Presiden Gendeng, Nurkosa Kribo: Gaby Rianawaty | kisahbb2

Presiden Gendeng, Nurkosa Kribo: Gaby Rianawaty

HARI SENIN. 21 Desember 1976 sekitar tengah hari

Hujan angin lebat tak hentinya membasahi bumi sejak semalam. Di sebuah kota tak terlalu besar di dekat perbatasan propinsi tengah dan timur terletak makam seorang pemimpin yang di abad lalu amat terkenal di negara antah berantah ini. Makam itu bahkan diajadikan tempat ziarah bagi banyak penduduk - baik daerah sekitar situ maupun dari jauh. Tak jarang pula datang pengunjung dari luar negeri untuk menunjukkan hormat mereka terhadap pemimpin ini. Makam yang bagus dan terawat rapih itu terletak di sebuah kompleks yang amat luas. Sebuah mobil kijang baru dengan sopir berhenti beberapa ratus meter dari makam yang terawat rapih itu, dan dari mobil itu turun pasangan yang sangat menarik namun kontras : seorang wanita hampir setengah baya yang masih terlihat amat ayu cantik menarik dengan tubuh yang langsing semampai. Jas hujan dipakainya menutup sampai dibawah lutut tetap tak dapat menyembunyikan lekuk liku tubuh yang dimasa remaja-nya pasti membuat setiap mata lelaki menoleh. Cara berjalan wanita ini tidak secara sengaja di-lenggang lenggok-kan seperti peragawati di mode show zaman sekarang namun jelas terlihat sangat menarik dan goyangan pinggulnya akan membuat setiap pria menelan ludah. Betisnya yang tidak seluruhnya tersembunyi terlihat sangat sempurna ibarat padi ranum membunting seolah mengundang tangan lelaki mengusap dan membelainya.Sangat kontras adalah pria yang berjalan disamping wanita ayu ini - tubuhnya tinggi besar, terlihat amat kekar kasar, dimana tinggi si wanita tak sampai ke bahunya sama sekali. Wajahnya terlihat kaku, mahal senyum, tidak menarik, sama sekali tak serasi dan tak sebanding untuk mendampingi wanita cantik yang digandeng pinggangnya itu. Tanpa ada kesan bergegas namun dengan langkah pasti, setapak demi setapak kedua insan yang secara badaniah alamiah luar sama sekali tak pantas menjadi pasangan itu mencapai gapura kompleks makam agung yang kebetulan saat itu sepi karena hujan lebat dan angin keras. Hanya sedikit saja pengunjungnya tak seperti dihari-hari kerja biasa atau dihari Sabtu atau Minggu. Sang pria tak menyadari bahwa semakin dekat mereka mendekati makam semakin berubah sinar wajah sang wanita : dari mula mula cerah menjadi sedih seolah olah dibebani kenangan hitam, segelap udara mendung pembawa hujan saat itu. Tak hanya perubahan wajah yang muncul namun mata jernih si wanita mulai berkaca-kaca, air mata mulai berkumpul dipelupuk matanya dan mengalir ke pipinya, namun karena hujan angin maka air mata itu tak sampai terlihat nyata. Selain itu air mata yang jatuh tercampur dengan air hujan seolah ingin menambah kesuburan tanah. Pasangan yang secara alamiah tak tampak sangat serasi itu akhirnya sampai di depan makam, si wanita meletakkan rangkaian bunga mawar merah dan bunga melati putih. Kemudian keduanya berdiri dengan hikmat menundukkan kepala sambil terlihat mulut mereka berkomat kamit yang menandakan tengah mengucapkan doa. Setelah berdoa keduanya berjalan mengelilingi kompleks makam yang cukup luas, kompleks yang juga dilengkapi dengan perpustakaan. Beberapa kali ketika mengelilingi makam itu si wanita berhenti, tangannya yang berada di dalam genggaman sang pria meremas remas dan terkadang terlepas sebentar beberapa detik membuat tinju kecil. Sekitar setengah jam keduanya mengelilingi memutari kompleks pemakaman itu tanpa banyak berbicara satu sama lain, kemudian mereka kembali menuju mobil kijang yang masih ditunggu oleh sopir. Keduanya lalu naik dan duduk berdampingan dibelakang sopir, mobil langsung berjalan dan meluncur kearah kota besar terdekat dengan kompleks pemakaman itu. Selama perjalanan itu pasangan itu kemudian bercakap-cakap dalam bahasa yang tak begitu dapat  dimengerti oleh sang sopir, sudah pasti bukan bahasa Inggris - ada kemungkinan bahasa Jerman atau Belanda atau salah satu dari negara Skandinavia. Perjalanan memakan waktu lama - lebih lama dari biasa karena jalan cukup licin disertai kabut tebal menghalangi pandangan. Mereka baru tiba dikota tempat tujuan ketika hari telah senja memasuki waktu maghrib, namun hujan mericik tetap tak berhenti dan udara terasa sejuk. Setibanya di kota besar yang terletak disebelah Timur sopir mobil kijang itu diminta menuju ke hotel mewah yang paling terkenal dan paling disenangi oleh turis asing. Sang suami turun sambil membawa koper, trolley dan tas ke lobby untuk check-in, sedangkan sang istri memberi uang sewa taxi kepada sopir kijang dengan extra yang melebihi rata-rata sehingga si sopir agak tercengang.
"Engga apa pak, ambil saja semuanya untuk jajan anak istri dan bapak sendiri", ujar si wanita ayu, kemudian tanpa menanti ucapan terima kasih bergegas turun masuk ke lobby hotel menyusul suaminya.
Sang sopir kijang menatap penumpang wanita yang baru turun itu dan melihat gemulainya goyang pinggul si wanita ketika berjalan, namun semuanya tampak sangat alamiah tak dibuat buat. Ternyata mereka sudah booking jauh hari sebelumnya di hotel itu dan semuanya juga telah dibayar melalui internet dan credit-card, sehingga mereka hanya menulis nama di resepsi hotel, mengambil kunci dan langsung lift naik ke tingkat ke tujuh. Mereka menempati kamar paling ujung disebut bride-suite alias kamar pengantin baru terpisah dari kamar kamar lainnya. Kamar pengantin itu sangat luas dan mewah dengan balkon panorama luar sangat indah, ada kamar mandi sangat besar, lengkap dengan bath-tub serta douche-cell yang cukup untuk 4 orang sekaligus !

Setelah masuk kamar dan men-check semuanya sesuai dengan apa yang tercantum di prospek hotel di website internet, sang wanita membuka pintu kamar lagi karena koper serta trolley mereka telah dibawakan oleh service boy. Sambil mengucapkan terima kasih si wanita cantik memberikan uang tips untuk service boy itu dalam jumlah yang kembali membuat si service boy tercengang karena melebihi semua yang pernah dialaminya. Sebelum mengundurkan diri sambil mengucapkan terima kasih banyak, si service boy masih sempat melihat label pasangan ini , terbaca olehnya nama : G. Rianawaty O.di trolley dan B.M. Qarloff di koper yang besar. Setengah jam kemudian pasangan suami istri ini terlihat sedang makan di restoran hotel menikmati hidangan khas didaerah itu - masakan yang terlihat sangat lezat menurunkan air liur namun lebih banyak sayur daripada daging. Mereka juga tidak memesan bir atau minuman alkohol lainnya seperti turis asing pada umumnya melainkan cendol, ice cream rasa vanille dan duren serta mixed fruit juice. Selama bersantap itu pasangan ini menjadi fokus perhatian para pengunjung lain di restoran itu, namun agaknya mereka sama sekali tak memperdulikannya. Mereka duduk saling berhadapan dan hampir selalu berpandangan mesra ibarat pasangan sedang pacaran atau pengantin baru yang menikmati bulan madu. Tanpa  terlihat oleh lirikan para tamu lain dan juga pegawai restoran kaki sang suami yang sangat panjang dihiasi bulu lebat tak hentinya menyentuh betis sang istri, terkadang bahkan lebih nakal agak naik keatas menyibak gaun dan menggesek dengkul dan paha sang istri. Sang istri menerima saja semua ulah nakal sang suami hanya terkadang terlihat agak menggelinjang dan muncul rona merah di pipinya. Sekitar satu setengah jam kemudian kedua insan amat kontrast bentuk badannya itu selesai dengan santapan malam mereka dan kembali ke kamar mereka. Begitu pintu kamar tertutup keduanya kembali berpelukan sangat mesra, sang istri mulai meraba raba selangkangan suaminya, sedangkan sang suami meremas bergantian kedua gundukan kenyal di dada istrinya, sesekali juga bongkahan pantat yang bahenol di usap dan jari tengah merantau mencari lubang kecil intim yang tersembunyi ditengahnya. Jika sampai kenakalan ini sang istri menggeliat dan berusaha menepis tangan suaminya, disertai dengan bisikan mesra :
"Nakal dan bandel ya, engga mau dimasukin disitu, pasti sakit sekali".
Si suami berbadan mirip gorilla itu hanya tersenyum dan melepaskan pelukannya, lalu membuka kopernya dan mengeluarkan bungkusan dengan kertas bertulisan Marie Claire Dessous. Ketika kertas bungkusan itu dibuka terlihatlah baju tidur berupa negligée amat tipis tembus cahaya berwarna ungu muda. Sang istri tersenyum tersipu sipu melihat baju tidur demikian sexy, diciumnya sang suami dengan mesra sambil berbisik :
"Mas, tak ada gunanya beli baju tidur bagus dan mahal, kalau kamu mainnya begitu ganas sebentar juga robek".
"Malam ini kita mainnya lain , kan kita di hotel, kamu jadinya malu menjerit atau teriak kalau diganyang, apalagi kan janjinya mau diperawani lubang satunya itu, betul kan ?", bisik sang suami sambil menjilat telinga istrinya.
"Engga mau ah, kan tabu main disitu, lagian dengan barang segede punya kamu jangan ditanya pasti sakit sekali, ogah ah nanti engga tahan bisa pingsan", balas sang istri, "kita mandi dulu yuk, kan seharian di tengah jalan".    
Beberapa menit kemudian keduanya mandi bersama dibawah pancuran douche sejuk hangat sambil tak puas puasnya berciuman dengan mesra sementara suami berbadan mirip gorilla berbulu lebat itu memeluk tubuh istrinya yang molek bahenol putih mulus ibarat bidadari kayangan. Tangan sang suami berulang kali meremas bergantian kedua payudara sang istri dengan puting yang mulai mengeras, sebaliknya jari-jari lentik sang istri mengusap-usap kejantanan sang suami yang segera "bangun" ibarat meriam yang siap menembakkan mesiunya. Kemudian sang suami menutup tubuh langsing istrinya dengan handuk besar, mengangkat dan membopongnya ke ranjang king size sementara ciuman mesranya tetap melekat di bibir sang istri yang sedemikian manis harum itu. Dengan sangat perlahan dan hati-hati seolah-olah sang istri barang pecah belah porselen yang mudah rusak suami tubuh raksasa gorilla itu meletakkan tubuh telanjang istrinya ke ranjang, kemudian ia merebahkan dirinya disamping istrinya. Ditatapnya wajah ayu istrinya dengan kecantikan alamiah, dilihatnya kedua matanya tertutup namun ada setitik air mata membasahi bulu matanya. Sang suami menarik nafas panjang dan dengan sabar ditunggunya sang istri untuk menceritakan periode kehidupannya dimasa lalu, periode yang selama ini sering disinggungnya - bahkan sejak mereka bertemu dan pacaran, namun sang istri tak pernah mau menjelaskan apa pernah yang terjadi. Hanya dijanjikannya bahwa semua akan diceritakan sampai detail terkecil, jika mereka telah bersama melihat makam seorang pemimpin yang tadi siang mereka kunjungi. Inilah saat yang telah lama dinantikan sang suami bernama Quetormada dengan nama panggilan sehari hari Mandingo : istrinya yang cantik jelita ex ratu Kawanua bernama Gaby Rianawaty (Gaby) akan menceritakan rahasia periode gelap hidupnya :                             

