diikuti Udin yang merasa bangga bisa duduk bersama dengan sang majikan.
“Siap bos” kemudian nafas lega terdengar dari mulut Tarjo yang daritadi merasa kepanasan dan akan segera merasakan sejuknya AC dalam mobil.
“wahhh, jasa-jasa kalian pasti saya balas, terutama kamu jo!”
“Terimakasih bos, kita sama-sama udah kecipratan rejeki koq bos” sahut Tarjo di belakang kemudi.
“ya, itu masih kurang, kalian juga akan saya nikahkan, semua biaya biar saya yang tanggung, tinggal kalian pilih sendiri ceweknya mau yang mana?” dengan wajah gembira, pria yang agak tambun itu menimpali pembantunya.
“yah bos, kita belum niat nikah, lagian kalau dipaksa nikah juga belum ada yang mau bos”
Tarjo tampak tersenyum mendengar kalimat Udin yang bernada lugu.. “kita?? Elu kali din” pikirnya..
“kalau gitu, kalian pilih saja maunya apa? Pasti saya penuhi!” tegas Pak Sumarga saking gembiranya melontarkan kalimat tanpa pikir panjang.
“bener nih bos?” tanya Udin setengah tak percaya.
“Ya iya Din, terutama kamu Jo, kan kamu yang pertama kenalin aku ke si Sumirah, jadi kamu juga tadinya mau aku biayain nikah”
“Nah Jo, kesempatan lu tuh nikahin anak Pak RT di kampung lu dulu, katanya dulu lu demen sama tuh cewek” balas Udin sehingga membuat Tarjo gelagapan, karena dia memang menyukai Tarmini, anak ketua RT di kampungnya, namun ditolak bapaknya lantaran dia masih pelaku kriminal.
“eh… itukan dulu Din, sekarang si Tarmi mungkin udah nikah, diakan juga banyak yang naksir”
“Wah, kebetulan kalau gitu Jo, kamu cari tau dulu saja. Kalau masih single, nanti kita lamar sekalian”
“Iya deh bos, nanti saya selidiki dulu orangnya” sahut Tarjo ogah-ogahan. Pikirannya sedang menimbang-nimbang antara mau atau tidak, karena sebenarnya dia sedang mengincar Viana, anak bosnya ini, namun dia juga tau diri menyadari statusnya.
Tarjo memang mengalami trauma sejak ditolak bapaknya Tarmini gara-gara tindak premanisme dan kegiatan kriminal yang dilakukannya bersama gerombolannya dulu, tapi masalah hati Tarjo sangat menyukai Tarmini. Sekarang ini Tarjo mulai berubah sejak dia bekerja pada Pak Sumarga. Perubahan itu semata-mata akibat kedua gadis anak majikannya itu yang selalu membuat birahinya naik, juga akibat keisengannya melepas ilmu gendam pada Viana yang tadinya untuk membuat gadis itu takluk seperti perbuatannya pada banyak gadis desa, tapi malah membuatnya tambah berminat pada gadis bermata sipit majikannya itu apalagi sejak melihat tubuh polos Viana yang putih terang pada kejadian beberapa hari sebelumnya. Tapi dalam hati kecilnya Tarjo tetap mencintai Tarmini, hanya saja hubungan mereka tidak direstui oleh ayah Tarmini, sang ketua RT. Jika dibandingkan secara fisik, memang keduanya bagaikan langit dan bumi, tentu lebih memilih Viana, namun sikap Tarmini yang sangat baik itu membuat Tarjo tidak bisa melupakannya begitu saja, cocok sekali bila dijadikan istri, apalagi sekarang dia telah mempunyai pekerjaan tetap, bukan lagi pengangguran yang selalu membuat ulah. Lagian terlalu berharap pada Vianapun kemungkinan besar terlalu membuang-buang waktu, seperti punguk merindukan bulan, jadi cukuplah baginya hanya mencicipi tubuh mulus Viana saja tanpa harus bertanggung jawab pada hidup Viana, itu sudah membuatnya sangat puas. Biar saja si Udin yang mengurus Viana, itupun kalau dia berhasil mendapat persetujuan PakSumarga majikannya. Sepanjang perjalanan pulang itu otak Tarjo yang licin berdenyut-denyut menimbang-nimbang yang harus dia pilih, apakah menerima atau menolak hadiah dari majikannya. Sementara Pak Sumarga sedang berbunga-bunga hatinya karena tak lama lagi ia akan memiliki Sumirah sebagai istri barunya. Udin disampingnya pun sedang sibuk memikirkan siasat bagaimana menjerat Viana tanpa harus bertanggung jawab sekaligus menguasai kekayaan majikannya. Memang selama ini Pak Sumarga sangat bergantung pada mereka berdua dalam mencari pelacur-pelacur untuk kesenangannya, bahkan terakhir Tarjo malah berhasil mendapatkan seorang gadis desa baik-baik dan menjerat gadis itu untuknya hingga kemudian gadis itu hamil dan tak lama lagi akanmenjadi istri barunya. Dengan begitu, Pak Sumarga merasa harus memberi penghargaan khusus pada kedua pembantu atau lebih tepat dikatakan kaki tangannya itu, selama inipun kedua pembantunya selalu dimanjakan oleh banyak pelacur suruhannya, namun begitu mendapatkan Sumirah yang masih perawan, Pak Sumarga pun rela memberikan bonus khusus pada kedua pembantunya terutama Tarjo. Berburu gadis-gadis desa yang lugu membuat kesan tersendiri bagi Pak Sumarga yang terbiasa dengan gadis-gadis mewah kota Jakarta yang matre dan juga untuk keadaan sekarang yang sedang bangkit dari kebangkrutan, berburu gadis desa lebih pas dikantongnya. Secara kenikmatan, memang gadis dimanapun sama saja kalau sudah diranjang, hanya sensasinya bagi Pak Sumarga saat ini lebih memilih gadis manis berkulit mulus sawo matang di desa daripada gadis cantik berkulit putih dikota.
Sejak hari itu gemparlah seisi rumah Viana karena niat Pak Sumarga yang akan nikah dengan gadis 18 tahun seumuran dengannya. Tatik, istri Pak Sumarga tentu saja merasa gerah mengetahui berita itu, niatnya seakan mendapat saingan untuk menguasai harta Pak Sumarga terlebih sampai saat ini dirinya belum juga hamil.
“Kalian harus secepatnya membereskan kedua anak itu, aku sudah tidak sabar memiliki rumah dan usaha ini. Bandot tua itu makin membuatku tidak betah, sekarang dia malah mau kawin lagi” katanya berbisik pada Udin sewaktu mereka berpapasan dibagian belakang toko.
“hehe tenang Tik, sebentar lagi beres koq, katanya si Bos ga sengaja bikin tu cewek hamil, kita juga gak maksud nambah saingan buat ente Tik, semuanya diluar rencana semula, maksud awalnya sih cuma senang-senang, ngambil hati si Bos” jawab Udin.
“Huuh, kalian para pria memang sama, gila perempuan. Pokoknya aku tidak mau ada saingan di rumah ini, termasuk juga tuh cewek” ketus Tatik sambil ngeloyor pergi kedepan.
Udinpun mengikuti Tatik dari belakang dengan langkah seenaknya. Udin dan Tarjo selama ini memang telah menjadi kepercayaan Pak Sumarga, sebagai tukang pukul, sebagai kuli dan juga sebagai penghubung pada gadis-gadis desa yang lugu. Sebagai upah mengenalkan gadis-gadis desa, Udin dan Tarjo ditraktir bermain pelacur sepuasnya, malah Pak Sumarga menawarkan akan menikahkan Udin dan Tarjo dengan salah satu gadis desa, tapi Udin menolak tawaran itu, karena baginya lebih baik bermain dengan pelacur daripada menikah dengan gadis desa yang tidak dapat menjamin hidupnya yang memang pemalas dan pelaku kriminal. Udin malah lebih mengincar Viana atau Airin, karena lebih bisa menjamin masa depannya dan juga jauh lebih menggairahkan secara sexual daripada gadis-gadis desa yang kusam, hanya dia belum berani mengatakannya pada Pak Sumarga, masih menunggu saat yang tepat. Tinggallah Tarjo yang masih berkutat dengan pertimbangannya akan penawaran Pak Sumarga.
