Cerita Dewasa Artis Jadul 2 | kisahbb2

Cerita Dewasa Artis Jadul 2

Saat aku melihat-lihat bagian dalam rumah, memang terlihat cukup nyaman. Dilengkapai dengan satu buah kamar tidur, ruang tamu, dan ruang santai. Diruang santai terdapat sebuah gitar akustik, serta seperangkat stereo player, yang mencangkup tape deck dan turntable player, namun tanpa CD player, apalagi mp3 player. Pada raknya terdapat beberapa piringan hitam dan tape cassete.

Walau tanpa AC, ruangan ini cukup sejuk dan nyaman, tak kurasakan panas atau gerah.
Pada kamar mandinya dilengkapi bathtube berbahan tembaga. Disebelah sudutnya terdapat pintu berbahan almunium sebagai penyekat ruangan kecil dengan WC jongkok yang cukup bersih.

Saat kubuka lemari pakaian didalam kamar, ternyata disitu telah terisi berbagai macam pakaian pria. Ah, ternyata ukurannya sesuai dengan tubuhku. Hmm..apakah semua ini memang telah disiapkan, tapi bagaimana mekanismenya? Ah, aku tetap berharap semua ini hanyalah mimpi, jadi untuk apa pula aku harus pusing-pusing memikirkannya.

Puas melihat-lihat didalam isi rumah, kini aku duduk dibangku panjang berbahan kayu diserambi rumah. Hmmm.. memang cukup nyaman suasana disini, benar-benar asri.
Wah, siapa lagi itu wanita yang mengenakan caping bambu seperti petani. Dengan celana jeans ketat serta sepatu boot tinggi menghiasi kakinya. Sedang tangannya yang dibungkus oleh sarung tangan karet memegang semacam gunting pemotong rumput. Perhatiannya terpusat pada tanaman mawar dihadapannya. Sesekali alat ditangannya itu menggunting dahan-dahan yang terlalu menjorok kearah jalan.

"Selamat pagi dik...!" sapanya dengan ramah kepadaku. Sepertinya wanita itu sadar kalau aku tengah meperhatikannya.

"Pagi mbak, sedang sibuk kelihatannya?" balasku sekedar beramah tamah. Ah, betapa cantiknya wanita ini, terutama matanya itu. Bola matanya tampak bercahaya, dengan bulu mata yang hitam lebat. Kulit wajah begitu halus, serta dagu yang runcing. Dan yang mencirikannya adalah tahi lalat dipipi kanannya itu. Oh iya..aku baru ingat sekarang, dia pasti Suzanna, artis yang terkenal dengan peran-peran difilm horror era 80an. Beberapa filmnya pernah aku tonton, bahkan beberapa diantaranya masuk dalam koleksi film yang aku simpan didalam eksternal harddisc.

"Ah, enggak juga koq. Cuma sekedar memotong dahan-dahan yang menjorok kejalan. Lagian kan ganggu orang jalan. Durinya itu lho...tajem-tajem..." Ah, suaranya itu. Lembut dan menggoda, persis seperti didalam film-filmnya.

"Apa mbak juga seorang ahli pertamanan?" tanyaku, tentunya sekedar berbasa-basi.

"Ah, bisa aja adik ini...Enggak koq, saya hanya seorang pecinta bunga..bagi saya bunga itu memiliki keindahan yang alami, cantik dan juga harum..." paparnya, Ah..ucapannya itu, walaupun terdengar klise, tapi aku menyukainya.

"Tapi juga memiliki duri yang dapat melukai kan?" pancingku.

"Ya, untuk melindungi dirinya dari tangan-tangan jahil yang merusaknya..."

"Mbak juga cantik, seperti bunga...mmm..tapi saya harap tidak memiliki sesuatu yang tajam yang dapat melukai orang lain..." ocehku dengan semakin berani.

"Ha...ha..ha...adik ini bisa saja... Adik tidak perlu kawatir. Benda ditangan saya ini tidak untuk saya fungsikan sebagai senjata yang menyakiti orang lain..." paparnya, sambil menatap gunting ditangannya.

"Mmm...barang kali dengan sesuatu yang jauh lebih tajam dari sekedar gunting atau pisau. Sesuatu yang langsung menikam kedalam kalbu, yang membuat korbannya merana dan tersiksa.." Astaga, kenapa aku jadi lebay begini.

"Ah, adik ini...paling pintar bermain kata-kata... Baiklah, kita sudahi saja pembahasan tentang bunga tadi. Mmm...boleh saya duduk? "

"Dengan senang hati.."

"Perkenalkan, saya Suzzana.. Semoga adik sudah mengenal siapa saya, sehingga saya tidak perlu lagi menjelaskan panjang lebar.. Dan itu rumah saya.." paparnya, ternyata rumahnya hanya berjarak sekitar 20 meter disebelah rumah ini. Rumah terdekat dari sini dibanding rumah-rumah yang lain.

"Siapa yang tidak mengenal anda. Artis horror legendaris tanah air, pemeran sundel bolong..." paparku, lalu kuperkenalkan diriku padanya.

"Ah, maaf ya dik, kalau saya kurang begitu mengemal seniman-seniman muda sekarang, termasuk adik..." yang diutarakannya itu sebagai hal yang lumrah. Dimasa hidupnya, namaku memang belum terlalu dikenal didunia musik tanah air.