Disaat jam menunjukkan lewat tengah malam maka satu demi satu para tamu agung, para menteri negara, para pejabat tinggi dan juga perwakilan negara negara asing berpamitan dengan presiden. Sang presiden dari negeri antah berantah berpenduduk ratusan juta ini terlihat sangat puas bahwa resepsi malam itu kembali sukses - bukti ke sekian kalinya bahwa segala sesuatu berada dalam kekuasaannya. Tak ada yang berani membantah atau bahkan memungkiri kesanggupannya memerintah negeri ini, sisa-sisa fihak oposisi telah disingkirkannya, kekuasaan legislatif yang sebetulnya mempunyai fungsi mengontrol eksekutif telah di-degradasinya menjadi satu perkumpulan "yes-man". Baru saja pemerintahannya diperluas lagi dengan kabinet seratus menteri - semua harus dibagi bagi rejeki-lah mottonya. Yang terutama memperoleh angin alias keuntungan penambahan jumlah kabinet adalah golongan yang mengetahui bagaimana kecenderungan fikiran dan hobby sang presiden. Kita tak perlu bantuan dari negara manapun slogan yang memenuhi surat surat kabar - apalagi jika negara kita menjadi sapi perahan dari negara negara asing itu. Bangkitlah negara negara berkekuatan baru yang segar : the new emerging forces, teriak sang presiden, dan ibarat orang latah atau tape recorder rusak maka semuanya menirukan slogan itu. Betapa naif dan terbiusnya sang presiden pada saat itu, sungguh tak dapat difahami karena sebenarnya ia pemimpin besar kelas dunia, pendidikan sarjana amat tinggi, menguasai pelbagai bahasa. Sanggup berpidato ber-jam-jam memaku para pendengar tanpa memegang selembar kertas, tanpa membaca tekst apa pun. Namun saat itu ia "buta" bahwa secara perlahan-lahan dirinya didorong dan dipojokkan kesudut, dimana nantinya tak ada jalan keluar lagi. Pengikut setia sejak masa perjuangan merasa sangat prihatin, bahkan wakil presiden sendiri akahirnya tak tahan dan mengundurkan diri. Semuanya sangat cemas melihat betapa makin berpengaruhnya golongan yang menyebut diri "revolusioner", dan tanpa disadari pula sebagaimana hukum aksi-reaksi muncul kaum  "kontra-revolusioner" yang juga mempersiapkan diri menghadapi suatu hari penuh kejutan lumuran darah. Namun sementara itu sang presiden semakin tenggelam dan terpincuk oleh segala macam rayuan, kata-kata manis berbisa dan hobby-nya yang dijadikan jebakan ampuh oleh golongan yang sedang memasang jaringan mematikan. Tak ada senjata yang dapat melukai sang presiden sampai saat itu, berulang kali dilakukan percobaan pembunuhan atas dirinya, di-lempari granat, ditembaki ketika sedang mengunjungi pameran, hampir ditikam ketika upacara pengguntingan pita, semuanya tak berhasil. Hanya "racun alamiah" yang secara perlahan-lahan namun pasti menambah tebal kabut menutupi otaknya sangat effektif - racun alamiah yang juga dalam sejarah manusia ternyata sangat ampuh menakluki maharaja dipuncak kekuasaannya. Racun alamiah ini apa mau memang makanan lezat yang paling digemari sang presiden ini : wanita cantik. Secara resmi pun sudah tak ada yang tahu tepatnya berapa istri sang presiden, sumber yang boleh dipercaya menyebutkan sampai sembilan, namun sumber tak resmi mengatakan paling sedikit lima belas. Semuanya cukup cantik, berasal dari semua daerah nusantara, bahkan ada juga dari negara matahari terbit. Namun "kehausan" sang presiden yang terkenal dengan nama panggilan "Bung Nurkosa" tetap tak dapat dipuaskan - oleh karena itu diusulkan oleh golongan opportunist yang terdekat dengan Bung Nurkosa untuk pada upacara-upacara resmi, terutama dimana banyak tamu negara asing, ditampilkan barisan pagar betis molek yaitu gadis gadis tercantik dari segala pelosok nusantara. Untuk menunjukkan kepada tamu tamu asing bahwa wanita Indonesia tak kalah cantik dengan wanita Barat - dan barisan pagar betis itu diberikan nama cukup seronok Barisan Bhineka Bidadari. Tentu saja sang presiden yang amat gemar menikmati segala "keindahan alamiah" setuju dengan usul genius itu, dan disebarkanlah segala macam kontes kecantikan anti barat disemua sekolah menengah, dikumpulkan foto barisan pramugari, ratu kawanua, kontes sangkuriang, kontes srikandi, dikeluarkan secara halus 1001 macam janji muluk kepada para pelajar putri, mahasiswi, jururawat dan bahkan para istri perwira bawah, menengah sampai yang teratas untuk mengikuti pendaftaran menjadi barisan Barisan Bhineka Bidadari. Sejak itu tak ada satupun upacara resmi dimana presiden Bung Nurkosa hadir tanpa diiringi dengan pagar betis wanita cantik molek, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa yang terpilih menjadi "primadona" di resepsi penutup upaca resmi akan memperoleh kehormatan diantarkan pulang kerumah dengan dikawal pasukan pengawal pribadi presiden Bung Nurkosa - pasukan bersenjata lengkap tercanggih terkenal dengan nama "Cakhar Bhirahi".  Pengantaran pulang ke rumah primadona semalam itu memakai limousine presiden pribadi super mewah khusus anti peluru dan peredam suara, dikawal oleh sepuluh anggauta Cakhar Bhirahi, keliling pusat ibukota sebentar, sebelum melewati jalan-jalan yang sudah ditutup sebelumnya untuk alasan keamanan, kembali menuju gerbang belakang ....istana presiden, dimana telah menunggu Bung Nurkosa pribadi yang telah melepas baju dinas resminya, hanya memakai baju tidur siap "tugas tempur" sampai pagi....

Presiden Nurkosa 'Kribo'

Malam ini adalah malam yang sangat istimewa bagi Bung Nurkosa - karena mangsa yang akan dinikmati bukanlah mangsa biasa - bukan mangsa sembarangan melainkan mangsa yang telah lama di-incar-incarnya. Mangsa yang selama ini selalu menolak untuk dijadikan primadona semalam, mangsa yang tak bersedia dijadikan "isi harem menjelang subuh" , dan sampai saat ini selalu berhasil mengelak untuk memasuki barisan Barisan Bhineka Bidadari. Namun beberapa minggu lalu terjadilah peristiwa yang mengubah situasi : kakak kandung si cantik jelita itu melakukan percobaan pembunuhan presiden Bung Nurkosa dengan cara sangat unik yaitu menembaki - memberondong istana dengan pesawat tempur jet !. Tak heran karena ia salah satu dari pilot terandalkan oleh angkatan udara, dengan pendidikan di akademi militer luar negeri sangat terkenal di seluruh dunia. Penembakan gagal namun peristiwa spektakuler itu di-propagandakan keluar oleh jurubicara fihak pemerintah yang banyak dipengaruhi kaum kiri sebagai percobaan menggulingkan Presiden Nurkosa dari kaum nekolim (neo-kolonialisme-kolonialisme, imperialisme). Apakah memang benar ada latar belakang unsur subversif sejauh itu wallahualam, namun bagi si penerbang pesawat tempur jet dengan initial nama D.M. sebenarnya karena tunangannya yang juga menjadi anggauta BBB ternyata digarap-dinodai oleh Bung Kribo. Akibat aib itu sang tunangan kemudian hamil, dan karena tak tahan malu akhirnya memutuskan bunuh diri.
Apa yang menjadi motivasi insiden penembakan itu bukanlah soal utama bagi Bung Nurkosa, hanya kini ia mempunyai senjata ampuh menaklukkan wanita cantik manis  incarannya sejak lama yaitu : Gaby Rianawati hanya dapat meloloskan kakak laki-lakinya dari hukuman mati, jika Gaby bersedia menjadi anggauta Barisan Bhineka Bidadari, bersedia dipilih proforma menjadi primadona semalam dan tentunya bersama menikmati kehangatan ranjang raksasa antik milik pribadi Bung Nurkosa. Rianawati yang lebih sering oleh teman dan rekan-rekannya dipanggil dengan nama Gaby menyadari nasibnya kali ini tak dapat lolos lagi dari cengkraman sang presiden - namun ini biarlah dikorbankannya demi menyelamatkan kakak laki-lakinya yang kini berada di "death-row-cel". Gaby hanya berharap bahwa Bung Nurkosa masih mempunyai harga diri untuk memenuhi janji kepadanya itu. Di kamar tidur inilah biasanya 'mangsa' yang diperkirakan akan masih menolak rayuan atau bahkan melawan keinginan nafsu sang presiden dibuat mati kutunya. Dinding kamar tidur ini dilengkapi oleh dinding peredam suara, sehingga semua gelombang akustis apapun takkan dapat terdengar dari luar oleh siapapun. Para pengawal diluar hanya memperhatikan lampu 2 lampu berwarna : merah berarti di butuhkan bantuan/pertolongan, hijau berarti sang presiden menguasai situasi sepenuhnya, tak mau diganggu lagi.  Ranjang yang demikian megah dan kekar terbuat dari jati tua pilihan yang terukir indah, juga dilengkapi dengan 4 pilar kokoh di empat sudutnya. Jika calon mangsa akan tetap melawan gairah Bung Nurkosa, maka dengan komando singkat muncullah tiga empat orang pengawal pribadi barisan Chakar Bhirahi. Mereka dengan paksa akan merejang, meletakkan mangsanya di ranjang ini, kedua kaki tangan korban yang malang akan diikat erat ke-empat pilar di penjuru ranjang. Setelah itu mereka segera mengundurkan diri lagi, dan membiarkan pemimpin agung Bung Nurkosa menikmati "mangsa" yang telah terikat tanpa berdaya. Sebagai pejantan yang sangat berpengalaman sangat jarang sekali Bung Nurkosa sampai menggunakan kekerasan dan mengikat mangsanya ke ranjang  Namun kali ini ia tak mau mengambil risiko : wanita muda yang akan dijadikan mangsanya malam ini mungkin sekali masih perawan (?) sangat terkenal kukuh mempertahankan prinsipnya, sukar didekati lawan jenisnya meski dalam situasi terjepit...  Oleh karena itu Bung Nurkosa telah mempersiapkan 4 selendang khusus terbuat dari campuran sutra dan nylon sangat kuat yang diperolehnya sebagai seperangkat hadiah dari negara sahabat. Ke-empat selendang itu telah dipasang sekuatnya di semua pilar dan ujung-ujung lainnya dengan rapih diletakkan tersembunyi dibawah beberapa bantal kepala dan sprei tebal, sehingga sama sekali tak akan terlihat dari luar. Bantal kepala khusus terletak ditengah-tengah bantal kepala lain dibalut dengan sarung bantal berwarna keemasan, dan terlihat lebih padat menggelembung dibandingkan dengan yang lain, ini memang sengaja karena mempunyai fungsi amat tersendiri. Bantal ini bukanlah untuk menampung kepala melainkan akan khusus diletakkan di bawah pinggul wanita sehingga menyebabkan bagian kemaluannya lebih menonjol keatas lebih tinggi. Ini akan memudahkan bagi sang pria melakukan 'tugas' ekspedisi di bukit Venus sebelum dilakukan penjarahan dan penggarapan sedalam mungkin. Teknik dengan bantal khusus ini telah dikenal dan di-praktekkannya sejak Bung Kribo menikah dengan salah satu istri termudanya dari Jepang, dan memang harus diakui sangat meningkatkan kenikmatan yang dialaminya sendiri maupun wanita yang sedang di-gagahinya. Tak sabar rasanya Bung Kribo menantikan saat Gaby, wanita idamannya saat ini memelas memohon belas kasihannya. Menyaksikan tubuh bahenolnya yang sangat menggairahkan ketika menari beberapa minggu saat malam halal bihalal berkenaan dengan perayaan sewindu persatuan istri para pilot dari maskapai penerbangan dimana Gaby kebetulan telah dua tahun juga menjadi pramugari. Dibayangkannya Gaby akan meliuk dan meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari cengkramannya, dibayangkannya betapa hangat tubuh sintalnya menempel, dan gesek-gesekan buah dada yang begitu padat kedadanya sendiri, dibayangkannya wajah cantik Gaby akan menoleh ke kiri ke kanan untuk menolak dan menghindarkan ciumannya, dibayangkannya..... dibayangkannya....