Dua hari kemudian Tarjo dipanggil kembali oleh Pak Sumarga sang boss di ruangannya.
“Gimana Jo, kamu sudah selidiki belum?” tanyanya.
“Sudah bos, ternyata masih lajang”
“Terus bagaimana, apa yang kamu pilih? Mau dinikahkan dengan Tarmini atau pilih yang lain atau pilih hadiah lain?” tanyanya lagi.
5 jagoan ((Tarjo, Warsa, Darsono, Kosim, dan Udin) |
“Lho, kenapa bisa begitu?”
“percuma bos, orang tuanya tak akan setuju kalau nikah dengan saya”
“Lho, koq kamu sok tau begitu, bukannya orang tuanya Tarmini juga tak setuju? Apa bedanya”
“Ini lain bos, ada alesan lain yang lebih penting daripada alesan karena masalah pekerjaan saya dulu”
“Hmmmm, ya sudahlah jadi sekarang mau kamu bagaimana?” Pak Sumarga masih tidak menyadari maksud Tarjo yang membicarakan masalah Viana dan tentu dirinya sebagai orangtua gadis itu.
“Saya pilih dinikahkan saja bos, lagian umur saya sudah hampir kepala empat, masa belum nikah juga”
“hahaha baguslah kalau begitu Jo, masalah kepala empatmu itu ya salahmu sendiri kebanyakan kawin sama main cewek sampai lupa nikah.”
“hehehe iya bos, makanya mumpung ada yang bayarin, aku pilih nikah saja, kan enak”
“ya sudah, kamu nikah minggu depan saja, ajak cewek itu nikah, diusahain secepat mungkin ya Jo, aku juga minggu depan kan nikah juga, jadi waktu kerja tidak terbuang dan tetap efektif” sahut Pak Sumarga masih saja naluri bisnisnya keluar disaat-saat begitu.
“Koq digabung sih bos, saya belakangan saja, gak apa koq, jodoh kan tak akan lari dikejar”
“OO ga bisa! Soalnya toko akan diliburkan 3 hari, jadi kita harus pakai kesempatan itu buat nikah. Kalau nikahnya terpisah, pasti ditoko ini cuma tinggal si Udin sama aku yang kerja, sementara kamu pasti ambil cuti satu minggu, betul kan Jo?”
“hehehe si bos bisa aja, koq tau sih bos?”
“OO ya iya, tentu aku tau sifatmu, apalagi kalau lagi sama cewek”
Hari berikutnya bertambahlah kegemparan ditoko sembako itu karena Tarjo, sang tangan kiri bos sembako juga akan menikah dengan anak ketua RT dikampung sebelah dihari yang sama dengan pernikahan sang Bos.
“Bagaimana dengan kamu Din? Kamu mau hadiah atau mau dinikahkan juga?” kata Pak Sumarga disela-sela kesibukannya pada Udin sang tangan kanan.
“Saya masih bingung boss, takut ditolak sama ortunya”
“Yah, kamu ini bagaimana, mau dinikahin juga susah, yasudah bilang saja mau apapun pasti saya kasih, asal jangan minta uang banyak” kata Pak Sumarga masih tetap serakah.
“Weh bener nih bos, minta apapun dikabulkan?” tanya Udin dan dijawab dengan anggukan Pak Sumarga.
“bagaimana kalau saya minta dinikahkan sama anaknya si bos sendiri, non Viana” jawab Udin datar.
Untuk sementara Pak Sumarga diam, wajahnya yang kekuningan menjadi merah padam, betapapun ia akan menikahkan Udin, tapi tentu bukan dengan anaknya sendiri.
“Kurang ajar kamu Din!! Dikasih hati malah minta jantung! Kamu mana level dengan anakku, ngaca dulu dong, goblok!” makinya tak tertahankan.
“Lho, tadi katanya apapun yang saya minta pasti bos kabulkan, gimana sih bos, koq sekarang saya malah dimarah-marahi”
“Tapi bukan dengan Viana!!”
“Y asudah deh bagaimana kalau dengan Non Airin saja” kata Udin malah makin menjadi, dan membuat Pak Sumarga naik pitam.
“Sama saja guoblokkk!! Tidak bisa! Sudah, kamu kembali kerja! Jangan pikir lagi masalah hadiah! Tidak akan ada hadiah buat kamu Udin, dan sekali lagi kamu berpikir yang tidak-tidak terhadap Viana atau Airin, kamu akan saya pecat! Ngerti kamu!!!” Udinpun ngeloyor pergi dari hadapan Pak Sumarga sebelum bosnya itu bertambah marah.
Udin bersungut-sungut dalam hatinya “awas saja kamu bos, liat nanti malah anakmu yang kubuat memohon-mohon kawin dengan aku” .
Sebagai seorang pengusaha, Pak Sumarga selalu memegang teguh apa yang telah diucapkannya. Setelah memarahi Udin diapun merasa menyesal telah menjanjikan “apapun” pada Udin, dan bukan salah Udin kalau dia memilih anaknya. Diapun tahu kalau anaknya telah menjadi incaran para pemuda di desa itu, tapi dia baru sadar ternyata Udinpun menginginkan anaknya. Semalam suntuk Pak Sumarga tidak dapat memejamkan matanya.
“Sudah malam koq belum tidur Pak, mikirin Sumirah terus ya?” tanya Tatik menyindir suaminya, namun hanya dibalas senyuman dari Pak Sumarga.
Berikutnya Tatik malah tertdur lebih dahulu. Otak Pak Sumarga sibuk memikirkan jalan keluar baginya agar tidak jadi bahan tertawaan para pembantu di tokonya, sebagai seorang bos yang ingkar janji. Beberapa jam kemudian sebersit ide terlintas dibenaknya, Pak Sumarga tersenyum senang akan ide briliannya. Barulah dia bisa tertidur dengan pulas, karena hatinya sudah merasa plong.
Pagi-pagi sekali kembali Pak Sumarga memanggil Udin ke kantornya di toko.
“Baiklah Din, semalaman saya sudah pikirkan masalah kamu kemarin. Rasanya tidak adil kalau saya membedakan kamu karena masalah ras. Baiklah, kamu saya izinkan mendekati Viana, tapi ingat selama Viana setuju, saya tidak akan melarang hubungan kalian, tapi kalau anakku itu tidak mau, kamu harus berhenti mengejarnya, jelas?!”
Bukan main senangnya Udin mendengar lampu hijau dari bosnya yang mengizinkan dia merayu putri sulungnya.
“Wah, bener nih bos, waduh terima kasih banyak bos, siapa tau saya jadi mantu si bos. Hehehe” sahut Udin senang.
Pak Sumarga hanya tersenyum, namun hatinya juga ikut tertawa “hahaha anakku mana mau sama orang kayak elu Din, apalagi dia akan aku kenalkan pada anak temanku di kota, Via tidak akan memilih kamu…hahaha dasar orang udik bodoh, mana bisa memperistri anakku”. Pak Sumarga benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dalam rumahnya beberapa hari belakangan ini yang menyangkut putrinya bersama dengan kedua pembantunya itu.
