Arisanti |
Hai, namaku Arisanti, biasanya sih dipanggil Risa, bisa juga dipanggil Santi, tapi jangan pernah panggil aku Ari! karena aku bukan cowok! Umurku saat ini 25 tahun dan baru saja menikah tiga bulan yang lalu. Suamiku seorang pelaut yang bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan di lautan lepas. Baru tiga bulan dia cuti tapi kini dia harus kembali melaut. Aku bertemu dengan mas Agung setelah dikenalkan oleh teman kuliah S2 ku. Sejak saat itu hubungan kami makin akrab hingga akhirnya kami memutuskan untuk menikah. Awalnya aku tidak memutuskan untuk berkarir setelah lulus S2, karena bagiku sendiri pendidikan bukan semata untuk mencari kerja. Namun mas Agung menyuruhku agar memiliki kegiatan agar aku tidak bosan di rumah.
Ya… benar juga sih, dari pada aku hanya bengong sendiri di rumah mending aku cari kegiatan. Akhirnya aku membuka butik kecil, sekedar untuk mengisi waktu dan menyalurkan hobi fashionku. Sejak mas Agung kembali melaut, aku hanya ditemani pembantuku Pak Karmin di rumah. Sebelum pergi, suamiku memang meminta Pak Karmin menjagaku. Tentu saja menjagaku dalam artian sebenarnya. Mengenai pembantu kami Pak Karmin, dia sudah berkerja di keluarga suamiku sejak dulu. Setelah aku dan suamiku menikah, suamiku membawa Pak Karmin ikut bersama kami di sini. Dia bertugas beres-beres rumah dan memasak. Tapi untuk mencuci dan menggosok aku masih mengerjakannya sendiri, karena aku tidak nyaman bila pakaianku disentuh oleh orang lain, terutama pakaian dalamku. Meski sudah berumur dan agak kurus, tapi badannya masih terlihat kuat, urat-uratnya terlihat menonjol di lengannya. Mungkin di masa mudanya dia adalah seorang pekerja keras, dia tidak tampak seperti berumur lima puluh tahun. Padahal baru satu minggu, tapi aku sudah rindu belaian suamiku. Ku putuskan untuk masturbasi sendiri sambil mandi di kamar mandi. Aku pilih kamar mandi yang ada di dekat dapur karena kamar mandi di kamarku sedang rusak. Lagi asik-asiknya mandi, eh tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, ternyata Pak Karmin. Tentu saja aku langsung teriak.
Ya… benar juga sih, dari pada aku hanya bengong sendiri di rumah mending aku cari kegiatan. Akhirnya aku membuka butik kecil, sekedar untuk mengisi waktu dan menyalurkan hobi fashionku. Sejak mas Agung kembali melaut, aku hanya ditemani pembantuku Pak Karmin di rumah. Sebelum pergi, suamiku memang meminta Pak Karmin menjagaku. Tentu saja menjagaku dalam artian sebenarnya. Mengenai pembantu kami Pak Karmin, dia sudah berkerja di keluarga suamiku sejak dulu. Setelah aku dan suamiku menikah, suamiku membawa Pak Karmin ikut bersama kami di sini. Dia bertugas beres-beres rumah dan memasak. Tapi untuk mencuci dan menggosok aku masih mengerjakannya sendiri, karena aku tidak nyaman bila pakaianku disentuh oleh orang lain, terutama pakaian dalamku. Meski sudah berumur dan agak kurus, tapi badannya masih terlihat kuat, urat-uratnya terlihat menonjol di lengannya. Mungkin di masa mudanya dia adalah seorang pekerja keras, dia tidak tampak seperti berumur lima puluh tahun. Padahal baru satu minggu, tapi aku sudah rindu belaian suamiku. Ku putuskan untuk masturbasi sendiri sambil mandi di kamar mandi. Aku pilih kamar mandi yang ada di dekat dapur karena kamar mandi di kamarku sedang rusak. Lagi asik-asiknya mandi, eh tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, ternyata Pak Karmin. Tentu saja aku langsung teriak.
“Paaaakkkk….!!”
“Eh, ma-maaf non, saya kira tidak ada orang di dalam” katanya membela diri.
“Braakk” kubanting pintu di depannya.
“Maaf non, saya betul-betul tidak sengaja” katanya lagi dari luar.
Aku hanya diam saja karena masih kesal, tidak lama kemudian terdengar langkah kakinya menjauh. Sebenarnya salahku juga sih, udah tau sedang mandi, pake lupa ngunci pintu segala.
Saat keluar dari kamar mandi, ku lihat Pak Karmin sedang berdiri di dapur, sepertinya dia menungguku mandi dari tadi.
“Tuh Pak, kamar mandinya udah kosong…” kataku padanya. Tapi ku lihat dia malah melongo ke arahku, sepertinya dia terpesona melihat tubuh putih mulusku yang hanya di balut handuk putih ini, belahan dada dan paha atasku dengan jelas dapat dilihat olehnya. Tatapan yang sangat kurang ajar, padahal aku ini kan istri majikannya.
“Pak? Gak jadi ke kamar mandinya?”
“Eh, I-iya non, Ngmm… maaf yang tadi…”
“Iya, gak apa.. kan gak sengaja” jawabku santai.