Kamar presiden Nurkosa dan ranjang antiknya

Melalui jendela limousine mewah milik kepala negara Gaby melihat samar samar tugu nasional dengan simbol api dipuncaknya berwarna emas. Apakah benar semuanya emas, entahlah. Yang sudah pasti adalah biaya yang tidak sedikit harus dikeluarkan negara demi memenuhi keinginan dan ambisi mercu suar sang penguasa. Sang penguasa yang menganjurkan rakyat ramai ramai menanam jagung, karena jagung juga sama sehat dan lezat seperti nasi - dan untuk lebih menekankan propaganda itu di adakan perlombaan diantara para komponis muda untuk membuat lagu bersemangat perjoangan beramai-ramai makan jagung. Ironisnya bahkan ibarat pengkhianatan terhadap ampera alias amanat penderitaan rakyat, para penguasa termasuk si presiden sendiri setiap hari makan beras Cianjur kelas utama, bergantian dengan beras Thailand kwalitas terbaik atau juga beras patna terharum dari India Selatan. Untuk mengalihkan perhatian rakyat dari perut lapar maka harus di"ciptakan" musuh imajiner yang konon mengancam republik antah berantah ini : negara jiran yang menjadi antek-antek nekolim harus diganyang. Bosan dan mual rasanya Gaby mendengarkan setiap hari propaganda harus makan jagung, harus ikut mobilisasi ganyang Malangsiah, sementara penduduk negara jiran ini sama sekali tak mengerti ulah tetangganya. Namun semuanya itu adalah permainan politik yang sama sekali tak langsung menyangkut dirinya sendiri - yang menjadi realitas dihadapan mata saat ini adalah kenyataan pahit yang akan dialaminya sebentar lagi. Kenyataan pahit bahwa tubuhnya akan terpaksa dipersembahkan, dinodai dan "diganyang" oleh Bung Kribo, demi menyelamatkan nyawa kakak laki-lakinya.
Bagaimana kelanjutan kehidupannya sesudah itu sebagai pramugari, ataukah sebagai "simpanan" Bung Kribo, rasanya semua pintu telah tertutup - Gaby tak sanggup membayangkan bagaimana esok hari. Yang terpenting saat ini hanyalah harapannya bahwa pengorbanannya tidak sia-sia : perubahan vonnis hukuman mati kakak laki-lakinya diubah menjadi seumur hidup. Lamunannya terhenti ketika limousine itu membelok memasuki pintu belakang kompleks istana - the way of no return......

###############################
Satu jam kemudian.......

Gaby dengan wajah sayu memelas duduk di sebuah sofa dan minuman buah segar yang sangat disenanginya hanya sanggup setengah diteguknya. Didepannya, hanya dengan jarak sekitar dua meter dan terpisah meja tamu mewah terbuat dari kayu mahal mahagony, dimana gelas minumannya terletak, terlihat sesosok tubuh pria setengah baya. Kopiah penutup yang biasa menutup kepalanya kini telah tiada, menampilkan kepala dengan hanya dihiasi rambut tipis berwarna putih abu-abu karena sudah banyak beruban. Senyum kecil mengulas wajah Bung Kribo yang telah melepaskan semua pakaian resminya. Dia kini memakai semacam jubah mencapai bawah lutut terbuat dari bahan mewah - jubah ini adalah hadiah dari raja Maroko ketika berkunjung kesini, dan biasanya jubah itu disebut jellabah. Sebetulnya jellabah tidak terlalu istimewa, kebanyakan pria dinegara-negara maghrebi (Afrika Utara) hampir selalu memakai jellabah sebagai pakaian sehari-hari, dan terlihat dimana-mana dipasar (bazaar). Disudut mulut Bung Kribo dengan bibir tebal terselip cigarillo buatan Kuba - Havana cigarillo's memang merupakan salah satu simbol kelaki-lakian pemimpin dunia. Bung Kribo mengetahui sejak beberapa waktu lalu bahwa Gaby tak suka bau nikotin/rokok, apalagi bau cigarillo yang lebih "tajam" dari cigarette biasa atau bahkan rokok kretek. Cigarillo khusus buatan Havana itu merupakan hadiah dari teman revolusionernya, seorang penguasa-diktator berjenggot lebat dari negara Kuba, ketika bertemu dengannya beberapa bulan lalu dalam rangka penandatanganan kerjasama dibidang pertahanan. Sesuatu yang aneh karena letak kedua negara sangat berjauhan. Di bawah jellabah berwarna creme-kuning emas itu Bung Kribo sama sekali tidak mengenakan lapisan apapun. "Senjata"nya yang telah begitu banyak memasuki gerbang kenikmatan wanita - mulai dari janda kembang sampai anak-anak sekolah ABG belasan tahun yang diperawaninya - mulai "gelisah" menantikan waktu melakukan tugas. Senyum Bung Kribo makin melebar ketika dilihatnya wajah Gaby melengos karena berusaha menghindarkan bau asap cigarillo yang dihembuskan keluar sengaja kearah muka calon mangsanya itu. Aaah, betapa mungilnya bibir merah merekah yang akan segera menolak melawan ciuman mulut berbau cigarillo - tanpa disadari kejantanan Bung Kribo mulai menegang membayangkan adegan awal pemaksaan itu. Bung Kribo meletakkan cigarillo yang masih setengah menyala itu dipinggir asbak, kemudian ia bangkit dari tempat duduk, lalu menghempaskan dirinya disamping si cantik idamannya. Sebagaimana diduga, Gaby menjauhkan mukanya dari aroma cigarillo yang sangat dibencinya itu, kemudian berusaha bangkit namun segera dicekal nadinya dengan kuat sehingga kembali jatuh terduduk disamping Bung Kribo.
"Jangan takut anak manis, bapak ingin tahu lebih banyak latar belakang hidupmu", demikian ucapan lembut B.K.berusaha menghibur , "dimalam seperti ini bapak membutuhkan hiburan dan percakapan sebagaimana seorang pria biasa".
Wajah B.K. disertai hembusan nafasnya semakin mendekati pundak telinga Gaby, menimbulkan kehangatan tak terelakkan. Namun Gaby masih berusaha melawan dan menekan perasaannya sendiri, biarlah badanku dapat dikuasainya, demi kakakku - namun jiwaku tak dapat diraihnya, aku akan berusaha sedingin mungkin sehingga si bandot tua ini segera bosan, demikianlah tekadnya.
"Bapak tahu kamu bersedia malam ini ke kamar bapak hanya karena ingin menyelamatkan jiwa kakakmu. Dia itu bodoh sekali melakukan perbuatan khianat seperti itu - dan secara tak langsung mengatur pertemuan kita berdua malam ini", demikian kata Bung Kribo bernada ejekan sambil melingkarkan tangan kirinya ke bahu Gaby. Si perawan berusaha menjauhkan diri namun Bung Kribo segera menurunkan tangan kirinya yang berada di bahu Gaby, dan melingkarkannya di pinggang langsing sedemikian ketat dan mendekapnya sehingga tubuh mereka kini benar-benar bergesekan.  Gaby menggeliat dan meronta lagi sambil memukul-mukulkan kedua tangannya yang mungil kedada Bung Kribo, sementara kepalanya menggeleng kekiri kekanan menghindarkan bau mulut Bung Kribo yang berusaha melumat bibirnya. Saat itu terlupa olehnya bahwa dengan perlawanan gigih itu setiap saat dapat menggagalkan rencananya semula yaitu menolong jiwa kakaknya - namun untunglah Bung Kribo tak begitu memperdulikan urusan lain saat itu, tujuannya hanyalah menakluki perawan incarannya sejak lama. 