#################################
Chapter 2
Gadis itu termenung sendiri di kamarnya. Kehidupan di rumah ini meskipun terlihat sibuk, namun tetap saja gadis itu merasa kesepian. Berbeda jauh dengan di Jakarta, selalu ada teman istimewa yang selalu siap menemaninya bermain-main. Viana sangat membutuhkan kehadiran seorang pria dalam hidupnya sekarang. Memang banyak pria-pria yang mendekatinya, di sekolahnya pun sekarang banyak dikunjungi para alumni pria yang tujuannya untuk berkenalan dengannya ataupun dengan Airin belum lagi teman-teman SMA nya yang berebut perhatian darinya. Di luar sekolah ada Supri tukang bakso tahu langganannya yang sering merayunya dengan bonus siomay, atau Mas Burhan tukang becak yang selalu menawarkan becaknya meskipun sudah tau ada yang menjemput pulang sekolah, belum lagi pemuda-pemuda pengangguran tetangganya yang selalu nongkrong di depan tokonya sambil bermain gitar yang selalu menggodanya di kala lewat sendirian. Di dalam rumahpun ada Udin dan Tarjo yang selalu baik padanya, yang juga sudah membuatnya terlena dengan kata-kata cabul dan porno. Bahkan mereka sudah menembaknya beberapa hari yang lalu dan lebih parah lagi mereka sudah melihat tubuhnya polos tanpa pakaian. Satu hal yang disayangkan dan hal itulah yang membuat kehancuran dalam hidupnya kelah, yaitu Viana telah memuaskan kedua pembantunya dengan sex oral dan handjob. Udin dan Tarjo telah berhasil memasukkan pengaruh percabulan dalam alam bawah sadar Viana. Di saat-saat seperti inilah pengaruh cabul itu muncul dalam pikiran Viana. Saat dia membutuhkan teman pria yang bisa menemani hari-harinya. Sebenarnya tak ada satupun yang dia suka dari para pemuda yang mendekatinya, dia lebih mengharapkan di desa itu ada pemuda chinesse yang mendekatinya karena tentu tak akan mendapat halangan dari papanya, berbeda kalau para pemuda pribumi itu yang mendekatinya, tentu dia yang akan kena marah papanya meskipun dari dirinya sendiri tak terlalu mempermasalahkan tentang ras terutama sejak kejadian dengan mantan pacarnya dulu. Namun berhubung di tempat itu jarang sekali keluarga yang satu ras, (kalaupun ada tentu anak-anaknya sekolah di kota besar) mulailah Viana menimbang-nimbang semua pemuda yang mendekatinya, celakanya hanya Udin dan Tarjo yang sudah menembaknya, sedangkan yang lainnya semua masih berusaha merebut perhatiannya. Sekali lagi pengaruh gendam Udin dan Tarjo menunjukkan keunggulannya. Tarjo menjadi pilihan utamanya sekarang, wajahnya tak bisa dibilang tampan, malah jauh dari tampan, namun cuma Tarjo yang masih lumayan dibanding yang lainnya. Telah beberapakali pula Viana memandang tubuh telanjang para pembantunya itu, tak terasa nafsunya perlahan-lahan bangkit membayangkan tubuh kekar kehitaman dengan penis 20cm yang tegak menantang di wajahnya. Namun lamunan itu sirna bahkan berakhir dengan kekecewaan yang terbayang di wajahnya yang putih dan tampak pada lingkaran kemerahan di sekitar matanya seperti menahan tangis. Betapa tidak, setelah sekian lama dia menimbang tentang siapa pria yang dipilihnya, sekarang pria yang telah dipilihnya malah akan menikahi wanita lain, Viana merasa rugi telah memuaskan Tarjo, apalagi telah membiarkannya memandangi tubuh telanjangnya sepuas hati.
Memang Jodoh itu Tuhan yang mengatur, kalau saja Tarjo tahu Viana memilihnya, tentu dia tidak akan memilih menikahi Tarmini sebagai hadiah dari Pak Sumarga, sebaliknya dia akan dengan senang hati memilih putri sang bos yang demikian cantiknya. Sementara sebagai wanita yang hanya bisa menunggu aksi dari pria, Viana pun hanya bisa menunggu aksi Tarjo melanjutkan tembakannya tempo hari atau menagih jawabannya. Hasilnya kekecewaan yang didapat Viana, dirinya merasa Tarjo telah mempermainkan perasaannya. Tinggal Udinlah satu-satunya pria yang telah menembaknya, terlintas juga pikiran untuk menerima sebagai kekasihnya, namun terlintas juga pikiran buruknya, tentu Udin juga sama dengan Tarjo, yang hanya ingin bermain-main dengannya. Viana sangat menyesal telah mengobral tubuhnya untuk orgasme para pembantunya itu. Kini musnahlah harapannya untuk mendapat pria idaman, namun kenangan akan kejantanan tubuh seorang pria tidak dapat menghilang dari pikirannya yang telah terinfeksi oleh gendam cabul Udin dan Tarjo. Dalam pikirannya selalu terlintas tubuh hitam kekar seorang pria pribumi yang sedang menyetubuhinya berulang-ulang. Tapi juga terlintas bayangan papanya dengan wajah galak melarangnya dan akhirnya Viana tertidur kecapean memikirkan itu semua.
##############################
Chapter 3
Seminggu kemudian tibalah hari yang ditunggu, pernikahan Pak Sumarga dan Tarjo dilaksanakan di dua tempat yang berbeda karena pengantin wanita berasal dari dua kampung yang berbeda pula.
Akhirnya akad nikah pun dilaksanakan, dan resmilah Sumirah menjadi istri muda Pak Sumarga.
Hari itu tampak pesta pernikahan diadakan dikeluarga mempelai wanita sesuai tradisi mereka. Viana dan Airin tampil seperti dua bidadari chinesse yang amat berbeda dengan tamu-tamu yang lain. Mereka memakai gaun putih berdada rendah yang hanya tersangkut oleh tali tipis berwarna putih yang kebetulan seperti warna kulit mereka yang putih. Gaun itu tentunya yang hanya cocok untuk pesta-pesta gedung mewah di kota besar, namun apa daya, hanya gaun itu yang mereka punya dan merekapun sudah terbiasa memakainya utuk pesta. Kali ini Viana dan Airin canggung sekali di pesta itu yang mayoritas tamunya malah mengenakan batik kebaya, sungguh di luar perkiraan mereka sebelumnya, tapi apa mau dikata, pesta sudah mulai dan mereka harus bersikap anggun sebagai putri dari pengantin pria. Udin tampak selalu berada didekat Viana, Udinpun baru menyaksikan Viana mengenakan gaun seperti itu, baginya justru Viana ataupun Airin yang seperti memakai baju pengantin. Mata Udin tak lepas dari belahan dada Viana yang begitu putih menggairahkan, pas sekali dengan usianya yang sudah 18 tahun, yang bagi orang didesa itu sudah layak untuk dinikmati. Pemandangan di pagi hari itu agak berbeda dengan pemandangan waktu malam dimana tubuh Viana polos di depannya. Sinar terang dari matahari begitu mengekspose terangnya kulit putih Viana dan Airin. Ingin rasanya Udin mengelus kulit yang terlihat sangat lembut itu, meskipun kemarin-kemarin dia bahkan sudah merayapi seluruh permukaan kulit Viana, namun kali ini tetap terlihat sekali perbedaannya. Seperti kebiasaan orang-orang desa yang masih mengutamakan kekeluargaan, hampir seluruh penduduk desa diundang ke acara pernikahan itu, tentunya diantara para undangan terdapat pula teman-teman sekolah Viana, mas Burhan, mas Supri, dan para pemuda lainnya yang berlomba mendekati Viana. Sepasang pengantin yang berada di pelaminan justru tidak terlalu menjadi perhatian para tamu yang hadir, justru Viana dan Airinlah yang menjadi pusat perhatian mereka, tapi meskipun begitu upacara pernikahan tetap berjalan seperti seharusnya. Sapaan demi sapaan terus berdatangan pada Viana dan Airin, mulai dari yang sopan sampai yang kurang ajar, semua itu tidak mereka tanggapi. Untuk mengalihkan perhatian para tamu, terutama para pemudanya yang mulai bermata nakal, Viana sengaja berdekat-dekatan dengan Udin seakan mencari perlindungan dari pembantunya itu. Tentu saja Udin yang sudah mendapat angin dari Pak Sumarga merasa di atas angin, dan dengan bangganya juga berani menggandeng pundak telanjang Viana di hadapan para tamu. Viana tentu merasa risih dengan ulah Udin, segera saja dia menepis tangan Udin, namun tetap tidak mau terpisah dengan pembantunya itu.
Untuk beberapa waktu Viana aman dengan adanya Udin disampingnya, tinggallah Airin yang kelimpungan ditinggal sendiri oleh cicinya. Waktu makan pun dikerumuni para pemuda dan digoda habis-habisan, untunglah Tatik mendekatinya sehingga para pemuda itu otomatis bubar. Pesta berlangsung meriah sampai sore hari, setelah semua tamu bubar tinggallah keluarga kedua mempelai termasuk Viana , Airin dan juga Udin.