Dia lalu berjalan sambil mengangkang, sepertinya dia betul-betul sedang kebelet, aku sampai tertawa melihat gaya berjalannya itu. Akupun juga beranjak dari sana menuju kamarku. Duh, aku baru ingat kalau pakaian dalamku tertinggal di kamar mandi. Setelah selesai memakai baju, aku kembali ke sana. Pak Karmin sudah tidak ada di kamar mandi, sepertinya dia sudah kembali ke kamarnya. Akhirnya ku temukan pakaian dalamku, syukurlah masih tergantung di tempatnya . Tapi tunggu… ku lihat ada noda putih di celana dalamku. Karena penasaran ku coba merabanya. Lengket! Apa jangan-jangan ini… ku coba mencium baunya, bau bayclin! Tidak salah lagi, ini peju! Sungguh kurang ajar, siapa lagi pelakunya kalau bukan Pak Karmin. Seenaknya ngepejuin celana dalam istri majikannya. Baru seminggu ditinggal pergi suamiku, dia sudah ngelunjak dan berbuat tidak senonoh begini. Tapi entah kenapa aku merasakan suatu getaran didadaku. Baru kali ini aku memegang dan mencium sperma laki-laki lain selain milik suamiku, apalagi itu sperma milik Pak Karmin, kacungku. Suatu sensasi yang aneh. Ya sudahlah, untuk kali ini ku maafkan dirinya, mungkin dia lagi horni. Ku letakkan pakaian dalamku itu ke tempat cucian kotor. Esoknya, entah kenapa aku punya ide gila. Kali ini setelah selesai mandi pagi, aku malah sengaja meninggalkan celana dalam dan bra ku di kamar mandi. Aku penasaran apakah kali ini Pak Karmin akan mengulangi perbuatannya kemarin. Setelah menunggu sekian lama dan memastikan Pak Karmin sudah pernah masuk ke kamar mandi. Aku kembali menjemput pakaian dalamku itu. Dan.. benar saja, celana dalamku dipejuinnya lagi. Sungguh kurang ajar. Kalau suamiku tau, bisa dihajar tuh kacung, seenaknya saja ngepejuin dalaman istrinya yang cantik ini. Seharusnya aku mengadukan perbuatannya ini ke suamiku, tapi karena aku adalah istri majikan yang baik, maka tidak ku lakukan, hihihi. Akhirnya ku letakkan lagi celana dalamku yang penuh sperma itu ke tumpukan cucian kotor. Setiap hari, aku selalu berbaik hati meninggalkan celana dalamku saat selesai mandi. Yang tentu saja terus berlumuran peju Pak Karmin karenanya. Aku cuek saja pura-pura tidak tahu. Tapi si Karmin ini makin lama makin menjadi-jadi saja perangainya, mentang-mentang tidak pernah ku tegur. Pernah dia malah sengaja menumpahkan spermanya di dalam lemari kecil tempat aku meletakkan dalamanku, membuat seluruh dalamanku jadi kotor berlumuran spermanya. Tentu saja harus ku cuci semua, terpaksa hari itu aku tidak pakai dalaman. Bahkan kemarin ini dia malah menumpahkannya di tempat tidurku, membuat bantal yang biasa ku gunakan terkena ceceran pejunya. Terpaksa tadi malam aku harus tidur dengan bau pejunya itu. Dan karena aku biasa tidur telanjang, membuat kulitku jadi bersentuhan langsung dengan bekas-bekas noda spermanya itu.
“Wihh.. seger nih non baru selesai mandi” godanya melihat aku yang baru saja selesai mandi pagi.
Saat itu aku mengenakan daster tipis sebatas paha, dan gara-gara seluruh dalamanku masih dicuci karena bekas dipejuin olehnya, aku jadi tidak memakai apa-apa lagi di balik daster ini. Daster yang ku kenakan saat ini salah satu favorit suamiku, mas Agung sangat suka melihat aku mengenakan ini, sangat seksi katanya. Tapi kali ini aku mengenakannya di hadapan kacungku, bahkan tanpa dalaman apa-apa lagi dibaliknya.
Pak Karmin |
Dengan cuek ku duduk sambil menonton tv, ku silangkan kakiku sehingga paha putihku makin terekspos. Pak Karmin yang sedang melihatku mungkin sedang meneguk ludah sekarang. Tidak lama kemudian dia buru-buru ke kamar mandi, apa lagi kalau bukan membuang pejunya ke celana dalamku yang sudah ku sediakan untuknya. Saat mandi sore harinya, aku berniat untuk mengulanginya kembali, entah kenapa aku jadi ketagihan menggoda kacungku ini. Akupun mandi seperti biasa terlebih dahulu, tapi duh… aku kehabisan shampo. Untung masih ada stocknya di lemari yang ada di dapur. Aku lalu keluar dari kamar mandi, dengan telanjang bulat tentunya, soalnya setahuku Pak Karmin sedang ke warung. Dengan santainya aku berjalan bugil menuju dapur, lalu membuka lemari gantung tempat stock peralatan mandi, tapi tidak ku temukan apa yang kucari di sana.
“Cari apa non?”
Degh, aku terkejut, ternyata Pak Karmin sudah kembali. Tubuh telanjangku terpampang bebas di hadapannya. Sontak aku langsung menutupi tubuh telanjangku seadaanya, tangan kananku menutupi vaginaku, dan tangan kiriku menutupi buah dadaku, tapi hanya putingnya saja yang ku usahakan tertutup. Aku betul-betul malu telanjang seperti ini di hadapannya. Tapi ada perasaan aneh telanjang seperti ini di depan orang lain yang bukan suamiku, terlebih orang itu kacungku.
“Cari shampo pak.. dimana yah? Kok gak ada?” tanyaku sambil tetap berdiri disana dengan masih bertelanjang bulat.
“Itu non, di sebelahnya” katanya menunjuk ke pintu lemari sebelahnya.
Aku ingin membuka lemari itu dan mengambil yang aku cari, tapi bila ku lakukan tentu saja aku harus melepaskan tanganku, yang tentunya harus mengorbankan puting payudara atau vaginaku tidak tertutupi lagi. Seakan tahu yang sedang ku pikirkan, Pak Karmin menawarkan bantuan.
“Sini non, saya ambilkan” katanya mendekat ke arahku, sesaat kulitku bersentuhan dengan bajunya, tapi segera ku geser tubuhku.
“Yang mana non?” tanyanya menatap ke arahku, khususnya ke arah buah dadaku yang terlihat mengkilap karena masih basah. Meski agak risih tapi aku berusaha tetap santai.
“Itu Pak, yang botol biru” Dia lalu mengambilnya dan meletakkan di atas meja.