Gaby Rianawaty

Kedua lengan kokoh Bung Kribo kini mendekap mengunci pinggang mangsanya, mengangkatnya tubuh molek si pramugari sehingga kedua kaki Gaby tak lagi menginjak lantai melainkan menendang-nendang, sementara sepatunya telah lepas bertebaran.  Sambil terus mencari mulut mungil yang belum juga berhasil diciumnya, bung Kribo selangkah demi selangkah membawa korbannya mendekati ranjang pribadinya sementara nafas kedua manusia itu semakin memburu ibarat kuda pacuan. Ketika keduanya telah dekat sekali tepi ranjang tiba-tiba bung Kribo melepaskan dekapannya pada pinggang Gaby, dan amat sigap menangkap kedua pergelangan tangan Gaby yang masih memukul-mukul dadanya. Segera ditelikungnya kedua tangan Gaby kebelakang punggungnya, dan dicekalnya sekuat tenaga dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya meraba-raba kedua bukit didada Gaby.  Bung Kribo memperketat cengkeraman tangan kanannya di kedua pergelangan tangan Gaby dan semakin dinaikkannya keatas, membuat Gaby kesakitan dan secara reflex semakin membusungkan dadanya kedepan untuk mengurangi rasa sakit, disertai jeritan kaget dan kesakitan keluar dari celah bibir menggairahkan  Akibatnya kedua bukit kenyal dan puting sangat peka semakin menonjol ke depan seolah mengundang tangan untuk mengusap dan merabanya. Tiba-tiba tangan kiri bung Kribo menghentikan rabaan didada dan menangkap dagu mungil Gaby sehingga tak dapat bergerak sekaligus bibirnya yang tebal melekat dibelahan bibir merah merekah. Gaby semakin meronta ketika dirasakannya lidah bung Kribo dengan ludah basah berbau tak enak menyeruak diantara kedua bibirnya, mendorong lidahnya sendiri dan menyapu ke arah langit-langit mulutnya. Meskipun dipegangi dagunya dan diserbu ciuman bertubi-tubi, Gaby masih berusaha berkata :
"Eemmpffh, jangan pak, sudaaaah, lepaskan saya - bapak sudah mempunyai begitu banyak istri, ingat mereka sedang menanti bapak pulang", demikian Gaby berusaha mengulur waktu dan menghindarkan diri dari nasib tak terelakkan.
Bung Kribo menatap wajah Gaby yang sedemikian ayu manis dengan rambut tergerai di bawah pundak, mata sedemikian polos mulai berkaca-kaca, hidung bangir dengan lubang kecil sempurna berkembang kempis menahan emosi, dan belahan bibir itu - ooh belahan bibir dan rongga mulut yang sebentar lagi akan mengatup, mengulum dan memberi kehangatan kepada penisnya. Membayangkan itu kejantanan bung Kirno mencuak dan membesar, mendorong jellabah yang dipakainya kedepan, sehingga menempel dan menekan pusar serta perut Gaby sambil berdenyut-denyut tak sabar mencari celah kehangatan sang perawan. Kembali bung Kribo tersenyum lebar dan tanpa terduga mendorong tubuh si bahenol ke belakang sehingga Gaby jatuh terlentang ke ranjang ukuran king-size di belakang punggungnya. Segera kesempatan ini dipakai bung Kribo yang langsung menindih tubuh Gaby, baju kurung tipis merayang berwarna ungu kini terbuka karena semua penitinya telah terlepas semua akibat pergulatan tadi.  Gaby merasakan BH penutup payu daranya juga telah terlepas kaitannya, dan kini kedua gunung daging sempurna sebagian besar telah terpampang dihiasi puting merah. Dengan satu tangan kiri bung Kribo merejang dan menekan kedua pergelangan tangan Gaby di atas kepalanya, ciuman penuh nafsu kini menghujani seluruh wajah Gaby, turun keleher dan ke ketiaknya, diselang seling dengan kecup-gigit-gigitan yang pasti akan memenuhi kulit tubuh Gaby yang kuning langsat agak coklat muda. Dengan sekuat tenaga Gaby berusaha mati-matian menahan perasaan dan menekan semua naluri kewanitaannya, terutama di saat bung Kribo kini telah menindihnya sehingga sama sekali sukar berkutik, pada saat mana bung Kribo membisikkan :
"Jangan melawan lagi, sayang - toh tak ada gunanya, nikmati sajalah permainan kita sebagai penebus hukuman kakakmu. bapak sudah banyak mengetahui mengenai dirimu, bagaimana masa kecilmu di rumah, semasa remaja di sekolah, apa makanan kesenanganmu, warna bunga apa favoritmu, buku apa yang menjadi kesayanganmu, musik yang terutama kamu dengarkan dan masih banyak hal lain lagi. Namun ada satu yang bapak belum tahu pasti, yaitu apakah kamu masih perawan sayang ?. Kalau memang benar kamu masih perawan, maka bukan saja hukuman mati kakakmu akan diubah menjadi seumur hidup, namun dia juga akan bapak pindahkan dari penjara kumuh sekarang ini ke tempat lain yang mempunyai lebih banyak fasilitas, dan mungkin pada suatu saat akan bapak bebaskan pula, jika ada waktu baik yang mengizinkan".
 
Mendengar rayuan dan janji itu tak tertahan lagi Gaby menangis tersedu-sedu, yang segera di-interpretasikan oleh bung Kribo sebagai pengakuan tak langsung bahwa Gaby menyetujui usul "pertukaran hadiah"  kebebasan dari hukuman mati kakaknya dengan kegadisan yang sebentar lagi akan direnggutnya. Gaby merasakan dunia yang dihadapinya saat itu hitam, pekat gelap gulita ibarat malam hari tanpa sebuah bintang maupun sinar bulan sedikitpun. Meskipun peristiwa malam ini dapat disimpan rapat sebagai rahasia negara, namun perasaannya sendiri yang "ternoda" akan sukar disembunyikannya dalam kehidupannya sehari-hari sebagai pramugari, apakah aku akan mampu mengatasi dan menekan semua derita batin ini, tangis batinnya. Bagi Bung Kribo yang sebenarnya lebih pantas disebut Bung Botak - karena kepalanya memang telah botak, hanya selalu disembunyikan dibawah kopiah hitam - semuanya bukan bahan pemikirannya saat ini. Konsentrasinya kini terpusat pada tubuh indah yang segera akan digagahinya, sementara tangan kirinya masih menggenggam dan menekan kedua pergelangan Gaby diatas kepalanya, tangan kanannya tak henti mengusap dan meremas-remas gumpalan daging kenyal montok, dibelai dan dipilin-pilinnya puncak gunung putih bak pualam tanpa cacat sedikitpun, sementara mulutnya secara kasar menutupi bibir si cantik, meredam isakan dan keluhan penuh rasa tak berdaya dan putus. asa. Dipaksanya bibir manis nan basah itu membuka dan segera lidahnya menyeruak masuk sedalam-dalamnya, menyapu langit-langit Gaby, membuat semakin resah gelisah.
"Aufmmph, emmpfhh, aaah jangan pak - saya tak mau pak, lepaskan saya pak, jangan paksa saya begini, saya tak mau paak", keluh si cantik disertai golengan kepalanya ke kiri ke kanan menyebabkan rambutnya semakin kusut.
Namun penolakan ini malahan menyebabkan nafsu birahi Bung Kribo semakin naik ke-ubun-ubunnya. Kini ditariknya BH berwarna penutup buah dada sehingga lepas, dan terpampang kini kedua bukit daging sedemikian menggairahkan, tidak sangat besar, namun montok sekali untuk ukuran Indonesia. Putingnya yang sejak tadi tak henti-hentinya di-pulir di-pilin juga semakin mencuat, dan kini menjadi sasaran gigitan geregetan Bung Kribo, menyebabkan Gaby semakin meronta-menggelinjang, semakin tidak rela dipaksa-dirangsang oleh laki-laki yang lebih tua dari ayahnya itu. Rontaan mana justru menyebabkan semakin tersingkap pula betis dan paha putih mulusnya, menendang-nendang ke semua arah, namun segera ditindih dibebani oleh badan Bung Kribo, hingga Gaby merasakan makin sukar bernafas, dicobanya melepaskan kedua tangannya untuk mencakar wajah pemerkosanya.  Usahanya itu sia-sia saja, cekalan bung Kribo yang menekan kedua pergelangan tangannya di atas kepala terasa semakin mengerat dan menyakitkan. Bung Kribo kini telah naik keatas  ranjang dan membaringkan dirinya setengah menyamping, tanpa melepaskan genggamannya dipergelangan tangan Gaby, kini kaki kirinya menindih paha kanan mangsanya, sementara paha kanannya mendorong dan memaksa menguakkan paha-betis kiri Gaby agar terpentang semakin lebar. Gaby bertahan mati-matian untuk mengatupkan kedua paha mulusnya, namun tenaganya kalah jauh, perlahan-lahan namun pasti kedua pahanya semakin terkuak, dan bung Kribo semakin menyeringai buas ketika pangkal belahan paha Gaby tertutup celana dalam berbentuk jazz pants berwarna creme sesuai dengan warna pahanya kini terpampang dimata bung Kribo. Samar-samar bung Kribo dapat melihat celah kenikmatan rapat yang sebentar lagi akan dijarahnya tidak tertutup oleh rambut, rupanya Gaby memang selalu mencukur rapi bagian vital kewanitaannya itu. Sambil terus mengunci tangan kaki Gaby di cengkramannya, dan bibirnya yang tebal berbau cigarillo tak hentinya melumat mulut harum dan hangat sang gadis mangsanya, kini tangan kanannya memindahkan aktivitasnya kearah bawah. Perlahan lahan rabaan dan usapan di buah dada serta putingnya menurun kearah perut datar dihiasi pusar sangat menggiurkan setiap mata pria. Belaian disertai cubit-cubitan bung Kribo yang menggemaskan kini semakin turun dan jari-jarinya semakin brutal memasuki celana dalam Gaby, menuju bagian kewanitaan tersembunyi yang hingga kini belum pernah didekati apalagi dijamah tangan lelaki. Ibarat seekor kijang lemah kini berada sepenuhnya di cengkraman singa buas, semua sentakan dan rontaan putus asa Gaby malahan semakin menambah nafsu bung Kribo, tubuh mereka yang berdempetan menyebabkan sang pemerkosa semakin merasakan hangat dan padatnya gumpalan dada serta bongkahan pantat korbannya. Dengan tak sabar lagi bung Kribo merenggut secara kasar dan ganas kain segitiga terakhir penutup aurat gadis idamannya. Kini tampaklah seluruhnya tubuh  Gaby yang sangat proporsional : dada membusung bak pualam tanpa cacat dihiasi puting susu tegak mencuat akibat pilinan dan gigitan tak habisnya, pinggang langsing datar meliuk-liuk ibarat sedang berlatih menari perut arab dan pinggul serta bongkahan pantatnya bergeser kekiri kanan mengelakkan jari-jari kasar yang bergantian berusaha menyelinap kedalam celah kewanitaannya yang semakin lembab dan terkadang seolah-olah menggoda tak sengaja mengusap serta menembus otot penutup anusnya. Gerakan perlawanan Gaby semakin lemah dan air mata kembali mengalir dipipinya.

