31-Oktober-2015
Aku berada di sebuah ruangan kecil yang begitu tertutup. Sejuknya angin pagi tak pernah lagi menghiburku sejak aku berada disini. Meski tempat ini terlihat bersih dan rapi, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa disini selain menulis apa saja yang aku pikirkan. Seperti saat ini tepatnya. Aku sedang ingin menulis apa yang baru saja kualami.
Umurku saat ini 23 tahun, tepatnya dua hari yang lalu adalah hari dimana aku bisa tersenyum puas setelah mengalami hal gila yang tak pernah terpikirkan olehku, atau bahkan oleh kalian. Aku tak mengerti apa maksud dari semua kejadian disana. Namun terdapat banyak hal yang kudapat saat mengalaminya sendiri. Seakan-akan itu aku, atau hanya mimpi, bayangan, dan entahlah.
Cerita yang akan aku tulis ini boleh kalian anggap bualan belaka. Jujur, aku tak ingin memaksa kalian untuk mempercayainya, tapi ini sungguh terjadi meski aku tak bisa membuktikannya. Mungkin tulisan ini yang akan menjadi saksi bisu tentang kejadian itu. Aku mengingat semua yang terjadi, dan akan selalu membekas di tiap sudut-sudut kepalaku.
Rasanya seperti mimpi, namun terlihat nyata.
Dan aku bersyukur, semua kejadian yang kualami disana tidak sampai merenggut nyawaku.
*****
Namaku Kise. Saat aku masih berumur 15 tahun, ada sebuah hal yang mungkin tak akan bisa terlupakan olehku. Dimana hal tersebut adalah sebuah awal dari rentetan kejadian yang membawaku masuk ke dimensi lain. Aku tinggal di suatu kampung yang jarang terjamah oleh orang perkotaan. Tempat terpencil di daerah Sulawesi Utara. Konon katanya, di masa lalu kampung ini adalah tempat yang begitu indah dengan orang-orang pribumi yang ramah, tapi semua itu berubah saat Jepang menjajah negara ini. Jadi, di kampung ini banyak terdapat orang keturunan Jepang yang tentunya tak bisa berbahasa Nippon. Termasuk aku dan bahkan Ayahku yang juga merupakan keturunan Nenek moyang negeri Sakura. Rambutku berwarna kuning mengkilat, itulah mengapa aku diberi nama Kise. Ki artinya Kuning. Meski tak bisa berbahasa Nippon, Ayahku sedikit mendalami tentang Jepang.
Awal dari rentetan kejadian yang menakutkan sekaligus menghilangkan semua ketakutan yang pernah kubayangkan bermula dari sini. Ya, kampungku sendiri. Saat senja hendak pergi dengan rasa malunya dan membiarkan malam datang dengan kegelapannya, aku begitu khawatir karena aku berjalan sendirian melewati jalan yang sepi. Aku telat pulang kerumah karena aku memilih mengerjakan tugas sekolah di kelas. Aku sedang kesal dengan kedua Ayahku. Cuaca yang semakin gelap tentunya tak membuat Bulan lebih bersinar membantu Bumi seperti malam-malam sebelumnya. Aku tahu langit sedang mendung, dan aku tahu ini adalah pertanda untukku.
Aku berlari sekencang-kencangnya dibawah hujan yang lebat. Jalan tanah membuatku sedikit berat untuk mencapai rumah lebih cepat. Saat petir bergemuruh, aku terperosok. Pergelangan kakiku merasakan sakit yang luar biasa.
Aku keseleo? Tidak, Kakiku patah!
Aku menangis dan teriak sekencang-kencangnya berharap ada seseorang yang mau datang membantu anak kecil yang ketakutan ini. Aku berdoa dalam nama Tuhan, berjanji tidak akan kesal lagi dengan Ayahku. Aku menganggap hal ini adalah kutukan seorang anak yang durhaka kepada Ayahnya. Ya, aku masih polos, jadi tak apa, kan, jika aku menyimpulkan kejadian ini dikarenakan rasa kesalku.