“Sabunnya gak sekalian non?”
“Ng… iya deh Pak” Dia ambilkan juga sebotol sabun cair yang memang cuma tinggal satu-satunya disana.
“Pasta giginya?” tanyanya lagi. Hmm.. ku yakin kalau dia cuma ingin aku berlama-lama di sini.
“Gak Pak, masih ada” jawabku, dia tutup kembali pintu lemari tersebut. Sekarang masalahnya sama seperti tadi, bagaimana caranya aku membawa botol-botol itu. Ada dua botol yang harus dipegang oleh masing-masing tanganku, dan jika ku lakukan buah dada dan vaginaku yang harus jadi korban. Pak Karmin senyum-senyum saja melihat tingkahku, dia tahu apa yang sedang aku pikirkan.
“Sini saya bawakan non..” katanya mengambil botol-botol itu dan berjalan menuju kamar mandi, aku masih berdiri diam saja di sini. Saat di depan kamar mandi dia berhenti dan menatap ke arahku.
“Non, bisa tolong bantu buka pintunya?” ujarnya.
“Eh, iya Pak..” aku lalu berjalan ke arahnya sambil tetap menutupi bagian terlarang tubuhku dengan tangan, lalu memunggunginya saat di depan pintu kamar mandi. Dengan tangan kiri yang tadi menutupi puting payudaraku, ku buka kamar mandi. Untung saja posisiku membelakanginya, sehingga buah dadaku yang tidak tertutup apa-apa lagi ini tidak sampai terlihat olehnya. Sungguh aneh rasanya, aku yang sedang bertelanjang bulat mempersilahkan orang lain masuk ke kamar mandi. Diapun masuk ke dalam diikuti olehku. Pintu kamar mandiku ini memang otomatis akan tertutup setelah terbuka, jadilah kini aku terkurung bersama kacungku di kamar mandi yang tertutup. Sungguh keadaan yang sangat ganjil, seorang wanita yang sudah bersuami sedang bertelanjang bulat bersama kacungnya di dalam kamar mandi. Dia lalu meletakkan botol-botol itu di tempatnya.
“Ada yang lain non?”
“Gak Pak, itu aja... makasih yah”
“Hehe, dikirain mau tolong sekalian dimandikan” katanya sambil menatap diriku. Tatapan yang membuatku risih namun juga membuatku jadi horni. Aku hanya tersenyum kecil mendengar omongannya itu.
“Ya udah non, tapi saya permisi mau kencing dulu” katanya tiba-tiba membuka resleting celananya lalu mengeluarkan kemaluannya.
Sungguh kurang ajar, padahal ada aku di sana. Ku lihat penisnya berwarna hitam dan sangat besar, berbeda dengan punya suamiku yang standar, mungkin karena Pak Karmin ini tipe orang pekerja keras. Dia lalu mengarahkan penisnya ke lubang wc dan mulai kencing. Aku masih berdiri di dekat pintu sambil tetap menutupi tubuhku seadanya dengan tangan, padahal bila aku mau aku bisa saja menyambar handuk dan menutupi tubuh telanjangku ini. Kulihat tidak ada lagi air yang memancar dari ujung penisnya, tapi dianya malah mengurut-urut penisnya sendiri.
“Kok lama sih pak?”
“Iya non, belum keluar semuanya”
“Bukannya udah Pak? Apa lagi yang mau dikeluarkan?” Jangan jangan….
“Yang putih kental belum non… gak apa kan saya keluarkan sekalian di sini? hehe” pintanya kurang ajar.
“Maksud bapak?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Itu non, peju… hehehe, boleh kan saya ngocok sebentar? Udah tanggung nih, non nya disini saja” katanya sambil tetap menatap tubuh telanjangku. Gila, dia minta ditemani onani, oleh aku yang istri majikannya ini. Sungguh sangat kurang ajar.
Tapi aku malah menganggukkan kepalaku tanda setuju, yang langsung disambut tawa cengengesan mesumnya itu, kocokan tangannya juga makin cepat. Penisnya yang hitam dan dekil itu tampak makin bertambah besar dan keras saja. Aku jadi bergidik dibuatnya, memikirkan seandainya penis itu masuk ke vaginaku, pasti bakalan sesak dan penuh di vaginaku. Duh, aku jadi berpikir yang tidak-tidak karena horni. Dia terus mengocok penisnya sendiri sambil terus memandang tubuh telanjangku, aku betul-betul merasa malu, tapi sangat horni juga dipandangi begini.
“Cepetan Pak, saya mau mandi”
“Mandi aja non… saya gak ganggu kok…”
Memang dia tidak ganggu, tapi mana mungkin aku mandi telanjang di depannya. Tapi aku akhirnya tetap menuju ke arah shower dan menyalakannya. Sekarang tubuh putih mulusku kembali basah terguyur air, dan itu di hadapan kacungku yang buruk rupa ini. Makin cepatlah kocokan tangannya pada penisnya itu.
“Non, saya pinjam celana dalamnya yah…” katanya yang tanpa persetujuanku mengambil celana dalamku yang tergantung di sana. Dia gunakan itu sebagai pembungkus penisnya, kulihat nafasnya makin memburu dan…
“Crooott…. crooott… crooot” Spermanya tumpah di celana dalamku, kali ini dia melakukannya secara langsung di hadapanku si empunya celana dalam itu.
Aku sampai melotot melihat tingkah kurang ajarnya ini. Tanpa perasaan bersalah dia menggantungnya kembali ke gantungan pakaian setelah melumuri celana dalamku dengan cairan hinanya itu. Dia lalu menaiikan resletingnya kembali lalu berjalan membuka pintu.
“Makasih yah non… hehehe” ujarnya, aku hanya membalasnya denga senyum kecut.