"Hempff, aauu jangan pak, jangan diteruskan pak, saya tak rela pak, ouuh, aaah, jangaan, stop, ampuun pak, ampuun", desah si gadis dengan nafas semakin terengah-engah
Sementara pemerkosanya semakin gembira melihat usaha penaklukkannya hampir berhasil sepenuhnya. Leher jenjang, bahu, ketiak dan buah dada yang putih bersih kini telah penuh dengan cupangan yang pasti akan memakan waktu berhari-hari sebelum akan menghilang kembali. Melihat mangsanya semakin lemah terkulai di hadapannya, bung Kribo perlahan-lahan melepaskan cekalannya pada kedua pergelangan tangan Gaby, dan serangannya yang terakhir sebelum memasuki walhalla yang lama diidam-idamkannya beralih dengan menurunkan cupangan serta ciuman ciuman ganasnya kearah perut, pinggang dan semakin lama semakin mendekati pusat kewanitaan Gaby. Kedua paha kuning langsat dan mulus kini dinaikkan dan diletakkan di kiri kanan pundak kekarnya, sehingga kedua lutut dan betis langsing ibarat tangkai padi Cianjur kini tergantung berayun-ayun memukul lemah tak berdaya punggung bung Kribo. Cupangan dan gigitan halus yang membuat seluruh pusar si cantik menjadi basah itu kini telah tiba di gerbang surgawi : celah kegadisan yang masih terlihat rapat dan tercukur rapi. Jilatan demi jilatan kasar menerpa bukit Venus yang begitu halus, lidah kasar penuh nafsu bertubi-tubi melecehkan celah kenikmatan Gaby membuatnya semakin tak berdaya dan lemas. Kelemasan ini menyebabkannya lengah dan tanpa disadari lidah hangat itu telah meruak memasuki belahan kewanitaan Gaby dan menyentuh kelentitnya yang tersembunyi diantara belahan bibir kegadisannya. Sentuhan lidah di kelentitnya itu ibarat sengatan arus listrik yang dialami seorang tawanan sedang disiksa - tubuh Gaby melonjak dan melengkung tinggi, terutama bagian pinggul perut dan pahanya menegang dan menempel semakin erat ke mulut bibir tebal yang sedang menyiksanya. Pahanya yang langsing berusaha mengatup dan menolak mati-matian serangan yang dialaminya, sementara jari jari lentik tanpa sadar meremas menarik sprei sekuat tenaga. Namun semua itu sia-sia saja, bung Kribo telah menancapkan mulutnya ke bukit Venus si gadis dan lidahnya tak jemu-jemu menyapu menjilat mutiara daging yang tersembunyi diantara labia minora si gadis, menyebabkan Gaby melenguh:
"Aaah, oooh, aauuuw, sudaaah pak, aampuuuun, jangaaan diterusiiin, ooooh hentikaaan pak, udaaah dong pak saya ngga mau". tanpa sadar ceracau Gaby yang sedang berusaha menentang naluri kewanitaannya yang semakin lama semakin mengatasi rasa muak, benci dan kemarahannya terhadap pria tua yang sedang memperkosa dan memaksanya menyerah tehadap kemauannya. Diantara kecipak lidahnya yang sedang menikmati kehangatan dan kebasahan alamiah seorang gadis murni seringai buas bung Kribo semakin melebar. Sebagai pria bandot tua yang sukarlah dihitung lagi telah sekian banyak menggarap gadis cantik dari ujung Barat sampai kepelosok Timur negara antah berantah ini, bung Kribo tahu bahwa mangsanya kini telah mendekati runtuh pertahanan, suatu moment dimana seorang wanita - tak perduli kedudukan atau pendidikan berapa tinggi pun akan takluk tunduk terhadap hukum naluri alam. Di saat mana seoarang wanita akan kehilangan rasa malu, prestige maupun derajatnya, akan terbawa arus birahi dan berubah seratus delapan puluh derajat : dari memaki-maki, mengutuk menolak menjadi mengeluh meminta terus! Bung Kribo semakin bersemangat menjilat dan bahkan kini mengucup-ucup dan terkadang menggigit kecil "jagung" kecil milik si gadis yang sangat berharga itu.  Tak lama kemudian lidah bung Kribo merasakan perubahan bertambahnya cairan pelumas yang dikeluarkan oleh Gaby dari dinding vaginanya, cairan pelumas yang tadinya terasa asam perlahan-lahan berubah menjadi agak sepat dan semakin licin membasahi bibir-bibir kemaluan Gaby.
Jeritan dan dengusan keluar dari mulut serta hidung bangir mancung semakin lama berubah pula menjadi lenguhan tak berdaya dan rintihan kecil memilukan, namun untuk setiap telinga lelaki dewasa tak dapat terpungkiri lagi bahwa si betina dihadapannya kini telah disiapkan oleh alam untuk bersetubuh dengan sang jantan.

"Auuugh, ooooh, eeeemmmmh, aaaagh, eeemh, udaaaaah doong, paaak, jaaangaaaan teruuusiiin, oooooh, paaak, aampuuun", rintihan Gaby semakin tak teratur, benaknya semakin lama semakin kacau tak menentu, sementara bung Kribo makin ganas.
Pandangan Gaby semakin kabur akibat air mata menggenang dipelupuk matanya, kepalanya dirasakan semakin lama semakin pusing dan langit-langit dikamar tidur mewah itu semakin lama seolah-olah berputar. Otot-otot perutnya yang datar semakin menegang, demikian pula otot-otot pahanya yang lembut namun amat terlatih melalui olah raga setiap hari. Bagaikan arus gelombang badai samudra dirasakannya tubuhnya terputar dan terhempas mendekati puncak tertinggi dan akhirnya jeritan nan melengking memenuhi ruangan dilengkapi peredam suara mengiringi tercapainya orgasmus Rianawaty yang pertama. Naluri alamiah seorang wanita yang sedang dilanda puncak nafsu memaksanya secara tak sadar mengatupkan pahanya sekuat tenaga, berusaha menutup liang kewanitaannya yang sedang dijarah oleh lidah kasar Bung Kribo. Pinggulnya tanpa disadari makin diangkatnya setinggi mungkin, sementara tangannya menggapai-gapai, jari-jarinya bergantian menarik dan meremas-remas sprei, kemudian tanpa disadarinya menjambak kepala bung Kribo, menekannya sekuat tenaga ke bukit Venus yang tercukur rapih dan sebagaimana selalu hanya dihiasi bulu-bulu kewanitaan sangat halus namun kini basah kuyup dengan cairan lendir.  Tentu saja sebagai pejantan unggul bung Kribo tak mau saat kemenangan babak pertamanya kurang lengkap : tak hanya wajah wanita cantik yang meringis sedang dilanda orgasmus merupakan kesenangannya , bukan hanya jepitan paha mulus dileher dan bahunya serta denyut-denyutan otot-otot yang meremas remas lidahnya di liang kenikmatan menjadi tujuannya, namun itu semua tak lengkap rasanya jika tanpa disertai musik merdu ditelinganya : dalam bentuk rintihan jeritan dan dengusan nafas si gadis yang mutlak di dalam kekuasaaannya. Oleh karena itu kedua lengannya yang kuat menahan dan menekan paha Gaby di kasur , sementara lidahnya terus menjilat menggelitik kelentit yang semakin membengkak, tak diperdulikannya lenguhan dan rintihan Gaby kini mulai tersendat dan tercampur dengan isak tangis mencerminkan ke tidak berdayaan wanita diperkosa. Dalam rasa hanya setengah sadar dan tubuh penuh keringat lemas lunglai Gaby menyadari telah datang saatnya kini ia harus melepaskan kegadisannya. Namun bung Kribo belum mau merenggut kemenangannya babak terakhir saat ini, ia belum mau mengoyak selaput tipis penjaga kegadisan Gaby - apalagi menembus anus Gaby yang menguncup membuka secara menawan hati ibarat putik bunga yang menantikan sengatan lebah pertama. Itu merupakan piala yang terakhir baru akan di renggutnya dibabak terakhir - disaat Gaby takluk sepenuhnya dan tak mampu membedakan antara sakit dan nikmat, nikmat namun sakit. Kini bung Kribo ingin merasakan kenikmatan bibir, kelembutan lidah dan kehangatan mulut yang sedemikian manisnya dan telah sekian lama di-idam-idamkannya mengulum kejantanannya. Gaby harus dipaksa mempersiapkan rudal daging yang tak lama lagi akan menembus liang kegedisannya, senjata ampuh yang telah sekian banyak mandi darah perawan, kemaluan amat perkasa yang mula-mula ditakuti setiap gadis yang melihatnya - namun kemudian akan didambakan oleh setiap wanita yang telah mencicipinya. Gaby akan diajarkannya, dibimbingnya, dibujuknya tapi kalau perlu dipaksanya menyiapkan si "ujang". Bung Kribo kini menggeser tubuhnya yang kasar keatas, kedua lututnya diletakkan disamping kiri kanan dada Gaby dibawah lipatan ketiaknya, menyebabkan si gadis kini hanya dapat menggerakkan kedua tangannya keatas atau kesamping. Sebelum Gaby dapat menduga apa rencana si pemerkosa selanjutnya, bung Kribo menarik kedua pergelangan tangannya yang langsing, dicekal ditekannya dengan hanya tangan kiri keranjang sehingga tak dapat bergerak lagi, sementara jari-jari tangan kanan bung Kribo memencet hidungnya yang bangir sehingga Gaby kelabakan mencari nafas. Ia mulai menyadari apa maksud bung Kribo dan dengan sekuat tenaga ditutup mulutnya se-erat mungkin, ketika dilihatnya kemaluan bung Kribo yang mulai tegang berwarna coklat tua kehitaman semakin mendekati bibirnya.
"Ayolah, jangan malu-malu, semua orang tahu kamu kan senang sekali es-krim, semua orang pernah melihat bagaimana ahli kamu memegang es-krim sehingga ujungnya yang mulai lumer selalu terjilat rapih dan tak pernah ada tetes yang jatuh", ujar bung Kribo.