Berharap seseorang datang membantuku. Aku menangis namun tidak menyerah, tapi aku tetap teriak. Aku masih berharap ada seseorang berhati Malaikat yang datang membantuku. Aku menyeret tubuhku saat aku melihat sebuah gubuk tua yang tampak menyeramkan. Bukan masalah, lagipula aku juga sudah merasa kedinginan. Ketika aku sudah hampir sampai, rasa dingin itu semakin menyelimutiku, ditambah oleh rasa lemas setelah berlari dan menyeret tubuh ini sebelumnya. Aku tak berhasil mencapainya. Aku sudah tak kuat lagi, pandanganku tak sanggup melihat yang berada di depan. Tak ada kabut, hanya air hujan yang begitu deras di tengah kegelapan yang baru datang beberapa menit lalu. Sambutan malam yang paling menyeramkan selama ini. Aku pingsan.
Saat aku telah sadar. Mataku langsung menangkap pandangan yang lagi-lagi begitu menyeramkan dan membuat rasa terkejut, yang membawa keluar semua aura ketakutan yang kupunya. Rasa takutku seketika meluap. Seseorang dengan wajah yang tak terlihat, Matanya memancarkan sinar merah. Perawakannya tinggi, dan memakai jubah panjang berwarna hitam. Wajahnya tertutup rambut panjangnya yang menjuntai sampai punggung. Ia seorang wanita yang paling menakutkan, yang pernah kulihat. Dia tersenyum.
“Kau sudah sadar, Nak?” suaranya lembut.
Hening
Dia berbicara lagi. Aku tak memperhatikan ucapannya, suaranya menghipnotis. Aku terbuai dengan keindahan suaranya sekaligus masih merasa takut oleh penampilannya. Masih tak terlihat, dan kini semakin mendekatiku.
Maafin Kise, Tuhan. Kise takut….
Dia semakin mendekat. Duduk disampingku yang sedang tergeletak diatas rotan. Yang mengejutkanku sekaligus membuatku semakin ketakutan adalah apa yang ia lakukan saat itu. Dia memelukku, dan itu membuatku terkencing-kencing. Lalu dia berbicara lagi.
“Bajumu basah, mari kubantu membukanya.”
Entahlah, aku kembali terhipnotis saat mendengar suaranya. Lalu ia membuka kancing seragam sekolahku, dan melepaskannya. Kini aku bertelanjang dada. Ia memelukku lagi. Agar aku aku selalu hangat katanya, dan aku masih diam terhipnotis setiap aku mendengar suaranya. Kini ia mulai membuka resleting celana sekolahku, dan lagi-lagi dengan cepat ia melepaskannya hingga aku kini sudah bugil dihadapannya. Ia melepaskan pelukannya, dan wajahnya berpaling saat ia melihat Kontolku yang menciut kedinginan.
“Lucu…,” katanya seraya tangannya menggenggam Kontol kecilku itu.
Namun ada yang berubah setelah ia mulai mengelus-ngelus Batang serta biji kontolku. Barangku membesar, seperti keadaan di tiap pagi hari sehabis bangun tidur. Walau tampak menyeramkan, tetapi perlakuannya kepada perjaka sepertiku sangat lembut. Apalagi saat ia mulai memasukkan Kontolku kedalam mulutnya yang tetap tak bisa terlihat olehku.
Tidaaaak! Rasanya sungguh luar biasa!
Di dalam cuaca yang dingin saat itu. Walau keadaanku sudah telanjang bulat, akan tetapi nikmat dari permainan mulutnya sudah membuat tubuhku terasa hangat, semakin hangat lagi tepat saat ia menjilati lubang pantatku. Terasa basah namun kenikmatannya tiada tara. Ia masih belum melepas jubah hitamnya. Kini ia mengangkat pantatku keatas, lalu menggenggam biji pelirku seraya ia terus menjilati lubang pantatku. Walau aku masih tetap tak bisa melihatnya, namun rasa kenikmatan tersebut cukup untuk membuatku berimajinasi dengan pasti.
Dan saking nikmatnya kejutan malam ini sungguh sudah bisa melupakan apa yang kutakutkan sebelumnya. Ditambah dengan hawa cuaca yang memang mendukung. Waktu mulai berjalan lambat sepertinya. Seketika hawa nafsu meningkat, tepat disaat birahiku terus mencapai puncak. Aku merasakan kontolku sudah sampai diujungnya, dan aku siap memuntahkan lahar sperma yang sepertinya siap ia terima dengan senang hati.