Sungguh gila apa yang baru saja terjadi, aku tidak percaya kalau aku membiarkannya berbuat tidak senonoh seperti itu padaku. Sekarang aku betul-betul sangat horni karena kejadian barusan. Ku putuskan untuk bermasturbasi sambil tetap diguyur shower. Ku mainkan vaginaku sendiri yang memang sudah becek dari tadi. Tidak butuh waktu lama, “creeet.. creett” cairan bening memancar dengan derasnya dari vaginaku, aku squirting! Baru kali ini aku mengalaminya, dan itu di dapat dari tanganku sendiri!
***
Toyib |
“Udah beres Bu..” kata si Toyib tukang ledeng ini keluar dari kamarku.
“Iya Pak, ini minum dulu airnya” kataku menawarkan kopi padanya.
“Makasih bu..”
“Udah lancar kan Pak?” tanyaku basa-basi.
“Udah kok Bu, silahkan di cek”
“Panggil non Risa aja Pak…” kataku sambil tersenyum padanya.
“Ya udah, saya tinggal bentar yah Pak. Mau mandi dulu sekalian ngecek udah lancar apa belum” kataku lagi meninggalkan mereka. Aku pun masuk ke kamarku, melepaskan bajuku lalu masuk ke kamar mandi. Memang sudah lancar, tidak mampet lagi seperti sebelumnya. Akupun mandi seperti biasa di sini.
“Tok tok tok” terdengar suara ketukan di pintu kamar mandi, siapa lagi kalau bukan Pak Karmin. Ku buka sedikit pintu kamar mandi dan kukeluarkan kepalaku.
“Iya Pak? Ada apa sih?” tanyaku yang merasa terganggu.
Ternyata tidak hanya Pak Karmin di sana, tapi juga si Toyib. Gila saja, tubuh telanjangku hanya dibatasi sebuah pintu, yang mana di sisi sebelah sana ada pembantuku dan orang asing tukang ledeng.
“Ini non, si Toyib mau ambil perkakasnya yang ketinggalan, sekaligus mau ngecek kalau airnya udah beneran lancar” terang pak Karmin.
“Udah lancar kok Pak... bentar saya ambilkan” kataku lalu menutup pintu. Tidak lama ku buka kembali pintunya sambil membawa beberapa kunci kepunyaan si Toyib.
“Ini Pak…” kataku sambil mengulurkan tanganku menyerahkan kunci-kunci itu.
“Makasih non… gak ada masalah kan non?” tanya si Toyib.
“Agak goyang dikit tuh Pak kerannya…”
“Wah, harus cepat diperbaiki tuh Yib” ujar pak Karmin sok ngerti pada Toyib.
“Benar tuh, saya perbaiki bentar yah non” kata Toyib sambil melangkahkan kakinya mendekat ke pintu kamar mandi.
“Eh, eh, bentar. Risa pakai handuk dulu” kataku sambil menutup pintu, aku tidak mau kecolongan lagi kali ini. Setelah melilitkan handuk, kubuka lagi pintu kamar mandi dan mempersilahkan mereka masuk.
Si Toyib ini lalu mencoba memperbaiki keran air yang longgar itu, bukannya baikan, malah tambah parah. Selang itu patah membuat airnya jadi muncrat tidak karuan.
“Pak, tolong bantu pegang” suruh Toyib tampak panik pada Pak Karmin.
“Non juga tolong pegangi sebelah sana” suruhnya padaku. Kok aku harus ikutan juga sih? tapi tetap ku turuti perintahnya dan memegang selang itu. Air yang muncrat kini bertambah deras dan membasahi handuk yang ku kenakan.
“Jleb!!” Handukku jatuh dari tubuhku, mungkin karena basah yang membuat handuk ini jadi berat sehingga terjatuh, lagian tadi aku makainya juga sembarangan karena buru-buru. Tentu saja mata mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Jadilah kini tubuh telanjangku terpampang dihadapan mereka berdua, yang seorang kacung dan seorang tukang ledeng. Tampak wajah si Toyib melongo melihat pemandangan ini, begitupun si Karmin, akhirnya dia kesampaian melihat vagina dan puting payudaraku. Aku langsung beraksi menutupi tubuhku dengan tangan.
“Duh Non, jangan dilepaskan dong, muncrat kan airnya” Kata si Toyib beralasan.
Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan saat ini, tapi ku turuti juga perintahnya dan kembali membantu mereka memegang selang itu sehingga vagina dan buah dadaku kembali terbuka untuk dinikmati oleh mata mereka. Di sini, aku satu-satunya wanita, sedang bertelanjang bulat di tengah pria-pria yang statusnya jauh di bawahku. Risih, takut, malu, dan horni semuanya bercampur jadi satu. Selama beberapa saat aku terus disini memegangi selang ini, mereka juga sesekali melirik ke arahku, menatap lekat-lekat tubuh telanjangku ini. Yang selama ini hanya suamiku yang melihatnya, kini sedang dipelototi dengan tatapan mesum oleh pria-pria ini. Akhirnya selesai juga, aku langsung berlari keluar untuk mengenakan handukku yang lain. Tidak lama mereka juga keluar dari kamar mandi.
“Maaf yah non, tadi kita gak sengaja ngelihat, hehe” ujar Toyib.
“Ya sudah Pak… saya mau lanjutin mandi dulu, udah bener kan Pak? gak ada masalah lagi kan? Awas kalau muncrat lagi”
“Iya Non, gak bakal muncrat kok, cuma kita nih yang belum muncrat, hehehe” ujar si Toyib
aku hanya nyengir saja sambil masuk ke kamar mandi. Aku jadi horni lagi karena kejadian barusan, dan lagi-lagi aku memutuskan untuk bermasturbasi di dalam sini, aku tidak peduli kalau mereka mungkin masih ada di kamarku. Saat selesai mandi dan kembali ke kamar, aku terkejut menemukan banyak ceceran sperma di lantai. Sepertinya mereka juga bermasturbasi saat aku mandi tadi, hingga menumpahkan sperma mereka dengan sembarangan di lantai kamarku. Terpaksa aku yang repot membersihkannya. Setelah berpakaian akupun kembali ke depan, ku lihat mereka sedang asik ngobrol. Saat sadar aku datang, mereka berhenti ngobrol dan senyum-senyum ke arahku.