Gaby yang terkenal sangat pandai berenang dan menyelam beberapa menit dibawah air masih belum menyerah - namun ini menyebabkan seringai bung Kribo semakin lebar karena ia tahu bagaimana pun Gaby akan kalah. Dilepaskannya jari-jari yang menjepit hidung mungil Gaby, dan kini dialihkannya mengusap dan menekan puting buah dada kanan Gaby. Bagaimana pun Gaby berusaha bertahan, bung Kribo menambah tenaganya dan semakin sadis kini memelintir dan mencubit puncak bukit yang sedemikian merangsang setiap pria. Akhirnya Gaby tak sanggup lagi menahan rasa sakit dibagian pekanya.
"Aauuuu, aduuuuh, sakiiiit pak tolooong, udaaah , hentikaan", teriak Gaby dan sebelum kalimat itu berakhir mulut mungilnya yang tak sengaja terbuka selebarnya itu telah mulai disumbat oleh alat kejantanan bung Kribo.
"Naah, begitu dong anak manis, ayooh jilat yang rajin, masukin yang dalam", demikian dengusan kepuasan bung Kribo sambil dengan perlahan namun pasti menekan dan memasukkan rudalnya ke rongga mulut Gaby yang sedemikian  hangat. Semakin dalam kemaluan bung Kribo memasuki rongga mulut Gaby semakin sukar ia mencari nafas - bahkan ia sempat tersendak saat ujung penis berbentuk topi baja itu menyentuh dan menekan kerongkongan dan tenggorokannya. Bung Kribo tahu bagaimana tangguhnya ia bermain cinta - ia masih tetap sanggup mempertahankan ereksinya meski paling sedikit sudah 2-3 x ejakulasi.
"Iyaa, ini bapak kasih upah ya, cobain yoghurt alami yang paling sehat, ayo telan semua awas jangan terbuang, aaaaaah", disertai erangan panjang bung Kribo menyemburkan lahar cintanya kedalam kerongkongan Gaby, membuatnya tak berdaya.
Penis bung Kribo yang berwarna hitam itu belum mencapai ukuran maksimumnya, namun sudah tak muat di dalam mulut Gaby yang sedemikian mungil. Terlihat betapa susah payahnya Gaby membuka mulut dan betapa penuh sesaknya kedua pipi halus yang mengembung terisi oleh kemaluan bukan suaminya, bukan tunangan dan bahkan pacar pun bukan. Mulutnya dengan ludah yang selalu berbau harum itu kini terisi cairan kental sedikit asin dengan bau yang sama sekali tak dikenal sebelumnya dan bahkan dirasakan sangat menjijikkan memuakkannya. Namun Gaby tak mempunyai pilihan lain : muak atau jijik atau mual sekalipun semua cairan benih kelaki-lakian pria tua yang lebih pantas menjadi ayahnya itu harus ditelannya. Bung Kribo melenguh keenakan dan kedua tangannya semakin kencang menekan kepala Gaby ke selangkangannya, karena inilah saat yang telah dinantikannya sejak sedemikian lama : saat ia memperkosa "lubang"nya yang pertama : mulut hangat dihiasi bibir merekah. Ditatapnya wajah Gaby yang kusuh dan sedih, namun dimata bung Kribo bahkan semakin cantik dan merangsangnya untuk melanjutkan pergulatan untuk menembus lubang yang kedua dan ketiga. Dilepaskannya pegangan dibelakang kepala Gaby, dan kini bung Kribo merosotkan tubuhnya kembali untuk menindih tubuh bahenol yang kini telah basah mandi keringat. Hampir tak ada perlawanan lagi dari Gaby ketika bung Kribo mengangkat kedua pahanya dan dletakkan dibahu kanan kirinya yang kekar. Bung Kribo meletakkan sebuah bantal kepala besar namun cukup keras dibawah pinggul Gaby, menyebabkan bukit Venus-nya semakin menonjol ke atas. Celah kegadisan Gaby yang akan dijarah itu terlihat masih mengkilat basah oleh ludah bung Kribo dan cairan pelumas kewanitaan, namun celah itu masih terlihat rapat seolah-olah masih berusaha menyembunyikan rahasia kenikmatan. Dengan pandangan kabur akibat dibasahi air mata Gaby kembali merasakan tubuhnya ditindih sepenuhnya oleh badan bung Kribo, kedua pergelangan tangannya kembali direjang kuat-kuat oleh sang pemerkosa dan ditekan disamping kiri kanan kepalanya. Seringai wajah bung Kribo kembali mendekati wajahnya, dan bibir mungilnya kembali diserbu oleh mulut bung Kribo yang tetap memuakkan berbau cigarillo. Di tengah belahan pahanya yang dipaksa terkuak lebar dan tergantung dibahu bung Kribo mulai dirasakan Gaby benda hangat dan keras menyentuh mencari jalan diantara kedua bibir kemaluannya. Gaby kembali berusaha menggeliat meronta, namun apa dayanya kini telah berada di cengkraman laki tua yang telah mengidam-idamkannya sejak lama dan kini ibarat binatang buas menantikan saat mengoyak dan menyantap mangsanya. Senjata bung Kribo sedemikian ampuh dan tak terhitung lagi telah memasuki liang wanita - baik yang sudah dewasa maupun masih belasan tahun memang sangat canggih : seolah mempunyai alat pancaindra mata dan sensor yang amat peka ditemukannya belahan antara kedua bibir kemaluan Gaby dan mulai perlahan masuk. Milimeter demi milimeter penis bung Kribo merintis jalan, berhenti sebentar, agak mundur, kembali maju, mengubah sedikit arah, kembali maju - bung Kribo dengan begitu banyak pengalaman tak mau sebagai anak remaja ingusan di saat pacaran langsung membobol benteng pertahanan lawannya. Bung Kribo tahu dengan tepat kapan kepala rudalnya mulai menyentuh selaput dara seorang gadis. Saat itu sebetulnya amat mudah dirasakan karena bagi seorang gadis di rasakan sangat ngilu ibarat selaput gendang telinga tersentuh oleh benda asing yang masuk di liang telinga.


Ibarat disengat oleh kalajengking tubuh Gaby berusaha melonjak keatas namun bung Kribo telah siap menghadapinya dan menekan dengan seluruh berat badannya, kedua pergelangan tangan Gaby tetap direjangnya erat ke kasur. Hanya mulut Gaby terlepas dari ciuman buasnya dan terdengarlah jeritan Gaby amat memilukan saat mulai ia dinodai.
"Aaauuuuuw, toloong paak, jangaaan, ngiluuu, aaaah, aaauuuuuw sakiiiit", Gaby menjerit jerit menimbulkan iba.
Tanpa rasa kasihan sedikitpun bung Kribo semakin menekan tubuh bawahnya ditengah selangkangan korbannya, dirasakannya betapa hangat dan lembut namun sempitnya celah kegadisan Gaby yang merintih, meronta dan mencoba menggeserkan pinggulnya kekiri kekanan menghindarkan rasa ngilu dan sakit yang sedang menyiksanya. Semuanya hanya sia sia : Gaby merasakan bagian kewanitaannya yang sedemikian peka seolah olah sedang dibelah ditembus oleh benda tumpul. Benda tumpul itu dirasakannya menekan mendorong dan semakin dalam semakin membesar memuai menyebabkan penderitaannya semakin menjadi - tak pernah dibayangkannya tersengat rasa sakit seperti ini.
"Auuuw, aduuuh, auuuuww, aaaah, eemmmph, oooh udaaaah, udaaaah, paaak, tolooong, heeentikaaaan , paaaak, sakiiiit, jaangaaan diteruusin, auuuuuw, paaaaak , geeliiiiiiiii, sakiiiiit, kasihaaniiiiii saya tolooong aduuuuh saakiiiit,"
Gaby telah melupakan semua tekadnya untuk melawan dan menolak persetubuhan yang sangat dibencinya ini, semua rasa malunya yang semula menahan dirinya  untuk tidak mengeluh dan mengerang ketika sedang diperkosa menjadi kabur ketika bung Kribo mengusap-usap dan memilin kedua putingnya bergantian dengan ibu jari dan telunjuk tangan kirinya yang kasar. Bersamaan saat itu ibu jari dan telunjuk tangan kanannya Bung Kribo menekan puncak vagina Gaby menyebabkan kritorisnya yang juga telah membengkak mengiringi kenaikan birahi sang gadis kini menonjol keluar dan segera diusap dan dipilin pilin pula oleh bung Kribo yang sangat pengalaman menggagahi wanita itu. Inilah saat yang telah dinanti-nantikannya, inilah saat yang menentukan untuk merenggut kegadisan korbannya - saat untuk menikmati wajah Gaby yang sedang diperawani. Bung Kribo hanya perlu menambahkan tekanan kemaluannya yang kini telah maksimal membesar - dirasakannya penisnya menembus selapis pertahanan tipis dan sekaligus terdengar raungan Gaby tanpa disadarinya, raungan yang kemudian melemah terputus putus. Wajah Gaby yang sedemikian ayu cantik mendengak keatas, matanya sayu setengah terpejam penuh air mata menatap langit langit, hidungnya kembang kempis mendengus lemah dan bibirnya membuka ibarat sedang mnjerit sekuat tenaga, namun tak ada suara keluar. Bung Kribo tahu dan mengerti betul arti semua "panorama" yang berada dihadapannya dan sangat menggairahkan mata pria dengan pengalaman bercinta. Kini hanya diperlukan kepandaian seorang pria untuk mempermainkan tubuh wanita yang baru diperawani : permainan teknik cinta yang membuat si wanita terombang ambing antara menolak penggagahan dan rasa sakit tak terkira yang baru dialaminya dan pengalaman baru tubuh muda wanita yang dipaksa mencicipi kenikmatan surgawi. Menolak dan sangat membenci apa yang baru dialami secara paksa - sekaligus juga menginginkan, ya bahkan mendambakan agar perkosaan diulangi dan ditambahkan lagi kenikmatan yang sangat membiuskan itu. Dengan sangat hati hati bung Kribo mulai menggerakkan pinggulnya naik turun, memutar mengarah keatas, kekiri, kebawah, kekanan dan kembali keatas dan selanjutnya diulangi tanpa henti gerakan yang menggoda itu. Gaby belum menyadari apa yang sedang dialaminya, dalam keadaan masih letih dan terkuras tenaga hanya dirasakan alat kejantanan bung Kribo yang baru saja menyakitinya itu tetap besar dan keras menancap di lubang surgawinya. Dipaksakannya untuk bangun namun tubuhnya tetap berada di bawah tindihan sang pemerkosa, dipaksakannya tubuh atasnya sedikit tegak untuk melihat apa yang yang sedang terjadi di selangkangannnya. Hanya beberapa detik berhasil dilihatnya bung Kribo sedang menghunjamkan senjata kelakiannya ditengah selangkangannya yang terbuka lebar. Gaby berusaha menutup dan merapatkan kedua pahanya yang tentu saja tak mungkin berhasil, dan sebelum ia dapat melanjutkan tindakan lebih lanjut, dirasakannya kedua pergelangan tangannya yang langsing di cengkeram lagi oleh bung Kribo dan ditekan erat keranjang dikiri kanan kepalanya sehingga tak dapat berontak Sekaligus dirasakannya gerakan naik turun dan putaran pinggul bung Kribo seolah-olah tengan "menggoda" bagian dalam kewanitaannya yang masih terasa perih dan terkoyak. Rasa perih dan ngilu seolah olah menjadi satu, bergonta ganti, dan entah datang dari mana mulai terasa pula rasa aneh yang mulai menyelinap diantara perih dan ngilu itu. Sukar dikatakan apa rasa baru yang asing itu, rasa tak karuan antara ngilu dan gatal, agak sakit sekaligus sedikit nikmat, kurang nyaman tapi kembali muncul gatal yang mengganggu. Semuanya tercampur baur dan sukar untuk dikatakan rasa mana yang mulai lebih dahulu dan rasa mana yang menyusul, apakah perih yang tak tertahan, atau geli , atau ngilu atau nikmat ?. Gaby merasakan ibarat seorang yang tak pandai berenang kini terbawa arus air yang mengguncang kekiri kekanan, lalu ke atas dan secara tak terduga menghempasnya kebawah. Tanpa disadari diikutinya naluriah kewanitaan dewasa dan di lingkarkannya paha dan betisnya yang sedemikian mulus langsing ke pinggang bung Kribo, ditekannya ke punggung sang pemerkosa yang sedang melanjutkan siksaaannya itu, seolah-olah menginginkan agar penis bung Kribo masuk lebih dalam lagi dan menggempur dinding rahimnya tanpa henti.