“Wah-wah wah, ternyata kamu punya anak gadis yang cantik sekali ya…” kata Pak Hasan, orang tua Sumirah ketika melihat Viana dan Airin.
“eh, hmm iya pak, mereka anak-anakku dari istriku yang pertama”
“hmmm gitu toh, boleh juga tuh anakmu, sepertinya sudah waktunya dinikahkan juga tuh” kata Pak Hasan demi melihat Viana yang selalu bersama Udin, dikiranya Udin adalah pacar Viana.
“hehehe masih lama pak, kedua anakku belum punya calon koq” kata Pak Sumarga, matanya mendelik ke arah Udin agar sedikit menjauh dari Viana.
Tapi Udin malah bergeser duduknya mendekati Viana.
“Wah, kebetulan kalau gitu, keponakan bapak juga sudah cukup waktunya buat nikah, bagaimana kalau kita jodohkan saja anakmu dengan ponakan bapak, Bagaimana?”
Giliran Viana yang merah padam wajahnya, tapi tidak dapat berkata apa-apa.
“ooo, kalau saya sih terserah anaknya, tapi anak saya ini masih sekolah, bagaimana kalau tunggu sampai sekolahnya selesai baru kita bicarakan lagi” kata Pak Sumarga menolak secara halus.
“ooo iya juga, masih sekolah ternyata, iya nanti malah mengganggu sekolahnya, kasian juga ya, apalagi kalau sudah hamil, repot juga tuh, iya setuju, nanti saja dah” tukas Pak Hasan.
Bergidik juga Viana mendengar kata hamil, sementara Airin tersenyum-senyum menggoda cicinya yang juga tengah melotot ke arahnya. Dua jam lamanya mereka mengobrol dengan hangatnya sebelum Tatik pamit untuk pulang karena tidak mau mengganggu malam pertama suaminya.Viana, Airin dan Udinpun ikut pulang karena dirumah Sumirah tidak ada tempat untuk menampung mereka semua. Apalagi mereka juga harus menghadiri resepsi pernikahan Tarjo di desa tetangga. Meskipun merestui pernikahan suaminya, Tatik tetap tidak mengizinkan Sumirah tinggal bersama mereka, sehingga Sumirah tetap tinggal bersama kedua orangtuanya, namun secara bergilir Pak Sumarga mengunjunginya. Usia Sumirah hanya berbeda tiga tahun dengan Viana, alias 21tahun, namun tubuhnya begitu sintal dengan kulit kecoklatan. Sebenarnya Sumirah sudah memiliki kekasih, tapi karena kekasihnya seorang pemuda pengangguran tanpa masa depan sehingga bujuk rayu Pak Sumarga dengan iming-iming sejumlah uang membuat Sumirah menyerahkan tubuhnya pada Pak Sumarga sampai akhirnya Sumirah hamil, maka terpaksalah Pak Sumarga menikahinya. Jadi begitulah sekarang Pak Sumarga harus membagi jatah waktu di rumahnya dan di rumah istri barunya secara adil. Keadaan itu membuat Viana menjadi semakin dalam terperangkap dalam jerat Udin dan Tarjo.
#############################
Chapter 4
Viana sebenarnya enggan menghadiri pernikahan Tarjo di desa sebelah karena beberapa alasan, pertama Via malas bertemu dengan pria yang sudah dianggap mempermainkan perasaannya, kedua Viana merasa risih diperhatikan para tamu undangan seperti tadi siang, apalagi karena bajunya yang terlalu mewah , ketiga Viana tidak mau menghadiri pernikahan Tarjo hanya dengan adiknya, sementara papanya malah tengah bersenang-senang dengan istri mudanya. Ketiga alasan itu tampak percuma saja karena Tatik dan Udin yang menjadi sopir mobilnya malah berkeras akan ke pernikahan Tarjo. Jadi mau tidak mau, Viana dan Airin harus ikut bersama ibu tiri dan Udin. Airin tertidur dalam perjalanan itu, Vianapun tampak enggan berbicara sehingga dia menutup matanya berharap dapat tertidur seperti Airin, dan juga karena malas melihat Tatik yang duduk di depan disamping Udin. Tatik mengira kedua anak tirinya telah tertidur, merasa bebas berbicara dengan Udin, Namun Udin sebagai sopir selalu memperhatikan Viana dari balik kaca spion, dan tahu juga dari gerakgerik Viana bahwa gadis ini belum tidur.
“Sekarang, setelah bapaknya tidak di rumah, apa rencanamu Din?” tanya Tatik sambil kepalanya menoleh ke belakang memastikan Viana benar-benar tertidur.
Udin agak gelagapan juga ditanya begitu, namun otaknya yang culas seakan menemukan jalan terbentang di hadapannya.
“Apa maksudmu mbak?”
“ya apalagi kalau bukan kedua anak tiriku ini, apa kamu sudah berhasil dengan rencanamu itu?”
“Walah, koq kamu tau sih mbak? Pasti si bos yang bilang ya…..? Aku sih sejujurnya berminat sama non Via itu, kalau saja dia mau jadi istriku mbak, pasti bahagia sekali rasanya, tapi apa daya, aku cuma sebagai pembantu, mana mau non Via nikah sama aku, si Tarjo saja nyerah mbak, sampai dia mau nikah sama cewek lain” kata Udin panjang lebar sambil agak mengeraskan suaranya.
Tatik agak berkerut mendengar jawaban yang tidak seharusnya, tapi wanita ini cukup cerdik waktu melihat kedipan mata Udin. Tatik melirik pada Viana yang masih menutup matanya, lalu dia tersenyum kecil, mulai mengerti permainan Udin.
“Oo iya yah Din, mana mau anakku ini sama kamu hihii… Aku juga Ibu tirinya tirinya merasa aneh, koq suamiku itu malah ngizinin kamu merayu anaknya ini, padahal kalau aku pribadi gak bakal ngizinin anakku pacaran sama orang macem kamu Din” Kata Tatik dengan cerdiknya merangkai kata agar terdengar Viana.
“Yah itulah mbak, nasibnya jadi orang kecil, cewek jarang ada yang mau, padahal bapaknya malah sudah merestui lho kalau aku pacaran dengan anaknya”
“Lho, kapan bapak bilang sama kamu Din?”
“Itu lho mbak, waktu bos memberi Tarjo hadiah, dia juga menawarkan akan nikahkan aku sama gadis desa ini, tapi aku tetep gak mau mbak, karena aku cinta mati sama non Viana”
“Wah, beruntung kamu Din kalau bisa dapetin Viana”
“Jangan keras-keras mbak, nanti kalau Non Via bangun, malah jadi marah sama aku, bisa gawat nanti. Gak apalah kalau non Via gak mau sama aku, aku akan bawa cinta ini sampai mati, tapi mbak harus bisa jaga rahasiaku ini lho mbak, jangan sampai non Via tau, bisa malu aku…” kata Udin dengan suara mengecil dengan cerdiknya supaya tidak terdengan berlebihan di telinga Viana.
Viana dari awal mendengar percakapan itu sungguh merasa seperti terbang di langit, betapa Udin yang memujanya seperti itu, dan juga Tatik ternyata bukan ibu tiri yang selama ini dia bayangkan. Viana merasa sangat tersanjung mendengar cerita mereka, namun andai saja dia berani membuka matanya, akan tampak Udin dan Tatik saling mengedipkan mata. Hilanglah sudah keraguan di hati Viana akan kata-kata Udin yang pernah menembaknya beberapa hari lalu. Ternyata Udin berbeda dengan Tarjo, Viana merasa Udin benar-benar tulus mencintainya, lebih plong lagi mendengar bahwa papanya sendiri sudah mengizinkan Udin jadi kekasihnya, itulah surprise terbesar dalam hidupnya meskipun papanya tidak secara langsung bicara padanya, Viana merasa Udin tak mungkin bohong karena mengira dia tidur dan tak mendengar semua pembicaraan mereka. Tatik tersenyum melihat telinga Viana menjadi merah, dia mengacungkan jempolnya pada Udin. Udin pun tersenyum penuh kemenangan melihat reaksi anak bosnya di kaca spion. Satu jam kemudian sampailah mereka di tempat resepsi Tarjo, pesta itu tidak semewah pernikahan Pak Sumarga, tapi berlangsung penuh kekeluargaan, tidak seperti pernikahan Pak Sumarga yang mewah tapi miskin suasana kekeluargaan, mungkin karena perbedaan budaya yang menyebabkan keengganan kedua belah pihak untuk saling berinteraksi. Bagi Viana tetap saja pesta itu memojokkan dirinya dan Airin, bahkan disini lebih parah lagi kejadiannya, karena ada seorang pemuda kampung telah berani mencolek dada Airin hingga membuat adiknya menangis, hingga terpaksa Tatik mengajak Udin untuk langsung pulang setelah bersalaman dengan Tarjo.