“Gimana Non? Enak?” tanya Toyib.
“Hmm? Enak apa yah Pak?” tunggu, apa mereka tahu kalau aku tadi bermasturbasi di kamar mandi? Berarti mereka mengintipku tadi, sungguh kurang ajar. Tapi ku coba untuk tetap santai.
“…Iya Pak, enak” jawabku cuek.
“Kalau mau kita bisa tuh bantu, iya gak Pak?” kata Toyib ini.
“Bantu ngapain yah Pak?”
“Bantu biar tambah enak lagi Non, mau gak? Hehehe” ujar Toyib.
Aku paham maksud mereka, sungguh kurang ajar mereka berbicara seperti itu padaku. Tapi aku malah jadi berdebar-debar mengikuti obrolan mereka ini. Penasaran juga sih bagaimana rasanya batang kemaluan mereka menghujam vaginaku, mumpung suamiku lagi jauh di sana, hihihi. Kuputuskan menggoda mereka lebih jauh.
“Emangnya Risa mau diapain Pak?”
“Dibikin kelojotan gitu Non… dari pada pakai tangan sendiri, mending sama punya kita, hehe” kata mereka terang-terangan, jelaslah kalau mereka tadi memang mengintipku saat mandi.
“Memang bapak-bapaknya belum puas? Udah muncrat juga kan tadi? Capek tuh Risa ngelapnya”
“Hehe, maaf yah non… habisnya kita gak tahan sih” kata Pak Karmin. Aku senyum-senyum saja mendengar omongannya. Iya sih, siapa juga yang tidak tahan setelah melihat tubuh telanjangku, suamiku saja berkali-kali memuji dan mengaguminya, apalagi dari orang-orang seperti mereka. Selangkanganku terasa basah kembali, aku horni lagi!
“Pak, itu bajunya basah kan gara-gara tadi? Lepaskan aja dulu… ntar masuk angin lagi” ujarku pada mereka.
“Wah iya nih non, masih basah” kata pak Karmin sambil meraba-raba pakaiannya.
“Sini Pak…” aku lalu berdiri di depannya dan membantu melepaskan bajunya.
Pak Karmin nurut saja dilepaskan baju olehku. Kulakukan hal yang sama pada si Toyib. Sekarang mereka sudah bertelanjang dada, meski tampak kurus, tapi dada mereka begitu kekar dan berbidang.
“Risa ambilkan bajunya mas Agung yah Pak, ini biar di cuci dulu” kataku bangkit sambil membawa pakaian mereka.
Aku kemudian menuju kamarku, tapi ku lihat mereka ikut-ikutan bangkit mengikutiku ke dalam kamar. Jadilah kini aku berada di antara mereka yang sedang telanjang dada di dalam kamarku sendiri. Jantungku betul-betul berdebar dengan kencangnya.
“Lho kok ikutan sih Pak?” tanyaku, mereka hanya cengengesan saling berpandangan.
Aku pura-pura cuek saja, aku lalu membuka lemari baju dan mengambil dua kaos suamiku untuk mereka.
“Nih Pak, silahkan dipakai. Pak Karmin juga nih silahkan” kataku sambil menyerahkan kaos itu.
“Enakan gini aja deh Non, lebih adem, iya ga Yib?”
“Benar tuh Pak, hehehe, kalau bisa sih celana juga, biar makin adem” jawab Toyib mengiyakan.
“Emangnya celananya basah juga yah Pak?” tanyaku melirik ke celana mereka, tampak tonjolan yang cukup besar di selangkangan mereka. Ternyata mereka sudah ereksi, gawat.
“Iya nih non Risa, basah”
“Ya sudah, buka aja…” kataku, entah kenapa aku menyetujuinya.
Mereka lalu mulai membuka celana, bahkan beserta celana dalamnya. Sekarang mereka telanjang di kamarku! Tampak batang kemaluan mereka tegak dengan mantapnya, seakan menantang vaginaku untuk dimasuki. Ukuran batang penis si Toyib ternyata hampir sama besar dengan Pak Karmin, meski tidak sepanjang punyanya Pak Karmin, tapi sedikit lebih tebal, rambut kemaluannya juga tampak lebih lebat. Mereka lalu mengocok penis mereka masing-masing, sungguh mesum dan kurang ajar.
“Pak, ngapain sih?” kataku dengan nada keras.
“Coli non… gak apa kan kita coli di depan non bentar, hehehe” kata Toyib.
Sungguh kurang ajar permintaan mereka, tapi sensasi yang sedang kurasakan ini sungguh luar biasa, entah kenapa aku jadi menikmati dipandangi dan dijadikan bahan onani oleh mereka, yang seorang kacung dan tukang ledeng ini.
“Iya deh Pak, tapi cepetan…” kataku setuju. Maafin mama yah Pa, istrimu cuma dijadikan bahan coli aja kok, mereka cuma coli doang kok di kamar kita ini, hihihi… batinku sambil menatap potret suamiku yang ada di atas meja.
“Non, boleh gak kita liat susunya lagi, hehehe” Pinta Toyib. Apa? Dia pikir aku ini apaan? Tapi dasarnya aku sedang horni, penasaran juga rasanya sama-sama telanjang dengan pria lain yang bukan suamiku di kamarku ini.
“Ngmmm… tapi biaya perbaikan ledeng tadi gratis yah Pak?” tawarku yang sebenarnya hanya bercanda, tapi lumayan juga kalau dia setuju.
“Oke deh non, gak masalah, hehe”
“Kalau Pak Karmin, gajinya Risa potong setengah yah…” kataku sambil menatap Pak Karmin.
“Yah, masa dipotong sampai setengah sih non? Banyak amat” tolaknya. Dasar, gak mau rugi amat.
“Ya udah, ntar Pak Karmin bersihkan tuh gudang belakang” suruhku, barulah dia setuju.