Akhirnya kami terlibat dalam perbincangan hangat yang mengasikan. Tentang pengalamannya sewaktu dirinya masih hidup didunia fana. Hingga tentang kegiatan-kegiatan seni yang dilakukan masyarakat disini. Termasuk tentang film terbarunya yang akan ditanyangkan di Bioskop besok, tentunya Bioskop ditempat ini.


Hingga akhirnya obrolan kami dikejutkan oleh suara seorang wanita yang menyapa kami

"Waduuhh...mbak Susan, berduaan aja nih gak ngajak-ngajak..." Ah, rupanya salah seorang wanita pelayan di Kafe tadi.

"Eh, dik Nike.. Ya udah, sini gabung aja, sekalian kenalan dengan tetangga baru kita.." tawar Suzanna

"Wah, sebetulnya saya baru mau pulang nih... habis dapet giliran jaga Kafe, terus pulangnya langsung jogging.." Wooww...sosok wanita yang dulu pernah menjadi idolaku kini berdiri dihadapanku. Dengan rok mini ala cheerleader membalut bokongnya, sehingga pahanya yang mulus terekspos indah. Sangat pas dengan atasan t-shirt putih tanpa lengan, serta sepatu kets olah raga yang menghias kakinya. Rambutnya yang lurus sebahu dihiasi bondana sehingga tampak trendi. Mengingatkanku pada gaya remaja era 90an.

"Udah deh, duduk dulu disini.." tawar Suzanna setengah memaksa, yang membuat wanita itu tak mampu lagi mengelak, seraya duduk disamping kananku. Ya, kini aku dihimpit oleh dua sosok wanita legendaris yang pernah berjaya dijamannya.
Untuk beberapa saat aku masih terpaku oleh kehadirannya. Sebelum akhirnya kami bertiga larut dalam obrolan yang hangat.

"Yah, karena saya dilahirkan lebih dulu dari kamu, dan kebetulan juga saya berasal dari daerah jawa-barat, kamu boleh panggil saya Teh Nike..." itu yang dikatakannya disaat aku bingung untuk memanggilnya dengan sebutan apa.

"Ngomong-ngomong, apa kamu enggak berminat untuk untuk lihat-lihat disekitar sini, kebetulan sekarang lagi ada shooting. Teguh karya sedang menggarap film barunya. Sedang ditempat lain, Arifin C noor juga sedang menggarap film kolosal. Tapi kalau untuk pentas musik, baru nanti malam. Disini hampir tiap malam kami menggelar pertunjukan musik dialun-alun desa...." tawar Suzanna, tentu saja itu sebuah tawaran yang menarik bagiku.

"Wah, sebuah ajakan yang menarik itu, sayangnya saya belum tau tempatnya, andai saja...."

"Jangan kawatir, kebetulan saya juga mau kesana, kamu bisa sama-sama dengan saya..." potong Suzanna, sebuah tawaran yang memang kuharapkan.

"Oke, kita kesana bertiga..." ujar Nike. Wah, rupanya dia juga akan ikut.

"Tapi, kita ketempat teman saya dulu, dia juga pasti sangat antusias bila menyaksikan hal-hal yang berhubungan dengan seni peran..." pintaku.

"Teman apa? Semua disini kita berteman.." papar Suzanna.

"Mmmm...teman wanita, teman dekat. Kami datang bersamaan ketempat ini..."

"Pacar maksudmu?"

"Yah, begitulah..." jawabku malu-malu.

"Mmmm..saya akan ceritakan sedikit tentang kebiasaan dan peraturan ditempat ini yang harus kamu ketahui. Bahwa disini kita tidak mengenal istilah pacar atau istri.." Ah, itu yang tadi aku dengar dari Bing Slamet, yang katanya lurah ditempat ini.

"Semua kita disini adalah satu kesatuan, kita tidak mengenal kelompok, bahkan kelompok kecil seperti keluarga, dalam hal ini suami istri. Kita semua disini adalah insan-insan yang pada masa hidupnya mengabdikan diri pada seni, dan berkumpul disini untuk menikmati hidup dalam berseni. Hubungan kekasih atau perkawinan justru akan membuat kita terkotak-kotak dalam kelompok kecil. Disamping juga perkawinan kerap membuat kita justru saling curiga,cemburu dan akhirnya saling menyakiti, yang justru akan menghilangkan rasa cinta kita. Oleh karena itu, disini tidak dibenarkan adanya keterikatan perkawinan atau hubungan kekasih. Kita semua saling mencintai dengan kadar yang sama untuk setiap orangnya. Contohnya, kamu harus mencintai aku dan Nike dengan kadar yang sama. Kamu tidak boleh mencintai dik Nike lebih banyak ketimbang aku. Begitu juga sebaliknya, termasuk kepada seluruh masyarakat dikampung ini. Dan tentunya juga termasuk pacarmu didunia fana dulu itu.." aku hanya terdiam mendengar penuturan Suzanna itu.

"Oke, ayo kita berangkat... Oh ya, kita ketempat, mmm...mantan pacarmu dulu kan?" Apa? mantan pacar? Sejak kapan aku putus? Yah, sepertinya aku memang harus mengikuti aturan yang ada disini.

Akhirnya bertiga kami berangkat, setelah Suzanna terlebih dahulu menyimpan caping dan gunting rumput dirumahnya.



********


Bukan kepalang terkejutnya aku, saat apa yang kusaksikan dihalaman rumah pacarku itu, tepatnya diatas taman yang ditumbuhi oleh hamparan rumput gajah mini. Diatas hamparan rumput yang terbuka itulah pacarku kini tengah "dikeroyok" oleh tiga komedian tadi.