“Aaaaaaaahhh… Aku mau keluar.”
Tapi….
“Aaaaauuuuwwwww!”
Dia mencengkram batang kontolku dengan kencang, dan itu terasa sakit. Sakit banget. Aku hampir menangis saat merasakan sakitnya. Pejuku tak jadi keluar, dan aku meringis menahan rasa perih di Kontolku.
Yang ia lakukan saat aku sedang menahan sakit adalah hal yang membuatku terkejut, dan membuat rasa takut itu kembali menguasai diriku. Ia tertawa dengan lantang dan suaranya berubah menyeramkan. Ia menatapku dan aku tahu diriku. Ia tertawa dengan lantang dan suaranya berubah menyeramkan. Ia menatapku dan aku tahu dia tersenyum meski aku tetap tak bisa melihat wajahnya. Aku menangis, tapi itu justru adalah awal dari kesalahanku.
Plaaaaaakkk!
Ia menampar pipiku dengan kencang saat aku teriak, lalu ia mencekik leherku, dan membanting tubuhku untuk kembali terlentang, tepat disaat aku hendak berdiri dan mencoba untuk melawannya. Aku semakin panik, dan tak tahu harus berbuat apa kagi serta pula aku tak tahu apa yang ia lakukan selanjutnya. Aku merasa siap mati saat itu juga.
“Kau hanya cukup diam, dan turuti perintahku, bocah kecil!” begitulah ancaman yang ia ucapkan padaku. Dan itu cukup membuatku menuruti semua keinginannya. Hawa ketakutanku semakin menjadi-jadi. Aku memejamkan mataku. Aku tak mau melihat apa yang ia lakukan nanti kepadaku, karena sepertinya, tubuhku akan dimutilasi olehnya.
Yang membuatku merasa aneh adalah keadaan Kontolku yang tidak menciut sama sekali. Padahal aku sudah sangat ketakutan. Apa ini adalah keahliannya. Ilmu yang ia pelajari bertahun-tahun untuk bisa menjebak mangsanya? Mungkin saja. Dan malam itu kupastikan. Aku adalah salah satu mangsanya.
Dia masih tertawa seraya tubuhnya menindih tubuhku. Dia kembali menggenggam kontolku, dan menuntunnya masuk ke dalam jubah hitamnya. Selain ingin membunuhku, sepertinya ia juga hendak merebut keperjakaanku.
“Aaaaaaaaaahhhhh…,” ia mendesah saat kontolku sudah masuk ke dalam memeknya. Aku bisa merasakan itu, karena kupastikan, meski aku sudah tak lagi menikmatinya, tapi kehangatan dalam liang senggamanya bisa kurasakan, meski aku masih terpejam dan tak mau melihatnya.
“Heghhh… Aaaaaaaakkk…,” aku terkejut saat ia menjabak rambutku. Lagi-lagi rasa sakit yang kurasakan.
Kembali dan kembali rasa sakit yang kurasakan semakin berlipat ganda. Wanita menyeramkan itu bergoyang dengan cepat dan tentu saja aku yang tak siap, sangat merasakan perih yang luar biasa diseluruh batang kontolku. Apalagi ia semakin menggila dengan terus menjambak rambutku, dan mulai menampar dadaku dengan keras. Aku rasa bunyi desahannya kalah dengan suara tamparannya di dadaku.
Jika ini adalah akhir dari keperjakaanku, tentunya aku tidak mau. Dan jika ini adalah kenikmatan seks yang dibicarakan orang banyak, tentunya aku juga tidak mau. Aku benar-benar tak bisa merasakan apa itu kenikmatan bercinta. Padahal sebelumnya ia juga mengajarkan tentang kenikmatan di-oral. Tapi mengapa semuanya berubah dalam sekejap. Dan aku merasa lebih baik mati daripada harus menyerahkan keperjakaanku untuk orang yang tak ku kenal, bahkan wajahny saja tak bisa kulihat. Hanya suara yang bisa menghipnotis diawal kelembutannya padaku yang bisa kuingat. Selebihnya aku sungguh membenci wanita ini, dan aku membenci apa itu “Seks”
Minggu, 15 November 2015
Cerita Dewasa Artis
0 Response to Cerita Dewasa Artis Amy Qonita 1
Posting Komentar