Bung Kribo yang sangat pengalaman itu melihat mangsanya kini telah sepenuhnya dibawah kekuasaannya, oleh karena itu dilepaskannya cengkramannya di nadi sang korban, dan ditahannya gerakan pinggulnya agar goyangannya menjadi lambat. Sesuai dengan apa yang diharapkan Gaby melenguh setengah tak sadar dan menaikkan pinggulnya dan ikut berayun kekiri kekakan mengikuti goyangan bung Kribo, sementara jari-jari lentik dengan kuku tajam terawat mencengkeram pundak dan lengan atas bung Kribo. Dengan sengaja kini bung Kribo menghentikan sama sekali gerakan pinggulnya dan dengan lembut bertanya :
"Mau istirahat dahulu dan nanti diteruskan lagi mainnya sayang ?,"
Bagaikan terhipnotis Gaby mencakar bahu bung Kribo dan menjawab : "Oooh, iiyaaaa, teruus, jangaaan berhentiii, terusiiin dong , ooooh iyaaa paaak nikmaaat".
Bung Kribo sangat puas melihat keadaan korbannya itu - diputuskannya kini untuk orgasmus bersama dengan gadis yang baru diperawaninya itu - siapa tahu Gaby sedang subur malam ini dan benihnya akan tumbuh dirahimnya. Seringai sadis bung Kribo menghias wajahnya ketika ia memulai menambah kecepatan gerakan naik turun ibarat pompa hydraulis canggih sedang menunaikan tugasnya. Gerakan naik turun yang semakin lama semakin cepat disertai dengan dengusan nafasnya yang juga semakin memburu - dengusan mana diiringi pula dengan desahan halus perawan yang baru dinodai. Bagaikan dua orang yang sedang menempuh marathon terdengar geraman kasar nafas bung Kribo bersahutan dengan rintihan Gaby yang semakin lama semakin cepat, semakin tinggi semakin tak teratur dan akhirnya kembali jeritan melengking memenuhi ruangan dan terhenti sendiri ketika hanya mulut mungil Gaby terlihat membuka maksimal namun tak ada suara lagi yang sanggup dikeluarkannya. Gadis ini telah dipaksa mencapai puncak ekstase dimana semua pancaindra tidak berfungsi lagi secara normal, tak terlihat lagi langit langit kamar mewah melainkan ribuan bintang kecil berputar semakin lama semakin cepat, jeritan dan rintihan sakit nikmat tak tertahan lagi yang tak disadarinya keluar dari mulutnya sendiri semakin lama terdengar sayup-sayup ibarat gema yang terpantul, semua otot terutama dibagian kewanitaannya semakin mengejang berdenyut denyut dan akhirnya ibarat kaku dan lumpuh mutlak. Bersamaan disaat itu bung Kribo pun menyemprotkan lahar panasnya dicelah terdalam bukit Venus korbannya, lahar panas berisikan ratusan juta bahkan mungkin bermilyard milyard benih kejantanannya yang diharapkan akan tumbuh subur di rahim wanita cantik yang baru diperawaninya. Bung Kribo akhirnya melepaskan mangsanya yang ternyata telah lemas lunglai ibarat pingsan - "petit morte" istilah orang Perancis. Wajah cantik Gaby dalam keadaan tak berdaya dan lemas ini ditatap oleh bung Kribo dan diciumnya bibir ranum setengah terbuka, kini tanpa perlawanan bahkan juga ketika bung Kribo menjulurkan lidahnya menyapu langit langit basah korbannya. Beberapa saat bung Kribo menyapu-nyapukan lidahnya dan menyentuh dengan nakal lidah Gaby, memaksanya kembali berreaksi dan ber"silat" melayani hasrat sang pemerkosa yang belum terpadamkan. Masih dalam keadaan setengah sadar Gaby merasakan bung Kribo menggeser tubuhnya sendiri dan rebah setengah menyamping disebelah kanannya. Tangan kanan Gaby kini tertindih oleh tubuh bung Kribo sehingga tak mampu lagi bergerak, hanya setengah menekuk sebatas siku dan mencakar-cakar lemah punggung bung Kribo. Tangan kiri bung Kribo kembali mencengkeram nadi kiri mangsanya dan ditekannya kekasur diatas kepala Gaby. Paha kiri bung Kribo yang kekar dan berat menindih paha kanan Gaby sambil menguakkannya kesamping, sementara paha kanan bung Kribo menguakkan dan menekan paha kiri korbannya ke kasur. Gaby hanya dapat melenguh lemah dan menolehkan kepalanya kekiri kekanan ibarat menolak kenyataan pahit bahwa tubuhnya yang telanjang bulat kembali terbuka dan harus menerima jarahan perkosaan babak berikutnya. Dugaan Gaby sama sekali tak meleset karena bung Kribo kini mulai lagi dengan tangan kanannya yang bebas sepenuhnya membelai dan mengusap-usap tubuhnya yang masih basah kuyup dengan keringat, dimulai dengan berganti ganti remasan halus kasar di payu daranya, pilinan dan cubitan kasar sadis di putingnya yang kembali mengeras dan dirasakan kembali jari jari kasar menyentuh vagina dan klitorisnya.

"Emmppfh, oooh jangan paak, udaaah dong, ngiluuu ampuuuun tolooong, paaak udaaaah, jangaaan diterusiin", isak tangis Gaby kembali terdengar namun secara ganas langsung dihentikan oleh bibir besar bung Kribo yang menutup mulutnya.
Tubuh langsing Gaby berusaha berontak mati-matian melawan, meliuk liuk dibawah rejangan laki tua yang lebih pantas menjadi ayahnya, namun bung Kribo sudah sangat pengalaman dalam menakluki dan merejang perawan. Ibu jari dan telunjuknya kini secara teratur membelai dan memijit mijit klitoris tawanannya sementara ketiga jari lain memasuki celah kewanitaan yang masih basah dengan cairan lendir kegadisan tercampur darah dan spermanya. Gaby merasakan kembali perih dari luka sisa selaput daranya yang baru ditembus oleh bung Kribo, protesnya kembali reda dan hanya terdengar sebentar karena mulutnya lagi lagi tersumpal oleh bibir bung Kribo dengan bau amat dibencinya.
"Aaaauuuw, aauuuw eeempffh, eeeehh, eeenngga maaaauu, oooh, ....aaauuuw, adduuuh, ....mmmpuuun", ceracau Gaby kembali memenuhi ruangan.
Gaby ingin mengatupkan kedua pahanya untuk menahan jari jari yang menggoda dan berusaha merangsangnya namun mana mungkin karena sudah "terkunci" oleh paha dan kaki bung Kribo.
Tanpa terasa muncul kembali perasaan aneh, hangat dan "gatal" di tubuh Gaby, mulai dari putingnya, pusatnya dan gua kenikmatannya yang bertambah licin oleh cairan pelumas alamiah seorang wanita yang sedang di rangsang pria.
Tanpa diingininya sendiri Gaby mulai terbuai dan pasrah dengan reaksi tubuhnya yang sehat namun secara mendadak dirasakannya ada jari menerobos kasar lubang pantatnya, menyebabkannya sadar melonjak ibarat disengat lebah.
"Aaaaduuuuh, jaaangaaan, jangaaan disitu, eenggaaaaa maaaau, auuuuw, paaak, toloooong, jangaaaan, aaampuuun", Gaby kembali meronta ronta lemah sambil terisak isak. Tak pernah dibayangkannya seumur hidup bahwa akan ada lelaki asing akan menjamah bagian badannya yang paling tersembunyi, paling dirahasiakan dan dimatanya paling tabu bahkan untuk pasangan suami istri. Gaby sangat merawat bagian intimnya depan maupun belakang, setiap kali habis mandi atau spa dan dimanapun juga selalu dibersihkannya dengan tissue basah ber-parfum atau minyak wangi. Kini semua yang dipertahankannya sebagai wanita muda terhormat dengan kedudukan cukup baik dimasyarakat dirampas kasar, setelah direnggut kegadisannya maka "keperawanannya yang kedua" sedang disiapkan untuk dinodai pula.
"Hmmm, halus lembut bagaikan kapas namun erat sekali remasannya", ujar bung Kribo dan kini bahkan memasukkan telunjuk dan jari tengahnya ke anus korbannya, menyebabkan mata Gaby terbeliak dan otot-otot anusnya reflektoris meremas mencengkeram benda asing yang sedang menggarapnya. Sebenarnya Gaby telah benar benar ditaklukkan dan sepenuhnya dibawah kekuasaan bung Kribo sang pemerkosa. Namun laki laki yang kini sudah kerasukan setan ini ingin benar benar menikmati kemenangannya terakhir, tak cukup dengan menatap wajah Gaby yang cantik jelita kesakitan ketika disodomi, namun diinginkannya Gaby memohon dan meratap untuk disodomi, biarpun tahu proses penetrasi ke-anusnya lebih sakit dibandingkan pecah selaput daranya. Secara sangat mendadak dan tak terduga bung Kribo melepaskan semua tindihan dan cengkeramannya, amat sigap di baliknya tubuh Gaby sehingga tertelungkup dan sebelum Gaby sadar apa yang akan dialami berikutnya, bung Kribo menelikung kedua tangannya dipunggungnya serta langsung diikatnya dengan sapu tangan nylon sutra yang memang  selalu tersedia namun disembunyikan di sudut ranjang atau di bawah bantal. Dalam waktu tak ada satu menit berubah sudah posisi tubuh Gaby : dari terlentang kini menjadi telungkup dengan wajah terbenam di bantal kepala, nadi tangan terikat erat di punggung. Bung Kribo yang berada di belakang pantatnya kini mencekal pinggul Gaby dan ditariknya keatas sehingga mencuat dan menungging - posisi mana kemudian 'terkunci' ketika bung Kribo menempatkan lututnya sedemikian rupa menekan betis belalang Gaby yang putih polos bagai pualam sempurna ke kasur.