Tubuh telanjang pacarku yang berbaring telentang tengah digagahi oleh Jojon, yang duduk berlutut sambil menggoyangkan bokongnya maju mundur dengan kedua tangannya memegangi paha pacarku. Sedang si Dono berdiri sambil batang penisnya dioral oleh pacarku. Ah, ekspresi si pelawak berwajah bemo itu, dilain situasi mungkin akan membuatku tertawa. Namun tidak untuk kondisi sekarang ini. Lidahnya yang bergerak-gerak keluar masuk, serta matanya yang setengah terpejam justru membuatku muak. Sedangkan Ateng, sipelawak bertubuh kerdil itu bagaikan seorang bayi tengah asiknya menyusu pada payudara pacarku.

"Sophi...! Apa-apaan ini...?" Hardikku, dengan setengah berteriak. Dan semakin kesalnya aku saat respon pacarku itu seolah nyantai saja menanggapinya. Tangan kanannya justru dilambai-lambaikannya kearahku. Sejurus kemudian dia mulai melepaskan kuluman penis si Doni itu.

"Kita harus menyesuaikan diri dengan kehidupan disini ril.. Kamu gak usah lebay begitu deh....kamu juga boleh koq main dengan dua wanita disampingmu itu. Main ditempat terbuka seperti ini sungguh sesuatu lho ril...Sensasinya bener-bener mengena..." ucapnya.

"Iya nih, kamu gangguin aja... Sudah, kamu main sendiri sana sama Mbak Susan atau si Nike. Sekaligus dua-duanya juga papa..." komplain Dono kepadaku.

"Tenang sayang... Udah gak sabar mau diisep lagi ya...?" lalu mulut itu berhenti berucap, kembali sibuk mengoral batang penis si Dono.


Baru saja ingin kuhampiri, dengan maksud akan kusingkirkan satu persatu ketiga komedian konyol itu dari tubuh pacarku. Tapi sepasang tangan lembut malah menahan lenganku, seraya dengan sabar dia berusaha menenangkan hatiku yang tengah memanas oleh api cemburu.

"Sshhhh...sshhh...sshhhhh...tenang dik, apa yang dikatakannya itu benar. Kamu juga harus menyesuaikan diri dengan kehidupan disini...." papar Suzanna dengan bibir yang didekatkan ketelingaku, lalu membimbingku duduk dikursi taman, yang berjarak hanya sekitar lima meter dari lokasi "Pertempuran" itu.

"Itulah akibat dari rasa cinta yang hanya terpusat pada satu orang.. Rasa cemburu, sakit hati dan dendam menjadi satu. Itulah yang tengah kamu rasakan sekarang ini... Rasa yang timbul disaat orang yang kita cintai berkhianat... Semoga sekarang kamu mengerti dan bisa memahami akan kebijakan yang diberlakukan ditempat ini. Apa yang sedang kamu rasakan itulah yang sedang kami coba hilangkan dari orang-orang penghuni tempat ini. Rasa yang tentunya hanya akan menimbulkan permusuhan dan kehancuran..."

Aku hanya terdiam mendengarkan penjelasan mbak Susan ini. Entah apakah diamku ini merupakan sebuah pembenaran dari penjelasannya itu, atau karena aku terlalu shok melihat ulah pacarku .

"Sekarang kamu nikmati saja apa yang ada dihadapanmu itu, tak perlu kamu membenci dia, cintailah dia, sebagai mana kamu juga mencintaiku, Nike dan juga semua orang-orang penghuni tempat ini... Nikmati sajian itu, seperti kamu menikmati tayangan film biru. Tayangan yang membuat gairahmu bangkit..." Menikmati bagaimana pacarku digangbang oleh ketiga badut celaka itu? Ah, sial... Tapi baiklah, sedangkan pacarku saja bisa beradabtasi dengan cara hidup disini, mengapa aku yang laki-laki harus sentimentil seperti ini.

Benar, aku akan coba menikmati show ini sebagai mana tayangan film porno yang kadang aku saksikan sebagai foreplay sebelum bercinta dengan pacarku.

Ya, untuk saat ini sebaiknya aku tak lagi menganggap Sophi sebagai pacar lagi. Dan akan lebih baik aku menganggapnya sebagai artis film porno yang tengah beraksi.

Dihamparan alam terbuka dengan disinari cahaya matahari pagi, tubuh mulus Sophi semakin terlihat putih, kontras dengan ketiga komedian yang berkulit sawo matang cenderung coklat. kecuali Ateng yang berdarah Tionghoa, tubuh cebolnya berkulit kuning, dengan ukuran penis yang tak lebih besar dari ibu jari tanganku.

Jojon, pelawak berkumis nyentrik ala Adolf hitler, masih lincah memompakan bokongnya maju mundur. Dari kursi taman tempatku duduk hanya bagian belakang tubuhnya saja yang dapat kulihat. Namun justru aku dapat melihat dengan jelas bagaimana penisnya itu berpenetrasi keluar masuk didalam vagina Sophi dengan irama yang cukup cepat namun tetap konstan. Kondisi fisiknya yang adalah pria berusia 25 tahunan tentu itu bukanlah masalah, staminanya masih prima untuk melakukan itu.

Sedangkan Dono, masih seperti tadi. Ekspresinya bagaikah orang tengah berkomat-kamit dengan lidah keluar masuk, sedang dari mulutnya terus meracau tak karuan.