Dengan dada berdebar aku lalu membuka baju kaosku, akhirnya aku juga telanjang dada di hadapan mereka. Suatu perasaan menggelitik seperti kesetrum, sungguh sensasional. Buah dadaku yang bulat membusung kini terekspos bebas dihadapan pria-pria lusuh ini. Biasanya hanya suamiku yang melihatnya, tapi kini ada dua pria lain.
“Duh, mantap banget, gak tahan pengen pegang, hehehe” kata Pak Karmin dengan menggerak-gerakkan tangannya sendiri seperti meremas.
“Mau ngapain Pak? Inget jangan macam-macam” kataku tegas.
“Hehe, iya non.. maaf deh”
“Hehe, beruntung banget bapak punya majikan kaya Non Risa ini” kata Toyib.
“Iya, gue gitu loh” kata Pak Karmin yang entah kenapa berlagak sombong begitu.
“Pintu depan udah dikunci kan Pak? Ntar kalau ada orang masuk bisa gawat” tanyaku padanya.
“Udah kok Non, tenang aja…” katanya.
“Ya udah cepetan…” suruhku. Mereka lalu mulai mengocok penis mereka sendiri di depanku. Tampak batang penis mereka makin tegang dan membesar, urat-urat menonjol dari penis mereka membuat aku bergidik melihatnya.
“Tanggung nih Non, telanjang dong, biar lebih cepat keluarnya” pinta Toyib ngelunjak.
Aku berpikir keras, apa aku harus telanjang bulat lagi di hadapan mereka? Tapi ya sudah, mereka juga sudah melihat tubuh telanjangku tadi, lagian mungkin dengan itu mereka bakal cepat keluar. Aku lalu menarik celana pendek selututku itu, kemudian dengan gerakan perlahan membuka celana dalamku sehingga aku kembali bugil di hadapan mereka. Mas, sekarang istrimu bugil lagi lho di hadapan mereka, pura-pura gak tahu aja yah mas, hihihi… batinku lagi saat kembali melihat potret suamiku.
“Gila, mantap banget, masih pink, seger banget tuh memek, pengen gue sodok rasanya” Ujar Toyib vulgar. Vaginaku memang rajin kurawat, tentu saja tujuannya memang untuk suamiku. Warnanya juga masih pink dan tentu saja masih sempit. Kulihat mereka makin cepat mengocok penisnya, aku juga sebenarnya juga makin horni. Rasanya aku ingin menggesek-gesekkan jariku pada klirotisku saat ini juga. Tapi mana mungkin aku melakukannnya di depan mereka, gengsi dong. Vaginaku terasa sangat becek, bahkan ada cairan yang mengalir jatuh melewati pahaku, dan sepertinya hal itu kelihatan oleh mereka. Duh, jantungku berdebar kencang, begitu memalukan.
“Udah becek yah Non? hehe” tanya Pak Karmin melihat keadaanku yang tampak tidak tenang, aku hanya tersenyum kecut.
“Non, kita boleh coba satu celup gak?” katanya lagi.
“Gak!” kataku menolak. Gila aja aku disetubuhi mereka, tapi di hati memang penasaran juga sih, lagian aku sudah sangat horni sekarang, hihihi.
“Yah, boleh yah Non… bentar aja kok… Mas Agung kan lagi gak ada, gak bakal tahu kok suami Non.. hehehe…”
“Iya, gak baik lho nahan-nahan… sini kita bantu” ujar Toyib ikut-ikutan.
“Tapi kan Pak…” aku masih ragu, masa aku harus mengkhianati suamiku seperti ini. Apalagi melakukannya dengan mereka, tapi aku sangat horniii… gimana dooong.
“Janji kok Non cuma sekali ini aja, cuma mau bantuin Non Risa aja kok… kita juga udah gak tahan nih, apalagi saya, sejak mas Agung menikah dengan Non Risa saya udah mupeng berat tiap liat Non, hehehe…” kata Pak Karmin terus mencoba membujukku untuk disetubuhi. Akhirnya aku luluh juga. Soalnya aku memang sedang horni berat sih, butuh sesuatu untuk memuaskan nafsuku saat ini, rasanya tidak cukup hanya dengan tanganku sendiri. Lagian gak masalah rasanya kalo cuma sekali, cintaku tetap untuk suamiku.
“Janji yah Pak cuma sekali?”
“Iya kok cuma sekali untuk hari ini, besok sekali lagi, hehehe” kata Pak Karmin seenaknya. Tapi aku malah tersenyum mendengarnya.
Aku lalu menatap foto suamiku.Mas, aku minta izin dientotin mereka yah… Cuma bentar kok.. habisnya gak tahan sih, cintaku tetap untuk mas kok.. batinku.
“Ya udah Pak…” setujuku, tampak mereka begitu kegirangan dengan wajah mesum.
Aku yang sudah sangat horni lalu menarik tangan mereka berdua ke ranjang, aku sudah betul-betul tidak tahan untuk dipuasi. Pak Karmin langsung menindih tubuhku, kulit kasarnya yang hitam bergesekan dengan kulit putih mulusku. Dia lalu dengan ganasnya mencium bibir tipisku sambil meremas buah dadaku, aku yang memang sudah bernafsu mencoba mengimbangi dan membalas ciumannya. Sedangkan Toyib saat ini sedang menjilati bagian tubuhku yang lain seperti tangan, perut dan pahaku sambil tangannya juga meremas buah dadaku yang satunya. Baru kali ini aku merasakan hal seperti ini, dikeroyok oleh dua orang laki-laki, terlebih orang itu kacung dan tukang ledeng, betul-betul gila. Sekarang gantian Toyib yang menciumi bibirku, sedangkan Pak Karmin mengulum buah dadaku, menjilati dan menggigit-gigit puting payudaraku yang sudah tegak mancung. Tangan Pak Karmin juga dengan nakalnya mengulek-ulek vaginaku, membuat aku jadi mendesah kenikmatan. Sambil tetap berciuman denganku, si Toyib juga ikut-ikutan memainkan jarinya di vaginaku. Jadilah lubang vaginaku kini dipenuhi oleh jari-jari mereka berdua, aku merasa seperti kesetrum karena rangsangan mereka yang tidak ada habis-habisnya itu. Bahkan aku sampai klimaks dibuatnya.