Setelah merasa yakin bahwa mangsanya kini tak dapat berkutik apalagi melawan, maka bung Kribo mengeluarkan dari bawah ranjang "love-toy" yang diperolehnya dari seorang Sheik disalah satu negara Arab. Sheik ini sendiri memperoleh "love-toy" [yang sangat ampuh untuk menaklukkan wanita yang masih enggan atau malu-malu untuk ML apalagi disodomi] dari salah satu bawahannya ketika kembali dari Hongkong dan memperoleh info bahwa "love-toy" ini sebenarnya berasal dari Jepang. Permainan atau lebih tepat disebut alat perangsang ini berbentuk sepuluh bola bola porselen kecil yang besarnya sekitar dua kali gundu atau kelereng mainan anak kecil dan ke sepuluh bola kecil ini satu sama lain dihubungkan dengan tali nylon elastis namun sangat kuat. Bola bola porselen kecil ini mempunyai beberapa lubang yang sukar terlihat mata, namun mempunyai fungsi sangat penting. Sebelum dipakai melumpuhkan pertahanan wanita yang melawan menolak untuk ML - terutama perawan yang masih sangat ketakutan dimalam pengantin - bola bola porselen ini dimasukkan dan direndam ditempat khusus berisi cairan perangsang. Cairan perangsang ini pelbagai macamnya namun yang paling umum populer adalah sari atau ekstrakt rumput-rumputan jelatang yang jika tersentuh atau teroles kulit akan menyebabkan rasa amat gatal. "Love-toy" sangat ampuh ini sudah disediakan dan telah berjam-jam direndam cairan rumput alang alang jelatang didalam guci kecil khusus diletakkan dibawah ranjang. Bung Kribo hanya perlu memasukkan satu saja bola porselen kecil yang telah penuh terisi cairan perangsang itu ke anus Gaby - sisanya berjumlah sembilan bola akan automatis "ditelan" secara automatis dan tanpa dikehendaki sendiri oleh Gaby. Bung Kribo hanya perlu menunggu dengan sabar sedikit dan beberapa menit kemudian mulailah terlihat keampuhan alat perangsang itu. Gaby yang mula mula amat terkejut ketika anusnya dimasuki benda asing bulat itu, mulai merasa hangat dan panas lalu gatal yang semakin lama semakin menyiksa bongkahan pantat dan bagian dalam anusnya. Rasa gatal itu semakin menjadi-jadi dan tak tertahan lagi ibarat anak kecil diserang oleh cacing keremi sehingga tak dapat tidur, namun bagi Gaby yang tangannya tertelikung dan diikat erat dipunggung serta tak dapat menggerakkan pinggul, paha maupun betis dan kakinya, maka hanya terbuka satu jalan untuk mengurangi rasa gatal itu. Secara refleks otot otot anus Gaby berdenyut denyut, mengejang mencengkeram dan rileks berulang ulang secara ritmis - namun dengan demikian maka bola pertama justru "tersedot" masuk semakin dalam dan karena saling berhubungan maka menarik bola bola berikutnya. Bung Kribo menatap penuh kepuasan ketika perlahan-lahan namun pasti satu persatu bola kecil itu masuk ke anus Gaby, dan akhirnya hanya tali panjang dengan kancing pengaman besar berupa cincin yang masih berada diluar. Sementara itu Gaby telah berontak, meronta dan menggelinjang tak putus putusnya disertai rintihan memelas dan jeritan putus asa menahan rasa panas dan gatal tak terkira di anusnya dibagian luar maupun dibagian dalam. Bung Kribo kini melepaskan tindihannya di betis halus mulus dan langsung saja Gaby jatuh tertelungkup. Seluruh paha dan betisnya sampai keujung-ujung jari kaki terasa kesemutan dan raga gatal dianusnya begitu menyiksa sehingga Gaby melupakan semua rasa malu dan menggerakkan pinggulnya kekiri kekanan, berusaha menggoyang goyang pantat bahenolnya ke sprei yang telah kusut, dibuka tutup dan digesek pahanya namun semuanya sia sia saja. Di tengah keputus asaannya itu Gaby merasakan lidah hangat bung Kribo menggelitik telinganya dan agak setengah merayu bertanya :
"Kenapa kamu demikian gelisah sayang, apa yang dirasakan, ayo cerita dong, nanti kan saya bisa tolong. Bilang saja terus terang, apa yang harus saya lakukan untuk menghilangkan rasa tak nyaman itu ?".
Tak cukup dengan bertanya saja, bung Kribo kini berganti ganti menyusu di payudara Gaby berganti-ganti kiri kanan, dijilat dan digigit gigit putingnya yang sedemikian tegang, sementara itu jari jari tangannya pun ikut mengembara mengusap bukit Venus, mencari celah hangat licin, menemukan kelentit yang telah sedemikian peka. Semua siksaan itu akhirnya melebihi batas kesanggupan pertahanan moral Gaby sebagai wanita terpelajar, dan dengan suara terputus putus disertai isak tangis keluarlah kalimat yang telah ditunggu oleh bung Kribo :"Oooooh, tolooong pak, aaampuuun, saya nyerah pak, bebaskan saya dari siksaan gatal ini, mau diapakan saja saya pasrah pak, tolong paaak, ampuuuun".
Bung Kribo memutuskan untuk memaksakan Gaby mematuhi keinginannya terakhir sebelum direnggut keperawanan anusnya. Dengan posisi 69 dipaksanya Gaby kembali mengulum penisnya sementara lidahnya melakukan cunillingus sehingga Gaby mengalami orgasmus berulang ulang, satu kali, dua kali dan pada ketiga kalinya akhirnya tak tertahan lagi dan jatuh pingsan. Bung Kribo kembali meletakkan Gaby yang pingsan terlentang, kedua tangannya yang telah dilepaskan dari ikatannya diletakkan diatas kepala, kedua paha mulus Gaby diletakkan diatas pundaknya, lalu dimajukannya badannya sendiri sejauh mungkin kedepan, sehingga pinggul Gaby terpampang maksimal keatas dengan vaginanya dan anusnya terbuka dihadapan matanya. Semua bola bola kecil alat penyiksa ditariknya perlahan lahan satu persatu sehingga keluar, dan segera diletakkannya kepala kemaluannya di anus Gaby yang masih terlihat lemah berdenyut denyut. Bung Kribo tak mau menerima begitu saja bahwa korbannya karena masih pingsan tidak merasakan sakitnya disodomi pertama kali, oleh karena itu dengan sadis di pilin dan dicubitnya kedua puting susu yang sedemikian mencuat keras, dipelintir dan dicubitnya dengan semakin lama semakin menambah tenaga sehingga akhirnya Gaby mulai pulih sadar, mengeluh, melenguh dan membuka matanya kembali.

Bung Kribo merangkuhkan jari jarinya yang kasar dengan jari jari lentik mangsanya, dan pada saat itu mulai menekan penisnya membelah "putik bunga" murni yang sama sekali belum pernah disentuh lebah atau kumbang manapun. Otot otot pertahanan anus Gaby yang masih perawan itu mengatup, menolak, mempertahankan kemurniannya, namun rasa gatal kembali menyerang dari dalam, dan dengan gerakan keahlian yang dapat dijadikan pelajaran bagi para suami muda, bung Kribo berhasil memasukkan jamur topi baja kebanggaannya menembus barisan pertahanan otot otot anus Gaby.
"Aaaauuuuuuuuw, aduuuuh, ampuuuuun, paak, toloooong, sakiiiit, udaaaaah, jangaaaan lagiii, sakiiiit, aaampuuuun, ooooh, uuuuuuh, uuuuuh, paak kasihani saya, sakiiiiit",
Gaby menolehkan wajahnya kekiri kekanan dan jari jarinya yang lentik dihiasi kuku kuku amat terawat barusaha menyakar namun dicengkeram kuat oleh bung Kribo. Jeritan Gaby semakin lama semakin tinggi memilukan hati karena bung Kribo sengaja memasukkan kemaluannya yang besar, terlalu besar untuk anus Gaby yang masih perawan dan memang begitu sempit, milimeter demi milimeter. Dinikmatinya wajah ayu cantik manis yang sedang menderita siksaan di anus tak terkira : panas, gatal, nyeri, ngilu, sakit ibarat dimasuki batang kayu keras dan bertepi tajam seperti pisau. Sedikit maju, mundur sedikit, maju lagi, putar sedikit kemudian maju lagi, betapa sempitnya lubang ini, betapa hangatnya dan lembut namun kencang remasannya. Bung Kribo tak khawatir bahwasanya ia sendiri akan "ketularan" rasa panas dan gatal dari bola bola perangsang, karena ia sebelumnya telah meminum obat anti sari rumput jelatang.
"Ooooh, udaaaah dong paak, kasihani saya udah engga sanggup melayani bapak lagi, aaaauuuuuww, sakiiit, toloong, hentikan, saya nyeraah paak, aaaampuuuun", tak sanggup menahan sakit akhirnya Gaby pingsan ke sekian kalinya. Namun bung Kribo tak mengenal kasihan lagi - kini sudah cukup dirasakannya kemenangan sementara malam ini , dilihatnya batang kemaluannya yang semakin lama semakin lancar keluar masuk lubang pantat Gaby, berkilat dan licin oleh cairan pelumas perawan namun disana sini terlihat juga bercak bercak darah - kemungkinan dari selaput lendir anus Gaby yang juga koyak ketika disodomi beberapa menit lalu.
Bung Kribo mempercepat ritmenya dan merasakan lahar panasnya mulai mengumpul dibuah pelirnya mencari jalan keluar. Berbeda dengan lubang nikmat kewanitaan Gaby dimana bung Kribo dapat menghantam mulut rahimnya, maka didalam anus tak ada penahan yang serupa. Oleh karena itu disodoknya kemaluannya semaksimal mungkin sehingga perlahan lahan Gaby mulai melenguh lagi dibawah kesadaran. Namun ini sudah cukup bagi telinga bung Kribo yang sedang menyiksanya, ditambah dengan ekpresi wajah Gaby yang sedemikian ayu manis tercampur derita rasa sakit tak tertara, Hanya sekitar seperempat jam kemudian bung Kribo menyemburkan spermanya kedalam anus dan usus Gaby ibarat cairan kental hangat yang berusaha memadamkan rasa panas dan gatal. Gaby hanya mengeluh dan merintih ibarat hewan terluka menimbulkan rasa iba bagi yang mendengarnya, hanya samar samar dirasakannya kemaluan pemerkosanya mencapai ketegangan dan membesar sedemikian rupa seolah olah akan merobek tubuh bawahnya. Sedemikian banyak luapan lahar bung Kribo kali ini, sehingga sempat dicabutnya dari anus korbannya dan masih sempat menyemprotkan sisa sisanya ke punggung Gaby yang sudah kelengar ke sekian kalinya. Beberapa menit kemudian bung Kribo duduk kembali dibelakang meja tulisnya, meninggalkan korbannya Gaby yang masih menggeletak setengah pingsan di ranjang dalam keadaan telanjang tanpa tertutup sehelai benang pun. Setelah berfikir dan terlihat ragu sejenak bung Kribo mengangkat tilpon berwarna merah tua - langsung terdengar hubungan dan dengan singkat bung Kribo mengatakan : "Pindahkan tawanan M.D. dari penjara X ke penjara Y, hukuman matinya bersama ini diubah menjadi seumur hidup dengan pengertian bahwa setelah sepuluh tahun jika berkelakuan baik ada kemungkinan dibebaskan. Surat resmi mengenai hal ini akan saya tanda tangani dan menyusul esok hari". Tanpa menantikan jawaban dari ujung lain, bung Kribo meletakkan lagi tilpon merahnya itu. Pandangannya kembali beralih ke ranjang dimana Gaby masih terlentang dengan paha terbuka lebar - selangkangannya terlihat masih basah, agak kemerahan, bukit Venusnya agak berkilat dengan keringat dan cairan kewanitaannya, paha, betis, perut, payu dara dan bagian badan yang lain penuh dengan cupangan dan bekas gigitan sehingga agak kebiru-biruan. Bung Kirno membuka sedikit pintu kamar, memberikan perintah kepada pengawal pribadi dengan seragam tentara, dan tak lama kemudian masuk beberapa orang lain, membungkus tubuh Gaby dan langsung membawanya keluar.

##########################
Seminggu kemudian dunia dikejutkan dengan berita terjadinya "percobaan kudeta" di negara antah berantah, dimana beberapa perwira tinggi menjadi korban, dtemukan mayat mayat mereka didekat lapangan terbang militer saat itu, tempat itu kemudian dikenal dengan julukan "lubang buaya".  Sesudah itu dimulailah kampanye besar-besaran untuk menuduh golongan partai politik serta organisasi tertentu menjadi dalang peristiwa berdarah itu. Didalam minggu dan bulan bulan berikutnya terjadilah pembantaian besar besaran , diseluruh kepulauan negara antah berantah. Bukan puluhan, bukan ribuan, bukan puluhan ribu, bukan ratusan ribu melainkan jutaan telah menjadi korban tak bersalah.
Semuanya itu sebenarnya tak perlu terjadi jika sang pemimpin besar saat itu yang sebetulnya sangat dikagumi dunia tidak terbuai oleh rayuan fihak dan golongan tertentu yang mengetahu kelemahannya : wanita cantik. Sejarah didunia telah membuktikan apa dan siapa dan mengapa semuanya itu terjadi - itu urusan dunia politik yang keji , penggemar "kisahbebe" tak memperdulikan segala macam politik , pembaca "kisahbebe" hanya ingin menikmati "fun of sex".
Oleh karena itu dipersilahkan para pembaca untuk sementara ini menarik nafas panjang dahulu - istirahat dahulu sambil menantikan kisah lanjutan pasangan yang sangat tak serasi , namun sesuai dengan "The Beauty and the Beast" dengan pertempuran ranjang yang tak kalah seru dengan cerita bagian pertama ini ...........................

Bersambung ke bagian kedua???
By: elzhakhar a.k.a satyrosaurus

0 Response to Presiden Gendeng, Nurkosa Kribo: Gaby Rianawaty

Posting Komentar