"Aduuuuhhhhh.....sedeepp...nih..sedeeeppp....e nak banget.....akhirnya kontolku bisa nyobain mulutnya Sophia latjuba....sedeeeppp...sedeeeppp...." ocehnya, sambil matanya setengah terpejam, dan hanya bagian putihnya saja yang trelihat. Tiba-tiba matanya itu terbuka, menatapku sambil tersenyum mengejek.

"Eh, mas....mulut mantan pacarmu enak juga nih...he...he....he... Pasti dulu sering kamu ciumin ya? Sory ya sekarang dimasukin kontol saya...he..he..he.." ejek si Dono itu. Sial, kurang ajar betul simuka bemo ini.

"Eh, mas...liatin nih.." panggilnya lagi, lalu kedua tangannya itu memegang kepala Sophi, dan.. Astaga, pinggulnya bergerak maju mundur dengan cepat, sehingga Sophi tampak kewalahan dan sedikit tersedak karenanya.

"He...he...he....enak mas...mulut Sophia latjuba saya entotin....he...he..he..." ujarnya dengan cengengesan.
Namun aku tetap tenang, aku justru berusaha untuk menikmati aksinya itu. Ya, rasanya aku mulai bisa menikmati pertunjukan ini sebagai sesuatu yang menghibur dan merangsang.
Ghlloggh...ghlllogh...ghlllogh...suara itu yang terdengar dari mulut Sophi yang dikerjai oleh si tonggos yang pecicilan itu.

Tak kalah ngocol dengan si Dono, Ateng yang tengah menikmati buah dada Sophi bertingkah bagaikan anak kecil yang sedang menyusu pada ibunya.

"Mmmm....nyemmm...nyemmmm...nyemmmm...enak ma, enak...nenen mama enak....pentil mama juga enak...gurih...gurih...mmmm...nyemmm...nyemmm..." ocehnya, dengan gaya bicara yang dibuat-buat seperti layaknya anak balita.

"Lihat, bagaimana mantan pacarmu begitu menikmati permaianannya... Kamu juga mulai dapat menikmati pertunjukan ini kan?" bisik Suzanna, sambil tangannya membelai-belai lembut pahaku yang masih terbalut celana blue jeans.

"Iya, betul kata mbak Susan...kamu nyantai aja... Tuh, kamu udah mulai nafsu kan? tititnya aja udah mulai bangun nih..hi..hi..hi..." goda Nike, sambil mengelus-elus tonjolan dibagian selangkanganku.

Gaya bicara wanita ini lebih polos, khas anak muda. Aku rasa karna dia tewas dalam usia yang begitu muda, sehingga belum pernah merasakan fase dewasa dalam hidupnya, baik itu dalam berpikir maupun berbicara. Berbeda sekali dengan Suzanna yang telah cukup lama mengenyam kehidupan didunia fana, manis dan pahitnya kehidupan telah banyak dia rasakan, sehingga cara berbicaranyapun juga lebih bijak.

Aaaahhh....aku hanya mendesah pelan saat jemarinya menyentuh nakal kemaluanku,walaupun masih terbungkus celana jeans, pengaruh sentuhan itu cukup membuatku terhanyut, terutama saat melihat tawanya itu. Tawa yang menggoda, kulihat jelas gigi-gigi bagian tepinya yang runcing-runcing putih menggemaskan. Hangat nafasnya terasa hingga kewajahku.

Kulihat Suzanna yang berada disebelah kananku memberi isyarat kepada Nike dengan matanya. Sepertinya dimaksudkan agar aku jangan terburu-buru "diganggu", lebih diberi kesempatan untuk fokus menyaksikan Sophi yang kini tengah beraksi.


"Hoiii... Gantian dong, sekarang aku yang disitu... Udah lama nih.. Saya juga pengen ngerasain barangnya Sophia latjuba..." protes Dono kepada Jojon.

"Bentar lagi kenapa sih...Kagak sabaran bener jadi orang..." tolak Jojon dengan tak kalah sewotnya.

"Iya, tapi udah berapa menit nih..."

"Ah, apaan sih, sepuluh menit aja belom..."

"E-eh...sudah..sudah, jangan ribut begitu dong..." kali ini Sophi mencoba menenangkan mereka. Seraya mendorong tubuh Jojon hingga jatuh terduduk.

"Mmmmm...begini aja, biar adil dan gak ribut, Mas Dono masukin bagian depan saya, sedang Mas Jojon bagian belakang saya, setuju enggak?" usul Sophi

"Bagian belakang maksudnya lobang bo'ol ye?" tanya Jojon dengan gayanya yang khas agak keblo'on-blo'onan.

"Ya begitu deh, itu juga kalo Mas Jojon mau, kalo gak mau ya silahkan antri dulu, karna Mas Dono yang gilirannya masukin kesini..." papar Sophi, diakhiri dengan menunjuk kearah vaginanya.

"Mau dong, saya mau... Mau juga dong saya ngerasin bo'ol kamu, pasti lebih peret kali ye.." setuju Jojon

"Ya udah kalo gitu, Mas Jojon sekarang tiduran telentang..." pinta Sophi, yang langsung dilaksanakan Jojon.

Tanpa banyak bicara lagi, Sophi menggenggam batang penis Jojon yang berdiri mengacung, seraya berjongkok membelakanginya. Dan jleeppp...batang penis itu kini tertanam didalam anusnya.

"Sekarang Mas Dono yang masukin depannya..." pinta Sophi, kepada Dono

"Horeee...akhirnya kesampean juga ngerasain memeknya Sophia Latjuba...asik...asik...asik...." girang Dono, seraya menancapkan batang penisnya divagina Sophi. Praktis, kini dua lubang mantan pacarku itu telah terisi oleh penis-penis kedua komedian legendaris itu.