“Selamat ya mang” begitu sepatah kata dari Viana begitu menyalami Tarjo
“Iya, terima kasih non mau datang kesini. Eh, jangan panggil mang lagi ah, aku kan belum 40 tahun, panggil mas aja ya non, kan baru nikah nih”
Viana mengangguk tersenyum kecil menahan kekecewaan hatinya “Iya deh mas, selamat ya”
“Nah lho, berarti ke aku juga jangan panggil mang, mas aja ya biar lebih akrab gitu” celetuk Udin yang menunggu antri salaman di belakang Viana.
Viana mendelik “Ihhh maunya…yeee” sambil tertawa kecil, sambil menggandeng adiknya yang salaman terlebih dulu dengan mata sembab akibat insiden colekan tadi.
“Cici di depan ah..” kata Airin karena melihat di depannya ada pemuda yang tadi mencoleknya bersama dengan para pemuda lainnya.
Viana pun agak ngeri melihatnya, jadi dia sengaja menunggu Udin bersalaman dengan Tarjo di belakangnya. Udin seakan tau masalah nona majikannya, dengan beraninya menggandeng bahu Viana seakan mereka sedang pacaran, padahal dipesta sebelumnya Viana sudah menolak tangan itu. Tapi kali ini Viana membiarkan tangan kekar Udin memegang bahunya, entah karena ketakutan melihat kumpulan pemuda kurang ajar tadi atau memang sengaja membiarkan Udin berbuat demikian. Airin pun memandang aneh pada cicinya yang mau saja dipeluk oleh pembantunya seperti itu, tapi dia tidak berpikir panjang, keinginannya adalah untuk secepatnya pergi dari situ. Terdengar suitan waktu mereka melewati kumpulan pemuda tadi, tapi mereka tidak lagi berani mengganggu Airin, entah kenapa. Mereka berempat kembali dalam perjalanan pulang, kali ini benar-benar pulang ke rumah Viana. Kali ini pula Viana dan Airin benar-benar tertidur dalam keadaan lelah. Udin mengedipkan mata dan Tatik tersenyum penuh arti. Rupanya Tatik telah mengetahui keadaan yang terjadi pada anak tirinya, segera saja dia melapor perkembangan keadaan Pak Sumarga pada Kosim kakaknya yang masih di Jakarta. Dari Kosimlah Tatik mendapat kabar bahwa memang rencana Kosim untuk mengorbankan kedua putri Pak Sumarga pada Udin dan Tarjo sehingga Tatik tidak mendapat saingan dalam mengambil sisa-sisa kekayaan Pak Sumarga. Sayang sekali Tarjo malah memilih menikah dengan gadis lain. Dalam keluarga Chinesse, seorang anak gadis harus ikut suaminya dan memang tidak berhak mendapat warisan kecuali kalau memang diberikan oleh orangtuanya secara sukarela atau karena tidak ada anak lain yang lebih berhak. Keadaan inilah rupanya yang akan dimanfaatkan Kosim untuk membalas perlakuan Pak Sumarga padanya dahulu. Tentu saja Tatik sangat mendukung rencana kakaknya itu, maka dia sengaja membiarkan Viana dalam kekuasaan teman-teman kakaknya.
###############################
Chapter 5
Jam 8 malam ketika mereka berempat sampai di rumah yang lebih tepat dibilang toko. Kantuk Viana segera saja hilang, digantikan oleh rasa tidak nyaman akibat keringat yang keluar sepanjang hari tadi, ditambah lagi dalam mobil tadi penuh dengan aroma bau badan Tatik dan Udin, untunglah mobil mereka ber AC sehingga bau itu menjadi agak tawar. Mereka semua masuk dalam kamarnya masing-masing. Segera saja Viana dan Airin mandi membersihkan sisa kotoran dan make up yang menempel pada tubuhnya. Kedua kamar kakak beradik itu letaknya berhadapan dipisahkan oleh ruang keluarga berukuran 5x4 m. Sebagai gadis belia, keduanya mempunyai privasi sendiri-sendiri sehingga keduanya sepakat untuk tidak memasuki kamar tanpa seizin yang punya kamar, disamping itu pintu kamar mereka terbuat dari kayu jati yang terkenal kuat dan tebal membuat kedua gadis itu merasa nyaman dalam kamar masing-masing. Viana masih mengenakan baju daleman dari gaun yang dipakainya tadi. Ia merasa enggan mengganti baju daleman yang terbuat dari kain sutra pilihan itu. Yang penting gaun luarnya sudah dilepas barulah ia merasa nyaman dari rasa panas. Baju dalem berwarna putih bening itu memang pas sekali kalau untuk tidur, hamper mirip daster, namun lebih ketat dan lebih mewah tentunya. Kulitnya yang putih menjadi agak kekuningan diterpa cahaya lampu neon dikamarnya. Saat itu ia masih bersantai sambil merebahkan badan di kasurnya. Ia ingin keluar dari kamar itu tapi malu juga kalau membiarkan dirinya dicolakcolek Udin, rasanya gengsi juga. Tubuh Viana terkapar diatas ranjang angin semilir dari jendela yang sedikit terbuka menelusuri kedua kaki Viana sampai ke selangkangannya, terasa sejuklah seluruh tubuhnya. Setelah mandi air hangat, hilanglah rasa lelahnya akibat kegiatan hari itu yang lumayan padat. Rasa nyaman yang dirasakan tubuhnya kembali membuat Viana merasa sendiri, apalagi papanya tidak dirumah, sedangkan Airin tentu sudah tertidur dikamarnya tanpa mau diganggu. Disaat-saat seperti itulah pengaruh gendam cabul dari Udin dan Tarjo bekerja. Pikiran Viana membayangkan Tarjo, pria yang dianggap telah mempermainkan perasaannya itu tentu sedang bersenang-senang menikmati malam pengantinnya, ada rasa panas dalam dadanya akibat cemburu. Cemburu? Pikirnya, sedetik kemudian pikiran itu hilang kembali mengingat Tarjo adalah jongos papanya, tentu dia tidak pantas untuk merasa cemburu. Hanya tinggal Udin yang tertinggal dalam benaknya. Terngiang kembali kata-kata Udin dalam mobil tadi siang sewaktu dirinya pura-pura tidur.Tiba-tiba terdengar bunyi SMS masuk dari HP Viana, dengan malas Viana membaca isi sms itu, ternyata dari Udin. Ada rasa bangga dalam hatinya, ternyata Udin benar-benar mencintainya, tidak seperti yang dia kira sebelumnya. Sebelumnya dia mengira Udin seperti pria lain yang hanya menginginkan tubuhnya, Viana menyesali kekeliruannya selama ini. Pandangan cabul yang selama ini selalu terpancar dari mata Udin kini mulai dirasakan Viana sebagai pernyataan cinta. Kata-kata cabul yang pernah dikeluarkan pembantunya itu pun terngiang-ngiang kembali dalam sanubarinya dan dirasakannya sebagai kata-kata cinta yang begitu menginginkannya.