“Udahan pak.. cepat masukin…” suruhku karena sudah tidak tahan, vaginaku betul-betul gatal pengen disodok. Pak Karmin lalu memposisikan tubuhnya di hadapanku, lalu mulai memasukkan penisnya ke dalam vaginaku yang sudah amat becek.
“Ngghh.. iya Pak… terus, entotin Risa” racauku mendesah kenikmatan. Pompaan penis Pak Karmin semakin cepat, goyangannya sangat kasar membuat tubuhku terhentak-hentak. Aku tidak dapat membayangkan bila suamiku menemukan istrinya sedang disetubuhi oleh kacungnya seperti ini, bahkan ada satu orang lagi yang antri menunggu giliran. Sungguh binal, usia pernikahan kami baru tiga bulan, dan juga baru ditinggal seminggu oleh suamiku tapi aku sudah berbuat begini, rencanya suamiku akan berlayar selama dua bulan. Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi hari-hari setelah ini.
“Pak, gantian dong.. saya juga pengen coba nih…” pinta Toyib penasaran.
“Ah, ganggu aja lu, ya udah nih.. entotin deh istri majikan gue ini puas-puas, mumpung gak ada suaminya, hehehe” kata Pak Karmin. Toyib lalu menggantikan posisi Pak Karmin, dia sama kasarnya dengan Pak Karmin, menggenjot tubuhku seenaknya, tapi gak apa sih, ternyata nikmat juga rasanya dikasari gini, hihihi.
“Sepongin dong Non…” pinta Pak Karmin mengarahkan penisnya ke mulutku.
Tanpa sungkan lagi, ku persilahkan penisnya menjejali mulutku. Betul-betul gila, aku dikeroyok diatas ranjangku sendiri. Mereka bergantian menjejali penis mereka ke vaginaku, saat yang satu menggenjot vaginaku, yang satunya menggenjot mulutku. Ternyata nikmat banget rasanya threesome, baru pertama kali ku rasakan kenikmatan seperti ini. Rasanya jauh dibandingkan dengan permainan dengan suamiku yang biasa-biasa saja. Kami melakukannya dalam berbagai macam posisi, bahkan dalam posisi yang baru aku tahu yang belum pernah kupraktekan bersama suamiku.
“Non, mau keluar nih… keluarin di dalam aja yah…” pinta Toyib.
Aku mengangguk, soalnya penasaran bagaimana rasanya sperma laki-laki lain memenuhi rahimku ini. Sambil memeluk tubuhku erat-erat, dia meraung kenikmatan. “Croot… crooot” spermanya menyemprot dengan banyaknya di vaginaku. Di saat yang bersamaan aku juga mencapai klimaksku, kubalas pelukannya sambil menekankan pinggulku yang membuat penisnya makin dalam masuk ke liang vaginaku.
“Ah, sial lu Yib, jadi becek gini, padahal gue juga pengen nyemprot di dalam” kata Pak Karmin setelah Toyib selesai mengosongkan isi buah zakarnya ke dalam vaginaku. Tapi Pak Karmin tetap memasukkan penisnya ke vaginaku, sehingga sperma Toyib jadi meluber keluar. Setelah beberapa goyangan, Pak Karmin juga menumpahkan spermanya di vaginaku. Aku tidak dapat membayangkan kalau nanti aku akan hamil anak mereka, mudah-mudahan nggak deh. Tapi kalau emang hamil gak apa juga sih, asal ntar anaknya mirip aku, hihihi.. Yang penting suamiku gak boleh tau kalau vagina istrinya pernah dipejuin laki-laki lain selama dia pergi. Mereka berdua rebah di ranjang, di sisi kiri dan kananku. Betul-betul luar biasa rasanya, aku betul-betul puas. Untung saja mereka tidak minta nambah, soalnya aku sudah lemas.
“Sekali ini aja yah pak, jangan macam-macam lagi yah… kasihan suamiku ntar istrinya dientotin sama kalian gini…” ujarku pada mereka.
“Asal gak tahu gak apa lah non, hehehe..” balas mereka. Aku hanya tersenyum saja sambil geleng-geleng kepala. Tidak lama kemudian, Toyib pulang, begitupun Pak Karmin kembali melanjutkan tugasnya beres-beres rumah.
***
Aku pikir, hanya sekali itu saja aku disetubuhi mereka. Tapi ternyata aku salah, beberapa hari kemudian aku dientotin Pak Karmin lagi. Gak tahan katanya melihat bajuku yang asal-asalan ini, apalagi sering juga aku kedapatan tidak memakai dalaman. Dengan nolak-nolak tapi mau akhirnya aku digenjot juga hari itu, dimana lagi kalau bukan di atas ranjangku ini. Yang mana kini bukan aku dan suamiku yang sedang bersetubuh, namun aku dan kacungku.
“Non, kalau mas Agung tau istrinya saya entotin gini gimana yah non? Hehehe” tanya Pak Karmin.
“Ssssttt.. ntar kedengaran lho..” kataku melirik ke foto suamiku. Pak Karmin juga ikut melirik ke arah foto suamiku itu dan tersenyum.
“Mas Agung, istrinya aku entotin yah… hehehe” katanya seperti berbicara pada suamiku, kemudian mengangkat pinggulku tinggi-tinggi lalu menggenjot vaginaku dengan kasar.
“Ngmmhh.. Pak, pelan.. pelan.. sshhh… Ntar dihajar suami Risa lho…” rengekku.
Tiba-tiba Pak Karmin mencabut batang penisnya, lalu mengambil foto suamiku yang ada di atas meja dan menyuruhku memegangnya. Dia lalu kembali menggenjotku. Gila, aku tidak tahu apa yang kurasakan sekarang, hatiku campur aduk dibuatnya. Bayangkan saja, aku sedang disetubuhi pria lain di atas ranjangku sambil memegang foto suamiku!