"Aku sih bagian nenen aja ya ma...." masih dengan gayanya yang tadi, Ateng tetap masih tak bosan menyusu pada buah dada Sophi.

"Ih, anak mama yang satu ini, paling suka nenenin tetek mama ya...hi...hi...hi..." ujar Sophi dengan gayanya yang genit.

"Iya dong ma...biar Ateng cepet gede, makanya Ateng mimi cucu terus...he...he...he...mmm....nyemmm...nyemmm.." sambil terus mengulum puting susu Sophi, sesekali tangannya meremasi buah dadanya yang padat dan berisi itu.

Ah, apa yang ada didepan mataku ini benar-benar sebuah adegan yang hanya pernah aku lihat di film-film biru. Dimana seorang wanita disetubuhi oleh dua orang sekaligus dalam waktu yang bersamaan dan pada dua lubang yang berbeda. Yaitu si Jojon yang berada dibawah mendapatkan jatah liang anus. Sedangkan Dono yang berada diatasnya mulai menggenjot liang vaginanya.

Dasar perempuan jalang, saat dari awal aku dekat dengannya, akupun memang tak terlalu berharap banyak dari perempuan itu. Sebagai wanita dia terlalu "Celamitan". Bahkan pada dua kali perceraiannya dengan suami sebelumnyapun konon disebabkan oleh dirinya yang gemar selingkuh dengan pria lain. Typical wanita yang easy going, terlalu mudah pindah kelain hati.

Terus terang hanya daya tarik seksualnya itulah yang dulu mampu memikat hatiku. Namun seiring jalannya waktu dalam hubungan kami, aku mulai merasakan adanya keseriusan pada dirinya. Seperti beberapa waktu lalu dia mendesak bertemu orang tuaku untuk meyakinkan ayahku atas keseriusan hubungan kami.
Dan yang paling membuatku tersentuh adalah waktu dia memutuskan untuk berpindah keyakinan. Sehingga aku mulai percaya kalau perempuan ini memang serius. Walau kemudian seiring perjalanan waktu pula, mulai terlihat lagi kebiasaan lamanya yang gemar tebar pesona. Lalu seolah memberi angin pada laki-laki yang dianggapnya menarik untuk dirinya. Untuk kebiasaan buruknya itu beberapa kali kami sempat berselisih paham. Kadang sampai beberapa hari kami putus kontak. Namun rasa rindu pula yang membuat kami tetap bertahan. Entah itu rasa rindu secara birahi atau cinta, akupun tak terlalu tau pasti. Yang jelas setelah diatas ranjang, segala pertentangan prinsip diantara kami berangsur mereda. Walau untuk dikemudian hari sebetulnya itu akan muncul kembali.

Hmm, sepertinya apa yang dikatakan Suzanna itu ada benarnya juga. Suatu hubungan khusus antar dua insan yang diikrarkan dalam bentuk ikatan pernikahan atau pacaran, sangat berpotensi akan timbul konflik. Yang berujung dengan saling menyakiti satu sama lain.

Wanita cantik yang telah bermain film layar lebar semenjak tahun 50an ini, kuyakini memang telah sarat dengan asam garamnya kehidupan yang menyangkut hubungan khusus antara dua insane. Yang aku tahu dia pernah dua kali menikah. Dan didalam rumah tangganyapun sarat dengan konflik yang ruwet. Karena itulah sekarang dia bisa menilai mana yang seharusnya perlu dilakukan, dan mana yang tdak perlu. Kini dia duduk dengan anggunnya disampingku, menyilangkan paha dengan kedua tangan diletakan diatasnya. Berbeda dengan Nike yang duduk dengan kedua pahanya terbuka, sedang kedua tangannya direntangkan diatas sandaran kursi, sesekali terdengar tawanya melihat tingkah konyol ketiga komedian itu.

"Uuuuuggghhhhhh......ayo terus Mas Dono, genjot yang kuat..uuuggghhhh..." racau Sophi. Entah apa maksudnya tatapannya itu lebih sering mengarah padaku. Sepertinya dia memang sengaja ingin menggodaku, bahkan saat meracau seperti itupun pandangannya tak lepas dari wajahku. Atau dia ingin melihat reaksiku saat dirinya memekik nikmat oleh gempuran ketiga pelawak itu.

Seperti yang dipinta Sophi, Dono semakin bersemangat mengayuh bokongnya. Ukuran penisnya yang tak seberapa besar mempermudah gerakannya. Karena aku tahu pasti ukuran liang vagina Sophi yang tergolong lebar. Mantan suaminya yang bule pasti memiliki ukuran penis yang lebih besar dari standar orang Indonesia. Belum lagi pria-pria yang konon pernah menjadi selingkuhannya selama dia tinggal di Amerika. Tentunya ukuran penis besar mereka itulah yang berefek menjadi melebarnya liang vagina Sophi. Sehingga batang penis si Dono itu bergerak bagaikan alu yang tengah menumbuk diatas lumping. Nyaris tanpa jepitan otot vagina, hanya los saja bergerak tanpa hambatan.

Pok...pok..pok...pok... Suara benturan paha yang bertumbukan, dengan kecipakan dua alat kelamin yang tengah berpenetrasi seolah berkolaborasi dengan suara lenguh dan pekik mereka, menghasilkan irama yang paling purba. Irama yang telah ada sejak jaman adam dan hawa. Irama birahi...irama yang tak pernah lekang oleh jaman.