Viana seperti juga gadis normal seumurnya tentu menginginkan cinta dalam hidupnya, setelah dia mengalami kegagalan waktu pacaran di Jakarta dulu. Viana tidak lagi peduli meskipun di desa itu hanya ada para pemuda kampung yang dulu selalu dijauhinya karena merasa tidak level bergul dengan mereka, tapi kenyataan sekarang dia tidak punya pilihan lain karena sejauh mata memandang yang ada hanya pemuda-pemuda kampung. Sudah hampir setahun Viana tinggal di desa itu, dan lama kelamaan dirinya mulai tertarik dengan fisik para pemuda kampung yang rata-rata hitam, kekar dan berotot, namun ketertarikannya itu dibatasi oleh sikap papanya yang selalu menentangnya jika ketahuan berhubungan dengan mereka. Karena itulah Viana rela berhubungan dengan Udin dan Tarjo, sampai rela pula telanjang bulat di depan mereka dan membuat kedua pembantunya mengalami klimaks meskipun hanya dengan tangan dan lidahnya. Viana samasekali tidak menyadari semua itu karena ulah kedua pembantunya juga yang selalu menanamkan gendam cabul dalam pikirannya sejak awal mereka bekerja, malah gadis sipit itu menjadi terobsesi pada penis kedua pembantunya yang memang jantan dan perkasa itu. Udin dan Tarjo pada awalnya memang hanya ingin mempermainkan putri bosnya karena permintaan dendam dari Kosim, yang terhitung teman atau kakak seperguruan mereka, namun melihat kemajuan usaha Pak Sumarga, mereka semakin berniat buruk, selain menghancurkan nama baik Viana sekaligus menaklukkannya juga ingin merampas usaha keluarga mereka. Viana tidak dapat membayangkan tubuh pria lain selain Udin dan Tarjo yang memang pernah dilihatnya telanjang, jadi ketika pikiran cabul itu datang, tentu tubuh kekar kehitaman milik Udin yang menghantui otaknya. Dia berusaha membuang bayangan Tarjo, karena tidak ingin membayangkan pria yang sudah menikah. Begitu juga malam itu Viana begitu resah membayangkan keperkasaan Udin ketika membuatnya orgasme untuk pertama kalinya meskipun tanpa adanya hubungan badan diantara mereka. Viana merasa celana dalamnya menjadi lembab hingga terasa agak basah. Pikiran Viana sibuk membayangkan bagaimana dia akan menjawab tembakan Udin beberapa hari yang lalu, dia merasa gengsi juga, namun senang karena menurut Udin, papanya telah menyetujui kalau Udin mendekatinya, ini berarti lampu hijau juga untuknya. Viana saat itu masih belum mengerti tujuan Pak Sumarga mengizinkan pembantunya mendekati putrinya sendiri, tapi Viana tidak mau berpikir terlalu jauh, yang penting sekarang Viana merasa bebas menentukan pilihan hatinya. Dan rasanya Viana sekarang telah memilih Udin sang jongos untuk menjadi kekasihnya, tapi dia masih bingung bagaimana cara menyampaikan pada Udin karena dia merasa gengsi juga apalagi kalau teman-temannya di Jakarta mengetahuinya, tentu dia akan malu sekali.
“Hmmm duhh koq keluar lagi sih ni cairan” gumam Viana.
Gadis berkulit terang itu sengaja membuka celana dalamnya sambil tetap posisi di ranjang, lalu melempar celana dalam itu ke sudut ruangan, angin sepoi-sepoipun kembali menghantam pahanya, kali ini menyapu vaginanya yang sengaja dengan maksud supaya kering. Tubuh belianya ternyata memang membutuhkan sentuhan pria, cairan yang keluar itu menjadi saksi seolah menyatakan bahwa tubuh mulus itu ingin segera disetubuhi. Bayangan akan tatapan cabul pada setiap lekuk tubuhnya justru membuat cairan vagina Viana tambah banyak. Sama halnya dengan Udin yang kini sedang berada di dalam gudang tempat kamarnya berada. Setelah mandi dia merasa gairahnya kembali meletup-letup, betapa seharian ini dia bersama dengan Viana yang terbalut gaun yang serba terbuka, memperlihatkan kulit tubuhnya yang bagi Udin sangat mewah itu. Sejak di resepsi Pak Sumarga, mata liar Udin selalu berusaha menelanjangi tubuh mulus Viana dan Airin, meskipun dia sudah melihat tubuh polos Viana, namun tetap saja keinginan melihat lagi tubuh itu datang tiap saat. Udin begitu bernafsu terhadap putri bosnya itu, terutama setelah mendengar Pak Sumarga memberi lampu hijau untuknya. Udin yang cukup cerdik memang agak curiga dengan “lampu hijau” nya Pak Sumarga, maka dari itu sebelum semuanya berubah, dia harus cepat mengambil tindakan untuk segera menaklukkan Viana dengan atau tanpa paksaan. Tubuh putih mulus putri bosnya itu terbayang terus di pelupuk matanya yang cabul dan membuat penisnya berkedut kencang dan membesar. Timbul niat Udin untuk meminta Viana datang lagi kegudang. Udin mulai aksinya dengan mengirim SMS yang isinya mengajak lagi Viana ke kamarnya. Tak lama kemudian Viana membalasnya.
“Gak mau ah, mang, Via mau istirahat, kalau mau juga Mang Udin kesini pijitin Via”
Bukan main senangnya Udin membaca SMS dari nona majikannya itu.
“Lho, koq non masih bilang mang? Tadi siang kan non setuju panggil mas biar mesra gitu”
Di dalam kamarnya tampak Viana tersipu membaca sms balasan Udin itu, rasanya janggal sekali melakukan panggilan yang tidak pernah dia ucapkan sebelumnya. Tapi keadaannya saat itu yang sedang dilanda gairah birahi, tentu saja semua sms dari Udin ditanggapinya dengan hati yang berdesir.
“udah deh, kesini aja pijit Via sekarang ya, tapi masuknya lewat jendela aja biar gak ada yang tau” Viana merasa risih sekali kalau ada yang melihat Udin masuk ke kamarnya, jadi melihat jendela kamarnya yang sengaja dibuka, ia segera mendapat ide cemerlang.
Kamar Viana terletak di lantai dua dan kebetulan tepat di atas gudang tempat kamar Udin. Jendela kamar Viana sebetulnya menghadap tembok rumah tetangga hanya dibatasi oleh celah ruang kosong sepanjang 1 meter yang gunanya untuk menerangi gudang agar tidak berbau dan tidak lembab. Udin pun dengan cekatan memanjat dinding dari arah gudang, berbekal kemampuannya sebagai bekas pencuri kampung akhirnya Udin berhasil mencapai jendela kamar Viana yang setengah terbuka, namun cukup untuknya dapat masuk ke kamar anak gadis bosnya itu. Menyadari Udin akan datang ke kamarnya, Viana segera memakai kembali celana dalamnya, dia tidak mau Udin mengetahui keadaannya barusan yang asyik berfantasi dengan pembantunya itu, tapi dia masih mengenakan baju sutra halus yang merupakan baju dalam dari gaun yang dipakainya tadi siang. Melihat Udin telah masuk kamar melalui jendela, jantung Viana berdebar kencang, baru kali ini dia berani memasukkan seorang laki-laki dalam kamarnya. Segera Viana berdiri di samping meja belajarnya. Udin menyeringai mesum pada Viana. Vianapun balas tersenyum pada Udin.
“mang, tolong pijit punggung Via ya, seharian ini pegal baget” kata Viana. Udin sebenarnya mengerti Viana hanya pura-pura minta dipijat, tapi diapun menuruti keinginan Viana.
“boleh non, tapi kan syaratnya kudu ganti panggilan tadi, ayo panggil mas, jangan malu-malu gitu ah” kata Udin sambil mencolek pantat Viana yang berjalan di depannya.
Viana otomatis berbalik, tapi wajahnya tidak menunjukkan kemarahan, malah tersenyum manja.
“ehh maunya tuh! .. pijat dulu, baru dipanggil mas.. hehehe” Viana langsung telungkup di atas ranjangnya.
Tanpa diperintah dua kali Udin langsung naik ke ranjang Viana yang berseprai putih, tangannya mulai bekerja meraba pundak halus Viana, lalu pelan-pelan memijatnya sampai ke punggung. Matanya menatap liar menelusuri sekujur tubuh Viana yang hanya dibatasi oleh selapis pakaian dalam sutra mahal yang dikaitkan kelehernya oleh seutas tali tipis.