“Hehe, beruntung banget yah mas Agung punya istri kayak Non Risa… Udah cantik, putih, trus sempit banget memeknya. Sayang dia jarang pulang, hehehe” kata Pak Karmin.
“Kan demi nafkahin istrinya Pak, hihihi.. ia gak mas?” jawabku sambil menatap foto suamiku yang kini ada di genggamanku.
“Mas Agung, istrinya saya bikin hamil yah? Mas nya cari nafkah yang banyak aja sana, biar istrinya saya yang hamilin, hehehe”
“Tuh, dengar mas… istrimu mau di hamili lho… makanya cepat pulang… tapi kalau emang mau lihat istrimu ini dihamili orang lain ya terserah. Tapi aku tetap cinta mas kok...” kataku lalu mencium foto suamiku ini.
“Cuma ntar anaknya aja yang bukan anaknya mas, hihihi” sambungku lagi.
Aku tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan dan ku lakukan barusan, tapi sensasi ini sungguh luar biasa, vaginaku makin geli dibuatnya. “Iya tuh, anaknya ntar anak saya lho… hehe, nih udah mau keluar benihnya… saya pejuin lagi yah mas rahim istrinya…” kata Pak Karmin dengan nafas memburu.
“Crooot… crooot” sperma Pak Karmin menembak lagi dengan banyaknya ke liang vaginaku, bertepatan dengan aku yang juga meraih orgasme. Orgasme yang ku dapat bukan dari suamiku, melainkan dari kacungku. Saat orgasme, aku juga terus memandang foto suamiku. Sensasi bercinta dengan pria lain di depan foto suamiku sungguh luar biasa, apalagi kalau suamiku betul-betul melihat istrinya ini dientotin di depan matanya, gak tau deh apa yang bakal terjadi, hihihi.
Pak Karmin ambruk di sampingku. Kami sama-sama kehabisan nafas setelah permainan panas kami barusan. Antara aku, Pak Karmin dan foto suamiku.
Setelah beberapa saat istirahat, penis Pak Karmin kembali tegang lagi.
“Non, ini lubang satunya kayanya masih perawan yah? Boleh dong saya perawani? hehehe”
“Jangan Pak.. sakit kalau di sana” kataku menolak.
“Lah, kan Non belum pernah rasakan, kok bisa tahu sakit sih?”
“Yang Risa tahu sih gitu Pak, entotin memek Risa aja deh… jangan aneh-aneh” suruhku yang juga belum puas, vaginaku meminta untuk kembali digenjot.
“Coba dikit aja dulu non, coba selipin dikit.. ntar kalau sakit baru deh gak jadi… mau yah non?” bujuknya lagi. Ya… kupikir tidak ada salahnya mencoba.
“Ya udah Pak.. pelan-pelan tapi” jawabku menyetujui. Gila, aku bakal dianal oleh kacungku sendiri. Suamiku saja tidak pernah melakukannya padaku, tapi sekarang aku malah menyerahkan keperawanan anusku pada kacungku.
“Mas, kali ini istrimu bakal di entotin pantatnya sama Pak Karmin, gak apa yah mas? Lagian kan Mas gak suka main tusuk belakang, hihihi” kataku pada foto suamiku ini.
Dengan dibantu sedikit ludahnya dia mulai menempelkan ujung kepala penisnya di permukaan anusku. Dia masukkan sedikit demi sedikit.
“Pelan-pelan pak.. sakit”
“Iya Non.. ini juga pelan-pelan”
Setelah sebagian kepala penisnya masuk, dengan gerakan tiba-tiba dia hujam batang penisnya seluruhnya ke pantatku, aku menjerit kesakitan karenanya. Kasar banget nih kacung.
“Paaaakkk, sssshh… sakit, udah dibilangin pelan-pelan” rengekku. Tapi dia tidak menghiraukanku dan terus menggoyangkan pinggulnya menghujam anusku dengan kasar. Foto suamiku sampai terjatuh dari ranjang dibuatnya, membuat kaca pada bingkainya menjadi pecah. Tapi aku tidak bisa berbuat banyak dan terus saja digenjot oleh kacungku ini. Sungguh sakit sekali rasa di anusku, tapi ku coba untuk tetap menikmatinya. Entah karena sangat sempit, dia jadi keluar lebih cepat sekarang. Pejunya tumpah dengan banyaknya dalam anusku hingga meluber ke pahaku.
Sungguh, gilaaaaa…..
Setelah itu, aku selalu berjalan tertatih dan mengangkang selama beberapa hari, mau duduk juga susah. Pak Karmin malah tertawa kecil melihat tingkahku ini. Untung saja beberapa hari ini aku tidak keluar rumah, bisa ditanyakan orang sekomplek ntar kenapa aku jalan ngangkang, masa mau jawab habis dianalin Pak Karmin, gak mungkin kan…Beberapa hari sekali, Pak Karmin selalu minta jatah padaku, kadang si Toyib juga kembali ikut-ikutan menyetubuhiku. Hingga akhirnya aku hamil, tapi aku tidak tahu ini anak siapa. Mungkin anak dari suamiku, tapi lebih besar kemungkinannya kalau ini anak dari kacung atau tukang ledeng itu. Akupun mengabari suamiku kalau aku sedang hamil, tentu saja dia sangat bahagia disana mendengarnya, padahal belum tentu ini anaknya, hihihi. Tapi yang penting, suamiku tidak boleh tau kalau ketika dia tidak di sisiku, aku bermain dibelakangnya dengan orang-orang ini. Makanya, jangan kasih tahu dia yah…. Sssstttttttt!!!
TAMAT
By: Bramloser
Sabtu, 31 Mei 2014
Karya Pengarang Lain
0 Response to Ketika Kau tak Di Sisiku, Aku......
Posting Komentar