Kini tubuh si Dono itu kulihat menunduk, sepertinya dia ingin mencium Sophi. Mulutnya yang sudah monyong semakin terlihat runcing saat bibirnya itu dimajukan untuk dapat mencapai bibir Sophi. Bibir yang runcing itu tampak bergerak-gerak kedepan mencari sasaran sambil matanya separuh terpejam. Tentu saja tingkahnya itu membuat Nike ardila yang berada disamping kiriku tertawa cekikikan. Ah, sebuah pemandangan yang kontras. Bibir seksi Sophi yang menggemaskan harus berpagutan dengan mulut monyongnya Dono. Namun Sophi justru menyambut kecupan itu dengan hangat. Kedua tangannya merangkul punggung pentolan warkop itu, bahkan kini mulutnya mengulumi lidah Dono yang dijulurkan. Dan beberapa saat kemudian berganti justru Dono yang mengulumi lidah Sophi yang sengaja menjulur.

Sementara Jojon yang berada dibawahnya tak mau ketinggalan. Lidahnya bergerak-gerak lincah menjilati sekujur leher Sophi, atau sesekali mulut yang diatasnya terdapat secumit kumis itu mengecup dan menggigit-gigit dengan gemas yang membuat Sophi memekik manja. Sedangkan Ateng, masih asik menetek. Tingkahnya semakin menggelikan saat menarik dengan mulutnya puting susu Sophi hingga terlihat melar kedepan, lalu kemudian dilepaskannya lagi, dan itu dilakukannya beberapa kali.


"Apa orang-orang disini memang biasa berhubungan badan ditempat terbuka seperti ini?" tanyaku, disela-sela perhatianku pada pertunjukan yang semakin memanas itu.

"Ya, begitulah adanya... Bercinta dialam terbuka seperti ini lebih mengasikan. Disamping kita dapat melihat setiap lekuk tubuh lawan main kita secara detail. Juga kita lebih merasa menyatu dengan alam. Dan yang paling penting, sensasinya itu.. Kita benar-benar merasakan kebebasan yang utuh... Kebebasan berekspresi.." terang Suzanna.

"Pokoknya nanti kamu bakalan nyobain juga.. Pasti ketagihan deh..." kali ini Nike yang membisikan ditelingaku, seraya matanya mengerling genit.


Sudah hampir sepuluh menit kami menyaksikan live show spesial itu. Tubuh mereka tampak mulai dibasahi oleh peluh, terutama tubuh Sophi yang tampak berkilat. Rambutnya mulai basah, yang dari ujung-ujungnya tampak tetesan keringat, lalu jatuh mengenai kening dan lehernya.

"Eh, gantian dong... Masa' barang saya dari tadi nganggur aja nih... Ayo gantian don.." pinta Ateng, yang kini telah berdiri disamping Dono.

"Ya udah tuh, ambil... Barang kamu kecil begitu. Mana terasa..." ejek Dono, sambil beringsut dari atas tubuh Sophi.

"Barang gue emang kecil, tapi gua punya otak... Gak kaya elu, otak sama gigi gedean gigi.." sesumbar Ateng sambil memposisikan diri dihadapan selangkangan Sophi.

"Enak aja kamu, biar begini-begini saya sarjana lulusan UI tau.. Coba kalo sampai sekarang saya masih hidup dialam fana, pasti sudah jadi menteri... Minimal anggota dewan lah..." sanggah Dono.

"Iya, menteri urusan pergigian...." ejek Ateng.

"Ah, sialan kamu... Dasar kuntet lu.." balas Dono, yang akhirnya duduk direrumputan sambil mengamati apa yang akan dilakukan oleh personil kwartet jaya itu.

"Eh, jon... Sekarang masukin kontol elu kedalem memeknye..." perintah Ateng kepada Jojon, yang saat itu penisnya masih tertanam didalam anus Sophi.

"Ah, kebanyakan ngatur lu kuntet..." kesal Jojon, namun tetap menuruti keinginan Ateng itu.
Kini batang penis Jojon yang ukurannya terbilang paling besar diantara ketiganya telah "berpindah kamar" keliang vagina Sophi. Tentu saja ukuran penisnya yang masih terbilang lebih kecil bila dibanding dengan kepunyaanku itu terasa masih longgar untuk vagina Sophi.

"Elu tahan ye jon.. Jangan dicabut dulu.." ujar Ateng. Ah, gila..rupanya dia memasukan batang penis mungilnya itu disela-sela vagina Sophi yang telah dimasuki oleh batang penis Jojon.

"Nah, begini baru sempit....he...he...he..." girang Ateng, seraya memompakan bokongnya maju mundur. Dua batang penis yang berukuran seperti mereka itu sepertinya bagi Sophi bukanlah hal yang luar biasa. Otot vaginanya masih belum terasa mengetat secara berlebihan, sehingga reaksinyapun tetap rileks dan enjoy.

"Nah, kalau begini lebih asik nih...lebih terasa... Wah, anak mama emang pinter ya.. Ayo sayang, genjot yang kuat..." oceh Sophi, seperti biasa sambil mengatakan itu tatapannya mengarah kepadaku.

"Oke mama... Ateng bakal genjot yang kuat untuk mama Sophi yang cantik, he...he...he..." ujar Ateng, seraya mempercepat gerakan bokongnya.

"Wah, itu sih akal bulus namanya...Dasar kecebong lu..." gusar Dono, sambil tetap serius menyaksikan aksi double penetration itu.