“hehehe non Via kangen ya sama dipijat sama mas” seringai Udin sambil tak hentinya menahan liur melihat keindahan tubuh Viana. Tapi Viana tak menjawabnya. Lima menit kemudian Viana tiba-tiba membalikkan tubuhnya menjadi posisi telentang, wajahnya kini berhadapan langsung dengan wajah Udin yang agak kaget karena tadi sedang asyik-asyiknya menikmati kehalusan kulit pundak Viana yang terbuka.
“Papa pernah bilang apa tentang Via?” tanya Viana, matanya menatap Udin.
Udin cepat mengerti, pertanyaan itu tentu karena pembicaraannya dengan Tatik tadi siang yang sengaja supaya didengar Viana.
“Sebenernya papa non minta supaya mas ngawinin Via” jawab Udin
“Terus mas jawab apa sama papa? Kenapa papa bisa sampai bilang gitu?”
“Ya, mungkin papa non sudah kepingin punya cucu, lagian non Via kan sudah bisa dikawini” jawab Udin seenaknya.
“Terus mas jawab apa?” tanya Viana makin tak sabar
“aku sih mau non, justru mas udah ngebet sama non Via dari dulu, Cuma tinggal non Via nya aja, mau ga kawin sama mas?”
Kalau saja posisi Viana tidak sedang telentang, tentu dia sudah membuang mukanya karena malu ditanya seperti itu oleh pembantunya sendiri, tapi posisinya mengharuskan Viana memperlihatkan ekspresi wajahnya yang merah, bukan karena marah, tapi malu dan hatinya berdebar kencang. Udin maklum reaksi seorang gadis seperti itu artinya setuju. Perlahan Udin mendekatkan wajah mesumnya ke wajah Viana yang putih oriental, lalu bibirnya mulai menciumi bibir Viana dengan lembutnya tanpa perlawanan dari Viana, malah Vianapun membalas ciuman itu dengan mesranya.
“Gimana non? Mau kan dikawin sama mas?” bisik Udin ditelinga Viana sambil terus menciumi leher gadis itu.
“ehhh hmmmmmm, memangnya mas mau kapan?”
“non maunya kapan?” Udin balas bertanya.
“ehhmm, abis Via lulus aja, gak lama lagi, gimana?” jawab Via
“mungkin maksud Via nikah ya, wah kalau mas diajak nikah sih kapan juga mau, maksudnya kawin tadi tuh ngentot, ngerti ga kamu Via?” jawab Udin sambil menyeringai mesum di depan wajah Viana.
“Idiih mas, Via kirain resepsi, tapi mas benerkan mau nikahin Via?”
“ya pasti mauu dong Via, kalau sudah nikah kan kita bisa ngewe tiap hari, gak usah sembunyi-sembunyi kayak sekarang, tapi gak apa-apa gitu Via nikah sama mas, kita kan beda keturunan, terus mas ini kan hitam, jelek, gak kayak Via, udah cantik, putih, muluss lagi”
“Ya gak apa-apa mas, yang penting masnya serius dan papa juga setuju, Via mah suka-suka aja dikawinin…eh di nikahin sama mas Udin” jawab Viana polos tersipu.
Udin yang tadinya hanya mau “kawin” merasa senang bukan main bakal mendapatkan istri anak bosnya sendiri yang tentu saja hidupnya akan sangat terjamin tanpa dia harus bekerja keras.
“kawinnya sekarang aja yu non” ajak Udin
“Koq mas masih panggil non sih? Panggil Via aja” jawab Viana sambil membiarkan saja tangan Udin merengkuhnya sampai posisinya menjadi duduk.
Matanya memperhatikan Udin yang sedang membuka baju dan celananya hingga tersisa hanya celana dalam, Tubuh hitam Udin terlihat kekar dan tampak jantan sekali bagi Viana. Dirinya duduk di tengah-tengah ranjang memperhatikan tubuh pembantunya yang sedang mendekatinya. Jari-jari tangan Udin yang kasar membelai rambut Viana dari belakang. Udin mulai menciumi kulit leher Viana sampai ke daerah kuping. Tentu saja Viana merasa geli, tapi dia menahannya bahkan birahinya malah naik. Setelah puas menciumi wajah dan leher Viana, Udin mulai menurunkan tali penyangga dari bahu Viana hingga melorot sampai ke pinggang, dan tampaklah kulit mulai dari bahu, dada dan perut yang sangat putih. Udin semakin bernafsu melihatnya, Lidahnya menjilati kulit tubuh Viana itu dan menciuminya sementara tangannya melepas bra gadis itu hingga terlihatlah payudara Viana yang juga sangat putih dengan putting mencuat kemerahan. Memang ukuran payudara Viana tak terlalu besar, namun sangat proporsional dengan bentuk tubuhnya. Viana yang memang sedang dilanda birahi, membiarkan saja ketika mulut Udin dengan bibir tebalnya mencaplok payudaranya dengan buas. Lidah Udin bermain-main di putting Viana dengan gerakan memutar-mutar, sesekali menyedotnya. Viana makin hilang kendali diperlakukan seperti itu, tangannya memeluk punggung Udin. Puas mempermainkan tubuh bagian atas Viana, Udin melanjutkan pekerjaannya yang tertunda yaitu melepas baju dalam Viana yang cuma selapis itu, sekalian dengan celana dalam Viana. Kini poloslah tubuh Viana tanpa sehelai benangpun yang menempel pada tubuhnya dihadapan Udin. Udin ternganga melihat tubuh gadis di hadapannya, sungguh putih sekali, berbeda dengan yang dilihatnya sewaktu mereka didalam gudang yang hanya fiterangi oleh cahaya lampu kuning. Sekarang dalam kamar Viana yang diterangi lampu neon tampaklah tubuh Viana begitu indah, putih mulus menggairahkan siapapun pria yang melihatnya. Dilihat seperti itu Viana merasa bangga sekali dengan tubuhnya, ia merasa bangga bisa memuaskan “calon suami” di hadapannya itu.
“kenapa melihat seperti itu mas?”
“Via, kamu cantik sekali kalau polos seperti ini, badan kamu putih sekali Via, mas belum pernah liat badan gadis seperti ini”
“Mas suka?”
“Suka sekali non, eh Via. Ayo, sekarang kamu baring dulu aja, kakinya agak dibuka ya, mas mau periksa memek kamu.”
Viana yang diam-diam menyukai pemuda pribumi seperti Udin, tak menolak kata-kata Udin tadi, langsung saja melakukannya.
Vagina Viana terlihat kemerahan dengan bulu-bulu halus di sekitarnya yang tertata rapi dan masih dalam keadaan tertutup. Tangan Udin membuka vagina Via perlahan-lahan, terlihat genangan cairan di sekitar kulit penutupnya.
“Wah, koq sudah basah begini ? Via sudah kepingin ya..”goda Udin sambil menjilati lender yang membasahi vagina Via.
“Aduhh mas, enakkk…” rintih Viana.
“Tuh kan non, enak.., kakinya buka lebih lebar lagi ya”
Tangan kasar Udin membuka kedua kaki Viana lebih lebar, lidahnya terus menjilati permukaan Vagina Via, sesekali lidah itu masuk ke dalamnya tapi belum bisa terlalu dalam.
10 menit Udin mengerjai vagina Viana membuat gadis itu orgasme kala lidah Udin menyapu bagisn dalam vaginanya, Via tak kuat lagi menahan gelora birahinya, dengan rinihan panjang gadis itu melepas orgasmenya. Kali ini giliran Viana memainkan penis Udin yang sudah bugil. Penis itu sudah tegak sepenuhnya. Udin berdiri di hadapan Viana yang bersimpuh dengan wajah di depan penis Udin yang sedang ereksi total. Viana pun semakin jelas melihat penis Udin dibandingkan dengan waktu dalam gudang. Cahaya terang lampu neon seolah memperlihatkan detail alat kelamin pria yang sebentar lagi akan mengawininya itu. Viana kagum juga dalam hatinya, penis Udin yang tegak 20 cm itu terlihat sangat besar, hampir sepanjang wajahnya. Via mulai memasukkan penis itu dalam mulutnya. Udin memejamkan matanya, tak kuat melihat tubuh putri bos di depannya yang sedang bersimpuh mengulum ujung penisnya sambil sesekali mengocoknya pelan. Namun efek dari kocokan tangan Viana yang halus itu sungguh luar biasa dirasakan Udin, tak pernah ada pelacur yang disetubuhinya memiliki kehalusan dan kelembutan seperti kulit Viana. Sepuluh menit kemudian, Udin merebahkan tubuh Viana di ranjangnya.