"Ini bukan akal bulus...Ini namanya Salome, alias satu lobang berame-rame...he...he...he..." ejek Ateng.
Sophi sepertinya begitu enjoy digangbang sedemikian rupa oleh pelawak-pelawak itu, dan ditempat umum pula. Apakah ini juga termasuk bagian dari obsesinya itu? Ah, bisa jadi, dan disini dia bisa mengekspresikannya dengan bebas.

"Anak mama koq enggak ciumin mama sih, ayo dong ciumin mama..." ujar sophi dengan gaya centilnya yang menggemaskan.

"Oke deh ma, Ateng mau cium mama...mmmm...nyum...nyemmm..nyemmmm..clepot..clep ot.." Sambil menciumi bibir Sophi, bokongnya yang gempal itu tetap bergerak turun naik.
Kini kedua lidah mereka terjulur, lalu saling jilat, untuk kemudian saling kulum secara bergantian.


"Hoi, teng...ini sih sama aja elu yang ngewe’in gua... Yang elu gesek-gesek inikan kontol gua.. Ini mah maen anggar namanya.." ujar Jojon sambil menepuk-nepuk bokong Ateng.

"Ah, banyak ngomong lu...udah diem aja, yang penting kan elu ngerasain enak juga..." gusar Ateng merasa kesenangannya tergangu, dan setelah itu kembali Ateng meneruskan aksinya.

"Uuuuugggggggghhhhhhh......zzzzz.....uuughhhhhhh.. .." lenguh Sophi dengan mata terpejam sambil kedua kakinya lurus mengejang. Hmmm, sepertinya dia telah orgasme. Dan kelebihan dia walaupun telah klimaks, namun agresifitasnya seperti tidak berkurang, dia akan tetap power full selama partner mainnya itu masih aktif.


Sekitar lima menit Ateng menggenjot dengan caranya yang terbilang tak umum itu, akhirnya dia menghentikan aksinya, seraya duduk menggelosor dengan nafas terengah-engah.

"Wah, payah lu...belum apa-apa udah ngos-ngosan..." goda Dono.

"Oke deh, kalian semua sekarang berdiri.." pinta Sophi, yang baru saja bangkit dari atas tubuh Jojon.

"Mau ngapain lagi nih?" tanya Dono

"Udah pokoknya berdiri aja deh.." ujar Sophi, yang akhirnya ketiganya berdiri berjajar dengan posisi membelakangiku.

"Sekarang semuanya membungkuk, sambil pegang lututnya...Ayo..!" kini ketiganya membungkuk, dengan kedua tangannya masing-masing berpegangan pada lututnya. Ah, sial bokong-bokong itu kini menungging kearahku, memperlihatkan sun-holenya yang mengerucut.

Posisi Sophi yang duduk bersimpuh, kini berada dibelakang Dono. Jari tangannya yang lentik itu mulai menyibak belahan pantat yang ada didepannya. Setelah menoleh sesaat kearahku sambil memainkan lidahnya, sejurus kemudian lidah itu telah bergerilya menggelitik liang anus komedian asal kota Solo itu.

"Adaaaawwwww.....Asiknyaaaa...Silitku dijilatin Sophia latjuba mek....Aaaaggghhhh....Sedeeeeepppp..." racaunya. Posisi kepalanya yang menghadap kesamping membuatku dapat melihat ekspresi Dono yang memejamkan mata sambil lidahnya bergerak keluar masuk dengan cepat.

Tak lama setelah itu giliran Jojon yang mendapatkan bagiannya, begitupun Ateng yang mendapatkan jatah terakhir.

Puas melakukan aksi Rim-job pada ketiga komedian itu. Tubuhnya kini menungging direrumputan, dengan bokong menyembul kearahku. Benar seperti yang dikatakan Suzanna tadi. Cahaya sinar matahari memperjelas kita dalam menikmati keindahan lekuk-lekuk tubuh partner seks kita secara lebih detail. Hmm..pendapat itu mungkin berlaku bagi partner seks yang memang dianugerahi keindahan tubuh yang sempurna seperti Sophi ini. Tapi kurang tepat bila partner seks kita penuh dengan kekurangan. Sinar matahari ditempat terbuka seperti ini bukankah justru malah memperjelas kekurangannya. Untunglah yang sekarang menjadi objek pandanganku adalah Sophi yang selama ini kukenal adalah wanita yang betubuh nyaris sempurna. Dan kini menjadi sempurna secara utuh, setelah penampilan pisiknya yang sekarang adalah wanita berumur 26 tahunan, bukan 45 tahun seperti yang selama ini kukenal.

Dalam posisi menunging seperti itu, bokongnya yang gempal dan bulat tampak semakin indah. Kulitnya yang putih memperjelas guratan warna hijau yang adalah jalur aliran darahnya. Baluran keringat yang membasahi memperindah tampilannya hingga tampak berkilat. Posisinya yang seperti itu membuat anusnya separuh membuka. Memperlihatkan dinding-dindingnya yang berwarna merah jambu. Pemandangan seperti itu sebenarnya sudah sering kulihat darinya, tapi tidak ditempat terbuka seperti sekarang ini. Sehingga jakunku harus bergerak beberapa kali karna menelan ludah.

"Ayo tuan-tuan...Silahkan hajar dari belakang.." tantang Sophi, dan seperti biasa, saat berbicara matanya menatap kearahku.