“Via, belum pernahkan ada kontol yang masuk?”
Viana menggeleng, memang selama ini belum pernah ada yang menyetubuhinya. Keperawanannya hilang juga karena permainan tangan pacarnya dulu.
“mau dicoba ya, sekarang”
Tanpa menjawab, Viana merenggangkan kedua pahanya, berarti gadis itu telah siap menyerahkan tubuhnya pada Udin. Udin bersiap memasukkan penisnya yang keras seperti besi, daritadi dia disuguhi pemandangan tubuh polos seorang gadis, tentu saja penisnya yang sudah terlatih itu tegak terus, apalagi sekarang melihat Viana membuka kedua pahanya yang amat putih hingga ke pangkalnya, dan terlihatlah vagina yang kemerahan itu telah siap menanti penisnya.
Tangan Udin membimbing penisnya sendiri menjejali vagina Via, tapi gagal, penis itu meleset kepaha Via, sentuhan kepala penisnya dengan kulit halus paha Via membuat sensasi tersendiri, membuat penis itu semakin tegang. Tusukan kedua agaknya berhasil membuat kepala penis itu masuk menyeruak vagina. Viana memejamkan mata sipitnya, tampak menikmati sekali malam pertamanya bersama Udin itu, ingin rasanya memuaskan pria di atas tubuhnya yang dikira nantinya bakal menjadi suami. Vaginanya pun menjadi semakin basah, dan itu malah memudahkan penis Udin memasukinya. Pelan-pelan kepala penis Udin masuk menembus kesempitan celah kemaluan gadis yang sudah pasrah itu. Kerasnya batang penis itu amat dirasakan oleh Via, betapa vaginanya kini mulai terasa penuh dan hangat, meskipun ada sedikit rasa nyeri dan perih saat penis itu berhenti memasukinya. Tiba-tiba Udin menarik penisnya keluar setelah tadi dirasakannya menabrak sesuatu. Tampaklah sedikit darah di sekitar kepala penis Udin.
“Via, masih ada sisa keperawanan kamu nih” katanya bangga ternyata masih tersisa keperawanan Viana yang tidak semuanya terenggut jari-jari Johan, mantan pacarnya. Viana tersenyum manis
“yah, buat mas aja”
Kembali Udin memasukkan penisnya, kali ini terasa lebih mudah, tapi tetap perlahan agar gadis itu tidak merasa sakit. Ketika Udin mulai memompanya pelan, rasa nyeri itu lama-lama hilang dan vaginanya serasa ditembus benda padat yang keras dan hangat. Cairan vagina Via sangat membantu Udin melancarkan gerakannya, kini vagina Via terasa licin oleh pelumas yang dihasilkannya sendiri, membuat pompaan Udin semakin cepat. Viana terlihat melentingkan tubuhnya tanda telah mencapai orgasme. Sementara Udin tanpa henti terus memompa lubang vagina Via, penis besar itu menabrak-nabrak dinding rahim Viana membuat Viana merasa diawang-awang hingga orgasme berkali-kali.
Tubuh hitam sang pembantu itu tampak perkasa sekali menyetubuhi tubuh halus anak majikannya yang amat putih dan halus. Namun kedua manusia itu terus tenggelam dalam lautan nafsu birahi tanpa mempedulikan status sosial yang sebenarnya. Tubuh kekar sang pembantu terlihat naik turun diatas tubuh mulus putri majikan. Sang putri pun merintih menikmati setiap hentakan dan sodokan pria yang menyetubuhinya. Sementara Udin, si pembantu itu semakin memuncak birahinya, tatkala posisi mereka berubah menjadi gaya doggy, pemandangan punggung Viana yang putih halus, ditambah jepitan vaginanya amat membuat penisnya berkedut.
Menyadari dirinya akan keluar, Udin segera membalikkan tubuh Viana seperti posisi semula, namun tanpa mencabut penisnya.
“Via, kamu lagi masa subur?” tanyanya sambil terus menggenjot Via.
Viana menggeleng sambil tetap memejamkan matanya, terus menikmati tiap gerakan Udin.
“Semprot di dalem ya?” bisik Udin.
Viana tidak menjawab, pikirannya sedang terbang menikmati persetubuhan pertamanya.
Udin semakin mempercepat pompaannya. Viana merintih-rintih agak keras saat dirasakan penis Udin berkedut dalam vaginanya, nalurinya sebagai wanita seakan memberitahu bahwa pria yang menyetubuhinya akan orgasme juga. Namun pompaan Udin begitu dalamnya hingga membuat Viana orgasme untuk kesekian kalinya, secara reflek Viana memeluknya erat tanda diapun sangat menikmati orgasmenya itu. Udinpun tak bisa menahan lebih lama lagi spermanya segera menyembur deras dalam rahim Viana. Lidahnya memainkan lidah Viana membuat gadis itu mengusap-usap punggung Udin yang sedang menyelesaikan hasratnya. Dirasakannya juga penis Udin memuntahkan cairan hangat di dalam vagina membuat hangat juga rahimnya. Lima menit mereka meresapi kenikmatan terakhir itu sebelum akhirnya Udin mencabut penisnya. Mereka saling berpelukan, tampak wajah Viana merona merah tanda gadis itu merasa sangat puas, Udin pun menutup matanya menikmati kepuasan tak hingga yang baru saja dialaminya. Setelah dirasa cukup lama, badan merekapun terasa lelah. Lelehan sperma terlihat di celah lubang vagina Via yang sekarang telah bolong.
“Mas, mandi dulu yuk..” ajak Viana. Udin mengangguk dan langsung membopong tubuh bugil Viana ke kamar mandinya yang terletak dalam kamarnya juga. Sisa air bekas tadi mandi masih terasa hangat, mereka berdua berendam dalam bathtub. Udin merasa berada di surga, baru kali ini dia mandi dalam kamar mandi yang mewah seperti itu. Selesai mandi merekapun tertidur pulas, letih akibat kegiatan resepsi tadi siang, juga letih akibat senggama tadi.
###############################
Chapter 6
Malam itu, ditempat yang berbeda, Pak Sumargapun terlihat habis melepas hajatnya, dia tertidur dalam pelukan Tumirah istri barunya yang amat muda. Dia sama sekali tidak menyadari bahwa putri pertamanyapun saat itu tengah bermalam pengantin bersama Udin, pembantu tangan kanannya.
Malam yang sama, nun jauh di kota Jakarta sana, Kosim terlihat menyeringai puas sekali memandangi tubuh telanjang wanita di dekatnya yang sedang tidur dalam keadaan telanjang bulat. Keadaannya mirip seperti keadaan Viana putrinya.Nyonya Irene terlihat puas sekali dalam tidurnya setelah sebelumnya Kosim memberi jatah kenikmatan padanya. Sesekali dilihatnya bunyi sms dilayar HPnya.
“Mas, malam ini dendam mas mulai terbalas, cewek itu sudah jadi milik Udin malam ini, rencana kita berhasil”
Tersungging senyum kejam di bibir Kosim melihat sms dari Tatik adiknya, Viana, gadis anak mantan majikannya yang membuatnya terusir dulu kini telah bisa dihancurkan. Sebentar lagi Airin, lalu semua usaha majikannya dapat dikuasai berikut tubuh telanjang yang tidur dalam pelukannya sekarang ini. Jam telah menunjukkan pukul 03.00 dini hari, Kosimpun tertidur dengan pulasnya sambil membayangkan keberhasilan semua rencananya kelak…..
Bersambung…
By: Dream Master
Senin, 13 Agustus 2012
Karya Pengarang Lain
0 Response to Balada Viana 3: Forbidden Love
Posting Komentar