"Oke, saya dulu...saya dulu..." Dono yang posisinya kebetulan lebih dekatlah yang mendapat kesempatan pertama.

"Saya masukin kesilitnya aja lah, memeknya dah longgar banget...Gak terasa..." ujar Dono, seraya menancapkan batang penisnya kedalam anus Sophi.

"Nah, kalo ini agak mendingan nih...Masih ada peret-peretnya dekit lah....Mantaaaapppp..." oceh Dono sambil menggoyangkan bokongnya maju mundur.

Daging bokong Sophi yang gampal seperti terpantul-pantul seiring genjotan pinggul Dono. Yang membuat komedian itu gemas hingga sesekali menampar-nampar bongkahan daging montok itu. Tanda merah jambu tampak tercetak pada setiap tamparan di bokong putihnya, yang bagiku justru terlihat semakin menggemaskan.
Hingga beberapa saat kemudian tubuh si muka bemo itu mengejang, disertai dengan gerakan bokongnya yang semakin kuat menghentak-hentak.

"Aaaaaaaggghhhhhhhh.....Saya keluar nih...uuuuuggggghhhhhh....Segeeeeeeeerrrrr....." gumamnya, sambil kedua tangannya meremas buah pantat Sophi.

Goyangan yang tadinya konstan, kini mulai tersensat-sendat. Bahkan sesekali ditahan dengan tanpa gerakan. Hingga akhirnya tubuh itu terdiam. Dan dengan malas batang penisnya itu dicabut. Lalu tumbang. Duduk berselonjor direrumputan dengan nafas yang terengah-engah.
Kulihat tetesan sperma mengalir dari sela-sela anus Sophi, namun tak lama berselang kembali liang itu tersumbat oleh batang penis yang lain, kali ini milik Jojon.
Sama seperti Dono, personil Jayakarta grup itu juga mengAnal Sophi. Liang anus yang sebelumnya telah disirami air mani Dono menimbulkan suara berkecipakan yang riuh saat Jojon menghujamkan batang penisnya. Broottt...brroott..jrrooott..prroootttt... Persis bagaikan suara langkah sepatu yang terisi air. Ditambah pula oleh racauan Sophi yang tak kalah riuhnya. Hingga semakin bersemangat saja sikumis chaplin itu dengan aksinya.

Tiba-tiba Jojon mencabut penisnya, lalu dengan tergopoh-gopoh mengarahkannya kewajah Sophi.

"Aaaaaagggghhhhhhhh....Makan nih peju guaaaaa.....Adaaaaaahhhhh...." pekik Jojon, sambil tangan kanannya memegangi batang penisnya.

Crrroootttt....crrrooottt...crrrooottttt... Cairan kental menyembur mengenai wajah Sophi. Hingga memenuhi pipi, dagu dan bibirnya.

Setelah dirasa tak ada lagi tetesan sperma yang keluar dari penisnya. Komedian itu menghampiri tubuh Sophi yang masih menungging, seraya membantunya untuk duduk.

"Hoiii mas.. Liat nih muka mantan cewek lu... Tambah seksi aja kalo belepetan peju kayak gini...he...he...he..." ujar Jojon, sambil kedua tangannya memegang kepala Sophi dengan maksud menunjukan wajah penuh sperma itu kepadaku.

"Mama… Ateng juga mau dong meju'in muka mama...Ayo isepin titit Ateng ma.." pinta Ateng, sambil berdiri mengacungkan penis mungilnya kewajah sophi.

"Wah, anak mama mau peju'in muka mama juga ya... Ayo sini sayang, mama isepin....mmmm...slloopp..sllooppp...slllyyyuuurrr fff..." penis yang hanya berukuran sebesar ibu jari itu dengan mudahnya dicaplok kedalam mulut Sophi. Saking kecilnya bukan cuma batamg penisnya saja yang dikulum. Bahkan buah pelirnyapun ikut masuk kedalam mulut Sophi.


"Aaaaaaggghhhh...Aduh ma...Ateng mau keluar maaa....Aaaaggghhhh..." pekik Ateng, yang hanya butuh tak sampai dua menit Sophi mengoralnya.
Namun sepertinya mulut Sophi tetap terus mengukumnya. Sehingga Ateng tak sempat mengikuti jejak Jojon yang menumpahkan spermanya diwajah Sophi.
Selang beberapa saat dilepaskannya penis itu dari mulutnya. Dan saat itu pula tubuh kuntet Ateng ambruk, telentang diatas rerumputan.

Kini Sophi menatap kearahku, lalu mulutnya membuka perlahan. Hmmm..sepertinya dia sengaja ingin mempertunjukan isi didalam mulutnya itu. Ya, aku dapat melihat jelas saat mulut itu terbuka lebar. Cairan kental berwarna keputihan tampak memenuhi rongga mulutnya, lalu...glekkk...mulut itu kembali kosong. Isi didalamnya telah turun kedalam lambungnya. Namun itu belum selesai. Kini jari telunjuknya mengusap sperma disekujur wajahnya, lalu digiring kearah mulutnya, untuk kemudian dikenyam-kenyam beberapa saat, dan kembali ditelan. Terakhir dikuluminya jari telunjuknya itu hingga jari-jemarinya itu bersih dari cairan kental.

Hmmm...sebuah aksi yang binal disuguhkan oleh Sophi. Bisa jadi itu memang sebuah obsesinya. Yaitu digangbang oleh tiga lelaki dihadapanku. Dan itu bisa diekspresikannya disini.

0 Response to Cerita Dewasa Artis Jadul 2

Posting Komentar